Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Klasifikasi Tanaman | Petani Hebat

Klasifikasi adalah proses pengaturan tumbuhan dalam tingkat-tingkat kesatuan kelasnya yang sesuai secara ideal. Menurut Rideng (1989) klasifikasi adalah pembentukan takson-takson dengan tujuan mencari keseragaman dalam keanekaragaman. Dikatakan pula bahwa klasifikasi adalah penempatan organisme secara berurutan pada kelompok tertentu (takson) yang didasarkan oleh persamaan dan perbedaan. Sedangkan (Tjitrosoepomo, 1993) mengatakan bahwa dasar dalam mengadakan klasifikasi adalah keseragaman, kesamaan-kesamaan itulah yang dijadikan dasar dalam mengadakan klasifikasi. Jadi setiap kesatuan taksonomi mempunyai sejumlah kesamaan sifat dan ciri. 

Kesatuan taksonomi yang anggotanya menunjukkan kesamaan sifat dan ciri yang banyak tentulah merupakan unit kesatuan taksonomi yang lebih kecil dibandingkan dengan kesatuan taksonomi yang anggotanya menunjukkan kesamaan yang lebih sedikit. Klasifikasi ini dicapai untuk menyatukan golongan-golongan yang sama dan memisahkan golongan-golongan yang berbeda. Hasilnya merupakan proses pengaturan yaitu suatu sistem klasifikasi.


Dasar-dasar Klasifikasi

Berdasarkan Persamaan : Kita dapat mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaannya. Menurut kalian, berdasarkan ciri-cirinya, pisang dan jagung dapat dikelompokkan sebagai makhluk hidup apa? Dengan mengamati ciri-cirinya, kita dapat memasukkan pisang dan jagung dalam kelompok tumbuhan. Karena memiliki daun, batang, dan akar, keduanya merupakan kelompok tumbuhan. Atau, dapat pula dikelompokkan sebagai tumbuhan terna, karena memiliki batang berair.


Berdasarkan Perbedaan : Meskipun pisang dan jagung merupakan satu kelompok, yaitu tumbuhan berbiji, kita dapat pula memisahkan keduanya sebagai kelompok yang berbeda berdasarkan perbedaan cirinya. Misalnya dengan melihat kelengkapan daun. Pisang memiliki pelepah daun, tangkai daun, dan helaian daun, sehingga masuk dalam kelompok tumbuhan berdaun lengkap. Sedangkan jagung, hanya memiliki elepah daun dan helaian daun, sehingga masuk dalam kelompok tumbuhan berdaun tidak lengkap.
Berdasarkan Manfaat : Pengelompokan merupakan salah satu upaya dalam mengklasifikasi. Hampir setiap orang melakukan klasifikasi terhadap makhluk hidup. Dalam dunia tumbuhan, kita mengelompokkan kamboja, anggrek, nusa indah, soka, anyelir, dan kembang sepatu ke dalam kelompok tanaman hias. Lengkuas, kunyit, jahe, lada, cengkeh, dan pala dikelompokkan ke dalam tanaman rempah-rempah. Kacang tanah, kacang panjang, dan kacang merah dikelompokkan ke dalam tanaman kacang. Kambing, sapi, kerbau, dan kelinci dikelompokkan ke dalam hewan ternak. Klasifikasi dapat dilakukan oleh siapa saja, asal memiliki dasar dan tujuan yang jelas. Misalnya pisang, anggur, stroberi, jambu air, jeruk, jambu biji, dan mangga dimasukkan dalam satu kelompok tanaman buah-buahan. Dasar pengelompokan itu adalah bahwa tanaman-tanaman tersebut dapat digunakan buahnya untuk dimakan, sedangkan tujuannya adalah untuk memudahkan manusia dalam memanfaatkan tanaman-tanaman tersebut sebagai buah-buahan.
Berdasarkan Ciri Morfologi dan Anatomi : Klasifikasi didasarkan pada persamaan atau perbedaan ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri yang digunakan terutama ciri-ciri morfologi dan anatomi. Morfologi adalah ciri-ciri yang tampak di bagian luar tubuh makhluk hidup, sedangkan anatomi adalah ciri-ciri yang ada di bagian dalam tubuh makhluk hidup. Pada tumbuh-tumbuhan, ciri-ciri yang dapat digunakan dalam mengklasifikasi dapat berupa ciri-ciri morfologi, misalnya warna bunga, bentuk bunga, bentuk biji, kekerasan biji, bentuk pohon, bentuk batang, bentuk daun, dan lain-lain. Selain itu, dapat pula menggunakan ciriciri anatomi, misalnya ada- tidaknya berkas pengangkut, ada-tidaknya kambium, dan ada-tidaknya sel trakea.
Berdasarkan Ciri Biokimia : Dalam perkembangannya, ciri-ciri yang dapat digunakan dalam klasifikasi tidak hanya ciri-ciri morfologi dan anatomi, tetapi juga ciri-ciri biokimia, misalnya jenis-jenis protein, jenis-jenis enzim, ada-tidaknya membrane organela sel. DNA atau asam nukleat juga digunakan untuk menetukan hubungan kekerabatan makhluk hidup. Misalnya untuk menentukan ayah seorang bayi, dapat dibandingkan DNA-nya. Meskipun ciri wajah dan tubuh tidak mirip, jika DNA-nya mirip, dapat dipastikan orang tersebut merupakan ayah si bayi.

Macam-macam Klasifikasi

Tujuan klasifikasi makhluk hidup adalah menyederhanakan objek-objek yang dipelajarinya sehingga dikenali secara mudah dan akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Sejumlah organisme dapat diklasifikasikan menurut sistem tertentu atau sistem yang dianutnya. Dengan membandingkan ciri-cirinya dan sifat-sifatnya yang menunjukkan banyak/sedikitnya persamaan maupun perbedaan yang ada antara organisme satu dengan lainnya, kita dapat menentukan jauh dekatnya kekerabatannya. Untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup dengan klasifikasinya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: mengidentifikasinya dengan benda/contoh/gambarnya, menanyakan kepada ahlinya, dan menggunakan kunci Determinasi Dikotomi. Dari waktu ke waktu, sistem klasifikasi mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan kemajuan teknologinya. Ada tiga macam sistem klasifikasi pada makhluk hidup, yaitu berdasarkan Sistem Buatan (Artifisial), Sistem Alami (Natural), dan Sistem Filogeni.
Sistem Klasifikasi Buatan (Artifisial)

Sistem klasifikasi ini banyak dihubungkan dengan kepentingan hidup manusia, habitat, atau kebiasaan hidup organisme sehingga lebih mudah dikenali atau dipahaminya. Tujuannya adalah agar lebih mudah mengenal xylem/sifat dan manfaat dari organisme yang dipelajarinya, dan dengan begitu akan mudah diupayakan untuk budidayanya sesuai kebutuhannya. Kelemahan dari klasifikasi buatan ini adalah suatu organisme memiliki manfaat yang bermacam-macam, sehingga tidak dapat digolongkan dalam satu golongan saja. Misalnya, tanaman cabe (Capsicum annuum) dapat digolongkan sebagai tanaman sayuran, tanaman obat, tanaman semusim, tanaman hortikultur, tanaman herba, tanaman industri (saos sambal), tanaman hias, dan lainnya. Demikian pula, ayam dapat digolongkan sebagai unggas petelur atau pedaging, dan juga kelas Aves yang merupakan bagian dari sub-filum Vertebrata. Pada tumbuhan dikenal beberapa dasar penggolongan, seperti:

Berdasarkan umur: Ada tumbuhan semusim atau setahun (contoh: cabe merah dan bunga matahari) dan ada tumbuhan tahunan (contoh: pinus, jati, rasamala, mangga, jati, alpuket, dan sebagainya.
Berdasarkan kegunaannya: Ada tanaman pangan (contoh: padi, jagung, gandum), ada tanaman hortikultura (Contoh: tanaman hias, sayuran, dan buah), ada tanaman perkebunan (contoh: tanaman karet, kelapa sawit, tebu), dan ada tanaman penyegar (contoh: kopi, coklat), serta tanaman obat (contoh: kunyit, jahe, temu-temuan), dan sebagainya.
Berdasarkan kemampuan adaptasi/habitatnya: Ada tumbuhan hidrofit (tumbuhan menyukai lingkungan air, seperti: kangkung, genjer, eceng), ada tumbuhan serofit (tumbuhan tahan daerah kering, seperti: kaktus), dan ada tumbuhan mesofit (tumbuhan yang menyukai tanahnya mengandung air secara cukup saja, atau menyukai daerah yang mengalami pergiliran musim kemarau dan hujan seimbang, seperti: mahoni, jati).
Berdasarkan kebiasaan hidupnya (habitus): Ada tumbuhan herba (basah, rerumputan, seperti: kol, wortel), ada tumbuhan perdu (pohon kecil berkayu, seperti kembang sepatu, kapas), ada tumbuhan pohon (contoh: mangga, jati), dan ada tumbuhan liana (memanjat, seperti: gadung), ada tumbuhan epipit (tumbuhan hidup menempel pada tumbuhan lainnya, seperti: anggrek), dan tumbuhan parasit (tumbuhan hidupnya menumpang dan bersifat merugikan inang contohnya: benalu, tali putri.
Berdasarkan kandungan gizinya atau zat utamanya: Ada tanaman sumber karbohidrat (contohnya: padi, singkong, jagung, sagu), ada tanaman sumber protein (contohnya: kedelai, kacang hijau, tanaman sumber lemak (contohnya: kemiri, kelapa, kelapa sawit), dan tanaman sumber vitamin dan mineral (contohnya: berbagai macam sayuran dan buah).
Sistem Klasifikasi Alami (Natural)

Sistem Klasifikasi Alami adalah didasarkan kepada ciri-ciri alaminya yang mudah dikenalinya seperti ciri-ciri morfologi akar, batang, daun, dan bunganya atau alat reproduksinya. Dalam sistem klasifikasi alami/tradisional antara lain dipelopori oleh Carolus Linnaeus (1707-1778) yang meletakkan dasar-dasar klasifikasi secara teratur dalam pemberian nama ilmiahnya. Dalam sistem klasifikasinya, ia sangat memperhatikan urutan takson sebagaimana telah dikemukakan di atas. Ia membagi dunia makhluk hidup menjadi dua Kingdom, yaitu: Plantae dan Animalia.

Sistem Klasifikasi Filogeni

Sistem klasifikasi filogeni adalah mendasarkan penggolongan organisme menurut garis evolusinya atau sifat perkembangan genetik organisme sejak sel pertama hingga menjadi bentuk masa kininya. Sistem klasifikasi ini dipengaruhi oleh perkembangan teori evolusi. 

Organisme secara morfologisnya berbeda, ternyata tidak mesti memiliki genetik yang berbeda sebagai akibat interaksi gena-gena dengan lingkungannya seperti yang dijelaskan di awal uraian modul ini, yaitu sebagai akibat keanekaragaman tingkat gen pada individu. Kelebihan sistem klasifikasi filogeni adalah mudah melihat tingkat kekerabatan antar individunya. 

Kelompok individu pada tingkat takson jenis adalah menunjukkan individu ini bisa disilangkan dan menghasilkan keturunan yang fertil. Sebab, individu pada tingkat genus yang sama bisa saja disilangkan, hanya menghasilkan keturunan yang steril seperti persilangan antara singa (Felis leo) dengan macam tutul (Felis tigris) menghasilkan jenis Leopons (berkepala singa, tetapi berbadan harimau) yang mandul, apalagi pada tingkat takson yang lebih tinggi. Aliran klasifikasi filogeni seperti Whitaker (1969) menilai bahwa pembagian Dunia (Kingdom) Makhluk Hidup menjadi dua golongan adalah tidak tepat, karena ada beberapa golongan makhluk hidup masih dikategorikan kepada keduanya. 

Misalnya, Euglena, Volvoc, Chlamydomonas, dll. adalah memiliki klorofil dan bergerak bebas dengan flagelnya sehingga merupakan bentuk antara tumbuhan dan hewan, maka ia memasukkannya menjadi Kingdom tersendiri, yaitu Protista. Demikian pula, golongan jamur memiliki sifat heterotrof (saprofit), tidak memiliki klorofil, dan kandungan cadangan makanannya adalah glikogen, serta jaringan tubuhnya tidak pernah membentuk jaringan kompleks yang menunjukkan hal yang jauh berbeda sifat dengan tumbuhan, sehingga ia dimasukkan Kingdom sendiri, yaitu Mycota. 

Satu hal lagi adalah golongan bakteri, sekalipun selnya memiliki dinding yang terbuat dari selulosa, tetapi organisme ini tidak mampu membentuk jaringan (hanya mampu membentuk koloni), bahkan tidak mampu mengorganisasikan DNA/ADN menjadi kromosom maupun ketidakmampuannya mengemas materi inti sel menjadi satu organel nucleus, sehingga ia merupakan kelompok organisme prokariotik. Golongan organisme prokariotik ini seumur hidupnya hanya mampu membentuk tubuh satu sel atau koloni saja, sehingga ia menamakannya sebagai Kingdom Monera.

Cara Menanam Pohon Gaharu | Petani Hebat

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menanam pohon gaharu adalah : 

A. Tanah 

Kita tidak perlu bingung mengenai struktur tanah untuk menanam Pohon Gaharu karena pohon ini memeiliki sifat tidak memilih tanah (0 – 1200 M dpl), yang terpenting tanah tidak terendam air seperti sawah atau rawa. 

B. Pola Tanam Kayu gaharu 

1. Pola Tanam MONOKULTUR 

Yang dimaksud pola tanam MONOKULTUR adalah sebagai berikut : 

Satu areal lahan perkebunan khusus ditanami Pohon Gaharu. 
Jarak tanam yang dapat digunakan antar pohon boleh 1m x 1m, 2m x 2m, 3m x 3m (menyesuaikan lahan yang ada). 
Setelah bibit ditanam perlu perawatan ekstra selama 6 – 12 bulan karena pohon ini adalah jenis yang perlu naungan/teduhan (40%-60% cahaya). 
Hindari cahaya matahari langsung mulai pukul 10.00 s.d 15.00. 

2. Pola Tanam TUMPANG SARI 

Pola tanam TUMPANG SARI adalah : 

Menanam pohon gaharu di sela-sela tanaman lainnya. 
Penanaman Tumpang Sari bersama dengan pohon sawit, karet, sengon, jabon, mahoni, dapat juga ditanam bersama tanaman pertanian lainnya seperti cabai, buah-buahan, tomat, singkong, jagung, dll. 
Pohon Gaharu dapat pula ditanam disekeliling pekarangan rumah, Masjid, Sekolahan, Perkantoran atau disekeliling kolam ikan dan peternakan. 
Dengan cara ini disela-sela lahan yang kosong dapat kita manfaatkan semaksimal mungkin sambil menunggu 5-6 tahun untuk panen Gaharu. 

C. Tata Cara Menanam Pohon Gaharu 

Membuat lubang untuk menanam bibit gaharu dengan ukuran 40cm x 40cm x 40cm. 
Kemudian, isi lubang tersebut dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 2 sampai 5 kg dicampur dengan tanah. 
Setelah itu diamkan selama 2 sampai 4 minggu baru kemudian bibit siap untuk ditanam.

Peranan Mikoriza Bagi Tanaman | Petani Hebat

Mikoriza pertama kali dipublikasikan pada tahun 1840 ketika Robert Hartig menemukan adanya cendawan pada akar tanaman pinus. Tahun 1885 A. B. Frank menamakan asosiasi tersebut sebagai mikoriza. Berdasarkan penemuan tersebut diketahui bahwa mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme 9

cendawan (myces) dengan akar (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi yang terjadi dalam jaringan akar tanaman atau pada permukaan akar (Rao, 1994).

Mikoriza berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang digolongkan menjadi tiga tipe yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza (Imas et al.,1989), sedangkan Rao (1994) membagi mikoriza menjadi dua tipe besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza saja. Ektomikoriza mempunyai beberapa perbedaan dengan endomikoriza. Menurut Imas et al. (1989) ektomikoriza mempunyai lapisan mantel tebal, struktur jala, dan hifa yang tidak masuk sel (berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks), serta menyebabkan akar yang terkena infeksi membesar. Endomikoriza mempunyai stuktur berbentuk oval (vesikel), percabangan hifa (arbuskula), dan hifa yang masuk dalam jaringan korteks, serta tidak menyebabkan perakaran yang terinfeksi membesar. Ektendomikoriza mempunyai ciri-ciri antara ekto dan endomikoriza yaitu dapat menginfeksi dinding sel korteks maupun korteksnya dan mempunyai jaringan hartig (Fakuara,1988).

Vesikula Arbuskula Mikoriza (VAM) yang sering disebut dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) merupakan endomikoriza. Diagnostik ciri utama CMA adalah adanya vesikel dan arbuskula di dalam korteks akar. Vesikel mengembang inter dan intraseluler, membengkok sepanjang atau pada ujung hifa (Fakuara, 1988) serta berfungsi sebagai tempat penyimpanan berisi lipid (Paul dan Clark, 1996). Arbuskula merupakan struktur internal pada korteks akar berupa hifa bercabang mirip dengan haustoria patogen yang membantu transfer nutrisi dari tanah ke sistem perakaran (Rao, 1994).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) digolongkan ke dalam kelas Zygomycetes ordoGlomales dengan dua sub ordo yaitu Glominae dan Gigasporinae. Pembagian genus dilakukan berdasarkan perbedaan morfologi dari spora dorman (klamidospora).Glominae terbagi menjadi enam genus yaitu Sclerocystis (membentuk sporocarp),Glomus (klamidospora tebal dan terminal), Paraglomus, Acaulospora (klamidospora tunggal, terminal, aseptat), Entrophospora dan Archaeospora. Gigasporinae terdiri dari dua genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora (Paul dan Clark, 1996 ; INVAM, 2008). 10

Simbiosis mikoriza memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik tanaman maupun cendawan. Menurut Fakuara (1988) cendawan memberikan keuntungan pada tanaman dan sebaliknya cendawan juga mendapatkan karbohidrat dan zat-zat tertentu dari tanaman inang. Mikoriza yang berasosiasi dengan akar tanaman mampu menggunakan sukrose dalam tanaman inang dan mengubahnya menjadi bentuk yang tidak dapat diubah oleh inang seperti gula, alkohol dan glikogen (Islami dan Utomo, 1995).

Kemampuan tanaman untuk berfotosintesis dalam rangka menyuplai C-organik bagi cendawan merupakan dasar simbiosis yang baik (Fakuara, 1988). Simbiosis mutualisme tersebut dapat berubah menjadi hubungan yang merugikan. Parasitisme dapat terjadi bila cendawan tidak dapat mengekstrak nutrisi yang dibutuhkan atau tanaman tidak memperoleh manfaat atau imbal balik atas C-organik yang telah diberikan kepada cendawan (Paul dan Clark, 1996).

Simbiosis mikoriza dipengaruhi oleh kelembaban, aerasi dan pH tanah, suhu, cahaya serta spesifikasi inang. Sebagian besar cendawan mikoriza menyukai kondisi asam pada pH 3.5-6, bersifat aerobik, mesothermal dengan suhu optimum 18oC-25oC dan tidak suka cahaya (Imas et al., 1989). Setiap jenis mikoriza mempunyai inang yang spesifik atau mikoriza yang berbeda jenis memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan inangnya (Mukerji et al., 1991).

Peran Mikoriza bagi Tanaman

Mikoriza memberikan berbagai macam manfaat bagi tanaman inang. Menurut Imas et al. (1989) ; Fakuara (1988) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn), produksi hormon dan zat pengatur tumbuh, serta ketahanan kekeringan dan serangan patogen akar. Mikoriza juga dapat mengurangi kandungan logam berat disekitar perakaran, selain sebagai proteksi terhadap patogen akar dan nematoda (Paul dan Clark, 1996).

Berdasarkan penelitian-penelitian telah dikaji manfaat mikoriza pada tanaman perkebunan maupun tanaman pangan khususnya dalam serapan hara. Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan P dan hasil padi gogo varietas IR 64 (Kabirun, 2002), meningkatkan mineralisasi P organik pada 11

kelapa sawit (Widiastuti et al., 2003), serta meningkatkan serapan P sebanyak 0.3881 ppm dan hasil jagung sebesar 280.15 g/tanaman (Hasanudin dan Gonggo, 2004). Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan kadar N sebesar 11.5%, kadar P sebesar 14.9% dan kadar K sebesar 12.2% pada padi gogo (Saragih, 2005).

Menurut Imas et al. (1989) mekanisme peningkatan penyerapan unsur hara terjadi karena adanya selubung hifa yang tebal, peningkatan metabolisme akar akibat peningkatan konsumsi oksigen, dan enzim phospatase. Mikoriza dapat mengeluarkan suatu enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang konsentasinya rendah dalam larutan tanah (Fakuara, 1988). Mikoriza dengan adanya selubung hifa tebal dapat meningkatkan luas permukaan sistem perakaran sehingga meningkatkan bidang penyerapan (Islami dan Utomo, 1995). Menurut Dighton (2003) adanya hifa cendawan memberikan keuntungan dalam pengam-bilan unsur hara, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan ruang jelajah yang lebih luas akibat diameter yang lebih kecil, serta memberikan bidang penyerapan nutrisi yang lebih luas.

Mikoriza dapat meningkatkan hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin dan vitamin. Auksin dapat mencegah penuaan dan suberinisasi pada akar sehingga memperlama fungsi akar sebagai penyerap hara dan air (Imas et al., 1989). Sitokinin dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis dan transpirasi, penyerapan P dan transpor ion (Paul dan Clark, 1996).

Tanaman bermikoriza akan lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Menurut Zak (1967) dalam Imas et al. (1989), ada tiga mekanisme perlindungan mikoriza. Mekanisme pertama yaitu adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik. Mekanisme kedua yaitu adanya lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen, karena mikoriza menyerap semua kelebihan karbohirdrat dan eksudat akar. Mekanisme ketiga adalah adanya antibiotik yang dihasilkan cendawan.

Peningkatan ketahanan terhadap logam berat merupakan salah satu manfaat yang penting dari mikoriza. Oleh karena itu mikoriza sering digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang. Logam berat tersebut diikat dan dikelilingi oleh gugus karboksil dari senyawa pektat (hemiselulose) yang dihasilkan diantara matriks cendawan dan tanaman inang (Paul dan Clark, 1996).

Ulat Api dan Cara Pengendalianya

Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang ditemukan adalahThosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallida dan Birthamula chara (Norman dan Basri, 1992). Jenis ulat api yang paling merusak di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, S. nitens dan D. trima.

Siklus Hidup

Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari (Hartley, 1979). Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. 

Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama± 39,7 hari. Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. 

Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari S. asigna yaitu 42 hari (Hartley, 1979). Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4-7 hari. Ulat mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Stadia ulat dan kepompong masing-masing berlangsung sekitar 50 hari dan 17-27 hari. Ngengat mempunyai lebar rentangan sayap sekitar 35 mm. Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. 

Ulat api Darna trima mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari (Hartley, 1979). Telur bulat kecil, berukuran sekitar 1,4 mm, berwarna kuning kehijauan dan diletakkan secara individual di permukaan bawah helaian daun kelapa sawit. Seekor ngengat dapat meletakkan telur sebanyak 90-300 butir. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari. Ulat yang baru menetas berwarna putih kekuningan kemudian menjadi coklat muda dengan bercak-bercak jingga, dan pada akhir perkembangannya bagian punggung ulat berwarna coklat tua. Stadia ulat berlangsung selama 26-33 hari. Menjelang berkepompong ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon berwarna coklat tua, berbentuk oval, berukuran sekitar panjang 5 mm dan lebar 3 mm. Lama stadia kepompong sekitar 10-14 hari. Ngengat berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm. Sayap depan berwarna coklat gelap, dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam. Sayap belakang berwarna abu-abu tua.

Biologi dan Ekologi

Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Untuk S. asigna, selama perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm². Perilaku S. nitens sama dengan S. asigna.Untuk D. trima, ulat mengikis daging daun dari permukaan bawah dan menyisakan epidermis daun bagian atas, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. 

Ulat menyukai daun kelapa sawit tua, tetapi apabila daun-daun tua sudah habis ulat juga memakan daun-daun muda. Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah daun tua dengan posisi terbalik (kepala di bawah). Pada D. trima, di waktu siang hari, ngengat suka hinggap di daun-daun yang sudah kering dengan posisi kepala di bawah dan sepintas seperti ulat kantong.

Perbedaan perilaku yang tampak antara ketiga jenis ulat api yang paling merugikan tersebut juga berbeda. S. nitens dan S. asigna berpupa pada permukaan tanah tetapi D. trima hanya di ketiak daun atau pelepah daun. Pengetahuan mengenai biologi dan perilaku sangat penting ketika akan menerapkan tindakan pengendalian hama sehingga efektif. Kokon dapat dijumpai menempel pada helaian daun, di ketiak pelepah daun atau di permukaan tanah sekitar pangkal batang dan piringan.

Kerusakan dan Pengaruhnya di Lapangan

Eksplosi hama ulat api telah dilaporkan pertama pada tahun 1976. Di Malaysia, antara tahun 1981 dan 1990, terdapat 49 kali eksplosi hama ulat api, sehingga rata-rata 5 kali setahun (Norman dan Basri, 1992). Semua stadia tanaman rentan terhadap serangan ulat api seperti halnya ulat kantong.

Kumbang Tanduk dan Cara Pengendalianya

Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros (L)) diklasifikasikan ke dalam ordo Coleoptera, famili Scarabidae dan subfamili Dynastinae. Kumbang ini merupakan hama utama yang menyerang kelapa sawit dan sangat merugikan di Indonesia, khususnya di areal replanting yang saat ini sedang dilakukan secara besar-besaran di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada areal replanting, banyak tumpukan bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan sebagai tempat berkembang biak hama ini.

Siklus Hidup

Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 27oC-29oC dengan kelembapan relatif 85-95% (Bedford, 1980). Satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan.

Kumbang ini mempunyai telur yang berwarna putih kekuningan dengan diameter 3 mm. Bentuk telur biasanya oval kemudian mulai membengkak sekitar satu minggu setelah peletakan dan menetas pada umur 8-12 hari. Stadia larva terdiri atas 3 instar, dan berlangsung dalam waktu 82-207 hari. Larva berwarna putih kekuningan, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran dengan panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Ooi, 1988). 

Prepupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari larva instar terakhir dan menjadi berkerut serta aktif bergerak ketika diganggu. Lama stadia prepupa berlangsung 8-13 hari. Pupa berwarna cokelat kekuningan, berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala (Wood, 1968). Jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari betina sedangkan betina mempunyai banyak rambut pada ujung ruas terakhir abdomen dan jantan tidak (Wood, 1968). Umur betina lebih panjang dari umur jantan.

Biologi dan Ekologi

Kumbang akan meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang telah melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit (Dhileepan, 1988). Adanya tanaman kacangan penutup tanah akan menghalangi pergerakan kumbang dalam menemukan tempat berkembang biak. Liew dan Sulaiman (1993) mengamati bahwa tanaman penutup tanah setinggi 0,6-0,8 m mengurangi perkembangbiakan kumbang tanduk.

Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada sistemunderplanting merupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar dibandingkan dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva perhektar) (Samsudinet al., 1993).

Kerusakan Dan Pengaruhnya Di Lapangan

Kumbang O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal TM.

Pada areal replanting kelapa sawit, serangan kumbang dapat mengakibatkan tertundanya masa berproduksi sampai satu tahun, dan tanaman yang mati dapat mencapai 25%. Masalah kumbang tanduk saat ini semakin bertambah dengan adanya aplikasi tandan kosong kelapa sawit pada gawangan maupun pada sistem lubang tanam besar. Aplikasi mulsa tandan kosong sawit (TKS) yang kurang tepat dapat mengakibatkan timbulnya masalah kumbang tanduk di areal kelapa sawit tua.

Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja sampai agak malam (sampai dengan jam 21.00 WIB), dan jarang dijumpai pada waktu larut malam. Dari pengalaman diketahui bahwa kumbang banyak menyerang kelapa pada malam sebelum turun hujan.

Makanan kumbang dewasa adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui pangkal batang sampai pada titik tumbuh. Daun yang telah membuka memperlihatkan bentuk seperti huruf V terbalik atau karakteristik potongan serrate (Sadakhatula dan Ramachandran, 1990). Serangan yang berkali-kali pada tanaman dapat menyebabkan kematian dan menjadi rentan masuknya kumbang Rhyncophorus bilineatus (Coleoptera: Curculionidae) (Sivapragasam et al., 1990), juga bakteri ataupun jamur, sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal. Tanaman dapat mengalami gerekan beberapa kali, sehingga walaupun dapat bertahan hidup, pertumbuhannya terhambat dan mengakibatkan saat berproduksi menjadi terlambat.

Pengendalian

Pengendalian Biologi

Pengendalian kumbang tanduk O. rhinoceros secara biologi menggunakan beberapa agensia hayati diantaranya jamur Metarhizium anisopliae dan Baculovirus oryctes. Jamur M. anisopliaemerupakan jamur parasit yang telah lama digunakan untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini efektif menyebabkan kematian pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang tampak 2-4 minggu setelah aplikasi. Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20 g/m2 (dalam medium jagung) pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1 kg/batang kelapa sawit yang telah ditumbang. Baculovirus oryctes juga efektif mengendalikan larva maupun kumbang O. rhinoceros.

Ganoderma Pada Tanaman Kelapa Sawit dan Pengendalianya

Kelapa sawit ( Elaeis guineensis ) merupakan tanaman penghasil minyak tertinggi. Seperti tanaman lain, kelapa sawit juga rentan terhadap serangan sejumlah penyakit, salah satu penyakit yang paling penting di kelapa sawit adalah Busuk Pangkal Batang atau Basal Stem Rot (BSR).

Penyakit BSR, yang disebabkan oleh jamur spesiesGanoderma, adalah penyakit yang paling serius pada kelapa sawit khususnya di Malaysia dan Indonesia, sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Jamur Ganoderma dapat ditemukan dan tersebar di seluruh dunia, tumbuh subur pada tanaman tahunan, termasuk jenis pohon jarum dan palem-paleman. Beberapa spesies Ganoderma adalah jamur pembusuk kayu, beberapa jenis bersifat patogen dan merugikan terhadap tanaman yang bernilai ekonomi tinggi dan tanaman tahunan.

Gejala Penyakit BSR pada Tanaman Kelapa Sawit

Pada tanaman kelapa sawit muda, gejala penyakit BSR yang dapat diamati dari luar adalah adanya daun yang menguning pada satu sisi, atau adanya bintik-bintik kuning dari daun yang lebih pendek, yang kemudian diikuti dengan nekrosis .

Pada daun yang baru membuka nampak lebih pendek dibandingkan daun normal lalu mengalami klorosis dan bahkan mengalami nekrosis. Seiring penyakit ini terus berkembang, tanaman kelapa sawit nampak pucat keseluruhan, pertumbuhan lambat dan daun tombak yang tersisa tidak membuka.

Gejala serupa juga dapat diamati pada tanaman dewasa dimana beberapa daun tombak tidak terbuka dan kanopi daun umumnya pucat. Daun yang terserang kemudian mati dimana nekrosis dimulai pada daun yang paling tua dan merambat meluas ke atas ke arah mahkota daun. Tanaman kemudian mati dimana daun kering terkulai pada ujung pelepah pada batang .

Umumnya apabila gejala pada daun terus diamati, biasanya akan ditemukan bahwa setidaknya satu setengah bagian jaringan batang bawah telah mati diserang jamur. Apabila kelapa sawit muda terinfeksi, biasanya bakal mati dalam waktu 6-24 bulan sejak munculnya gejala pertama, tetapi tanaman kelapa sawit yang dewasa yang terinfeksi bakal mati 2-3 tahun kemudian.

Jaringan dasar batang yang terinfeksi nampak busuk kering. Pada penampang batang yang terkena, nampak bahwa jaringan kayu yang busuk berwarna coklat terang, ditandai dengan adanya daerah yang tidak beraturan yang berwarna gelap dan tepi luar dari daerah gelap tersebut ada zona berwarna kuning yang juga tidak beraturan. Zona kuning tersebut ditemukan antara tepi jaringan yang sakit dan jaringan sehat,serta terdapatnya instilah kata zona gelap yang sempit ini adalah ‘garis hitam’, dan di dalam baris tersebut melekat sekelompok sel hifa yang membengkak pada kondisi dorman/istirahat. Jaringan kayu busuk yang berwarna coklat terang menyebabkan tanaman tumbang dan meninggalkan jaringan yang terinfeksi Ganodema di tanah. Selanjutnya, basidiomata Ganoderma akan tumbuh berkembang terutama pada musim hujan. Jika tanaman kelapa sawit yang terinfeksi tetap berdiri, nampak bahwa batangnya hampa atau keropos.

Akar kelapa sawit yang terinfeksi nampak sangat rapuh dimana jaringan internal pada akar mengering dan menjadi tepung. Jaringan korteks pada akar nampak berwarna coklat dan mudah hancur dan ‘stele’ akar menjadi hitam. Pada akar tua yang terinfeksi, jamur Ganoderma nampak seperti lapisan putih mirip tikar pada permukaan bagian dalam eksodermis.

Basidiomata Ganoderma atau sporofora bisa ‘ya’ atau bisa ‘tidak’ berkembang sebelum gejala daun muncul. Basidiomata tumbuh pada dasar/pangkal batang dari kelapa sawit yang akarnya terinfeksi Ganoderma, dan munculnya basidiomata inilah gejala yang paling diagnostik terhadap penyakit BSR. Saat munculnya basidiomata tergantung pada lamanya waktu pembusukan dari dalam ke arah pinggiran batang.

Basidiomata awalnya muncul kecil sekali, lalu jaringan jamur yang berkembang membentuk seperti tombol putih dan kemudian dengan cepat menjadi basidiomata dewasa yang bervariasi dalam bentuk, ukuran dan warna. Permukaan atas basidiomata berwarna terang ke gelap coklat, dengan sedikit bercahaya dan nampak mengkilap. Di bawah permukaannya berwarna keputihan dan memiliki banyak pori-pori kecil. Umumnya basidiomata berdekatan satu sama lain nampak tumpang tindih dan membentuk semakin besar berstruktur. Keberadaan basidiomata dapat memberi petunjuk praktis terhadap keberadaan pusat penyakit dalam batang kelapa sawit. Ketika kelapa sawit mati, kolonisasi basidiomata akan terbentuk dengan cepat ke seluruh batang tubuh tanaman kelapa sawit.

Cara Pengendalian Ganoderma dengan Ganofend

NB : Secara umum belum ada yang bisa sukses untuk pemberantasanya, karna belum ditemukan cara pengendalian yang lebih efektif

Filum Chordata | Petani Hebat

Filum Chordata

Filum Chordata mempunyai banyak anggota, namun tidak semuanya berperan sebagai hama tanaman. Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai hama adalah Kelas Mamalia (hewan menyusui) dan kelas Aves (burung).

Dari kelas mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang berperan sebagai hama misalnya burung pipit (Lonchura leucogastroides (Horsf. dan Moore)).

1. Tupai (Callosciurus notatus)

Tupai banyak merusak buah kelapa dengan cara mengerat, baik pada waktu siang maupun malam. Tubuh tupai berwarna kelabu sampai hitam pada bagian perut sampai kepalanya, dan di bagian punggung berwarna hitam pada pangkal dan kuning di ujung. Tupai betina mempunyai 6 pasang kelenjar susu dan satu tahun mampu beranak 8 kali (Kalshoven,1981).

Tupai menyerang buah kelapa yang sudah tua, dengan ciri serangan terdapat lubang bekas gigitan pada ujung buah dengan sisi yang rapi/rata (Rukmana dan Saputra, 1997).

2. Tikus (Rattus-rattus spp.)

Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama dari golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan tanaman yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi pada areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen. Disamping itu tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981).

Pada umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian, pertanaman sampai di tempat penyimpanan. Tikus aktif menyerang tanaman pada malam hari. Tikus yang lapar akan memakan hampir semua benda yang dijumpainya. Jika makanan cukup tersedia, tikus akan memilih jenis makanan yang paling disukai, seperti padi yang sedang bunting, dan jagung muda. Pada saat makanan banyak tersedia, perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat (Rukmana dan Saputra, 1997).

Menurut Priyambodo (1995), terdapat 8 spesies tikus yang berperan sebagai hama, yaitu :

a. Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer (Rob. & Kl.))

b. Tikus rumah (Rattus rattus diardi (Jent.))

c. Tikus cokelat/tikus riul (Rattus rattus norvegicus Berk.)

d. Mencit rumah (Mus musculus)

e. Tikus pohon (Rattus tiomanicus Miller)

f. Tikus huma/ladang (Rattus exulans Peale)

g. Tikus wirok (Bandicota indica Bechst.)

h. Mencit ladang (Mus caroli)

Pada umumnya tekstur rambut/bulu tikus agak kasar, kecuali pada mencit yang lembut dan halus. Hidung tikus berbentuk kerucut, kecuali tikus wirok dan tikus cokelat hidungnya berbentuk kerucut terpotong. Tikus wirok, tikus cokelat, tikus sawah, dan mencit ladang, disebut hewan terestrial dengan ciri-ciri : ekor pendek, panjangnya sama dengan panjang tubuh, ujung jari halus, tonjolan pada telapak kaki kecil dan halus. Sedangkan tikus pohon, tikus rumah, tikus huma, dan mencit rumah, disebut hewan arboreal dengan ciri-ciri : ekor panjang lebih panjang dari ukuran tubuh, ujung jari kasar, tonjolan pada telapak kaki besar dan kasar. Tikus pohon merupakan hama utama kelapa, biasanya melubangi buah kelapa yang masak/tua dengan lubang tidak teratur di dekat tangkai (Priyambodo, 1995).

Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman pertanian menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

a. Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer).

Tikus sawah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 270 mm – 370 mm.
Berat badan rata-rata ± 130 gram.
Panjang ekor ± 95 persen panjang badan (dari kepala sampai pangkal ekor).
Tikus betina mempunyai 12 puting susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
Warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan perutnya berwarna keputih-putihan.

b. Tikus rumah (Rattus rattus diardi).

Tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm – 370 mm.
Panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor).
Tikus betina mempunyai puting susu 10 buah, yaitu terdiri dari dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
Warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua kelabu.
Makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia, atau makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan di gudang atau tanaman-tanaman yang berada di kebun dekat rumah.

c. Tikus pohon (Rattus tiomanicus).

Ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai berikut :

Ekor lebih panjang 110 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor).
Jumlah puting susu betina 10 buah yaitu terdiri atas dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
Warna bulu badan pada bagian punggung kemerah-merahan, sedangkan pada bagian perut hampir seluruhnya putih.
Tikus ini sering menyerang buah kelapa, kakao, dan kopi.

3. Kelelawar (Pteropus vampyrus)

Kelelawar merusak tanaman dengan cara memakan buah-buahan yang sudah masak di pohon, seperti buah pisang, mangga, pepaya, durian, dan jambu-jambuan. Waktu penyerangan kelelawar pada umumnya terjadi malam hari (Rukmana dan Saputra, 1997).

4. Musang (Paradoxurus hermaphroditus)

Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah, namun dapat menimbulkan kerugian bagi para petani. Binatang ini menyukai buah-buahan yang sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan segala jenis tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam (Rukmana dan Saputra, 1997).

5. Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus)

Landak biasanya membuat sarang pada tebing-tebing berupa lubang-lubang atau gua kecil seperti tikus. Aktif pada malam hari dan menyerang akar tanaman umbi-umbian, dapat pula menyerang jagung, ketela pohon, nenas, dan tebu (Kalshoven, 1981).

Satwa liar yang dapat berperan sebagai hama antara lain : gajah (Elephas maximus L.), babi hutan (Sus vitatus), banteng (Bos sondaicus), rusa (Rusa timorensis), beruang (Helarctos malayanus) (Triharso, 1994). Bahkan hewan ternak seperti kambing, domba, dan sapi yang tidak diikat atau dimasukkan ke dalam kandang dapat berpotensi sebagai hama.

Binatang yang termasuk ke dalam golongan aves (burung) pada umumnya tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta kakinya bersisik. Anggota bagian depan pada burung yang berupa sayap digunakan untuk terbang. Meskipun demikian, ada golongan burung yang tidak bisa terbang, misalnya kasuari, kiwi, dan unta (Rukmana dan Saputra, 1997).

Menurut Harahap dan Tjahjono (1994) beberapa jenis burung/aves yang berpotensi sebagai hama adalah sebagai berikut :

a. Burung pipit haji (Lonchura maja leucocephala Raffles)

Nama lainnya adalah bondol uban. Kepalanya berwarna putih keabu-abuan seperti sorban haji. Bulu tubuhnya berwarna hitam kecoklatan. Warna leher putih dan secara bertahap berubah warna menjadi coklat merah ke arah bagian dadanya. Matanya berwarna coklat hitam. Ukurannya sebesar burung gelatik. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.

Daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain mengikuti pola penyebaran pertanaman padi. Penyebaran secara vertikal belum diketahui.

Burung pipit haji ini hidup berkelompok. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rumput-rumputan lainnya. Dalam satu sarang terdapat lima ekor burung. Bentuk sarang seperti tabung memanjang, lebih kecil dari sarang burung manyar. Pada umumnya pipit haji membuat sarang bersama-sama pada satu pohon atau tempat sampai berjumlah puluhan. Burung ini bertelur dua kali setahun. Jumlah telur yang dihasilkan 4-5 butir tiap kali bertelur.

Kerusakan ditimbulkan oleh gerombolan burung pada saat padi sedang menguning. Pada umumnya gerombolan burung ini terdiri atas kurang dari 50 ekor dan datang berkali-kali.

b. Pipit jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield dan Moore) 

Burung pipit ini berbentuk hampir sama dengan pipit haji, tetapi tanpa warna pada kepala. Tubuh bagian atas dan sayapnya berwarna merah coklat, lehernya hitam, perut putih, mata coklat, paruh hitam dan ekor kehitam-hitaman. Panjang tubuh sampai ke ujung ekornya kurang lebih 9 – 10 cm. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.

Daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain mengikuti pola penyebaran pertanaman padi. Penyebaran secara vertikal belum diketahui.

Burung pipit ini membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rumput-rumputan lainnya. Hidupnya selalu bergerombol dan lebih sering berpasangan. Bersarang tidak saja dalam hutan, tetapi juga di dekat rumah peduduk bahkan pada pohon-pohon yang rendah. Dalam satu sarang terdapat 5 ekor burung. Masa bertelur sepanjang tahun. Dalam satu kali masa bertelur dapat menghasilkan 4-6 butir telur. Saat mengeram mereka tidak terganggu oleh suara manusia, cahaya lampu dan sebagainya.

Burung menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan, atau pekarangan terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Pada saat padi menguning burung pipit ini datang bergerombol berkali-kali untuk makan padi yang sudah masak. Di Jawa burung ini pernah menjadi hama padi yang sangat potensial. Demikian pula di Nusa Tenggara Timur, burung pipit ini termasuk hama potensial pada pertanaman padi.

c. Burung pipit bertungging putih (Lonchura striata Linnaeus)

Warna bulu burung ini coklat kehitaman dengan tungging berwarna putih dan bercak di dada berwarna kuning tua. Ekor berwarna kuning tua dan bintik-bintik putih. Pada umumnya sebesar burung gelatik atau burung gereja. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.

Daerah penyebaran adalah India, Kepulauan Andaman, Nicober, Cina Selatan, Taiwan dan Sumatra, pada ketinggian 50 – 600 mdpl.

Sarang dibuat dari daun alang-alang, batang padi atau batang rumput-rumput lainnya, berbentuk genta dengan lubang membuka ke bawah. Sarangnya dibuat pada pepohonan di tengah atau di pinggir sawah dan semak-semak yang berdekatan dengan persawahan. Dalam satu sarang biasanya terdapat 5-6 ekor burung.

Burung ini mempunyai potensi sebagai hama padi karena selalu datang secara bergerombol mencari makanan berupa butiran-butiran padi.

d. Burung peking (Lonchura punctata punctata (Horsf dan Moore))

Panjang tubuh burung peking 10 – 11 cm. Warna punggung, dagu dan leher merah coklat. Bulu dada dan perut berwarna putih dengan pinggir coklat hitam. Mata berwarna coklat merah.

Burung peking hidup bergerombol, bersarang pada pohon-pohon tinggi, misalnya pada pohon-pohon aren. Pada satu pohon terdapat lebih dari satu sarang. Sarang terbuat dari rumput-rumputan, kadang-kadang bersarang diantara buah pisang. Di daerah Nusa Tenggara Timur, burung ini juga berpotensi sebagai hama pada pertanaman padi.

e. Bebek manila (nama lokal di NTT)

Merupakan jenis binatang yang biasa hidup di laut, sungai dan di danau. Ciri-cirinya antara lain adalah bulu berwarna hitam, warna bulu pada bagian perut agak kehitaman, paruhnya mirip dengan bebek/itik peliharaan dan bentuknya mirip dengan ayam.

Dengan adanya kebiasaan petani di daerah Nusa Tenggara Timur menggunakan sistem tabela yaitu langsung menebar benih padi pada areal yang telah diolah tanpa tahap pembibitan, hal ini dapat memberi pelaung bagi bebek manila untuk memakan biji padi tersebut terutama pada saat air dalam keadaan kering. Disamping itu juga menyerang bibit padi yang baru tumbuh atau yang masih muda.

Disamping jenis-jenis burung di atas juga terdapat beberapa burung yang mengganggu tanaman padi, tetapi bukan merupakan hama potensial di Nusa Tenggara Timur. Jenis-jenis burung tersebut, misalnya : burung perkutut (Geopeli striata Linnaeus), manyar bintik (Amandava sp.), gelatik (Pada oryzivora Linnaeus), bondol hijau (Erythrura prasina Sparman), burung gereja (Passer montanus malacensis Dubois) dan burung baya (Ploceus philippinus Linnaeus).

Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia yang beriklim panas, namun sebelum memutuskan untuk mulai membuka lahan, perlu diketahui kesesuaian lahan agar tanamana kelapa sawit dapat tumbuh secara optimal.

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

1. Curah Hujan

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah di atas 2.000 mm dan merata sepanjang tahun. hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun. Apabila hujan tidak turun lebih lama lagi, makaakan berpengaruh terhadap produksi buah.

2. Penyinaran Matahari 

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah, maka tanaman ini akan tumbuh dengan baik di lahan dengan penyinaran matahari yang tinggi.

3. Tanah

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan sangat baik di banyak jenis tana, yang terpenting adalah tidak kekurangan air pada saat musim kemarau dan tidak tergenang air pada saat musim hujan (memiliki drainase yang baik) karena apabila tanaman sering tergenang air maka akarnya kan membusuk.

Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit | Petani Hebat


Pohon Kelapa Sawit terdiri dari dua spesies Arecaceae atau famili Palma yang digunakan untuk pertanian komersil untuk menghasilkan minyak kelapa sawit. Pohon kelapa sawit afrika, Elaeis guineensis Jacq, berasal dari Afrika Barat di antara Angola dan Gambia, sedangkan pohon kelapa sawit amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Adapun klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut :


Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Palmaceae
Sub keluarga : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Kandunganya

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini mengembangkan teknologi pengomposan yang telah dipatenkan dengan menggunakan bahan baku limbah kelapa sawit (Patent No. S00200100211, Guritno et al., 2001 dalam PPKS, 2008). Teknologi ini memungkinkan tercapainya “zero waste” pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS), yang berarti semua limbah di PKS akan terolah sehingga tidak ada lagi limbah yang dibuang ke lingkungan. Kompos TKKS tersebut telah dimanfaatkan baik untuk tanaman kelapa sawit itu sendiri, tanaman pangan maupun tanaman hortikultura (PPKS, 2008).

TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama 1 jam, maka akan dihasilkan sebanyak 23 ton (Yunindanova, 2009).

Kandungan nutrisi kompos tandan kosong kelapa sawit: C 35%, N 2,34%, C/N 15, P 0,31%, K 5,53%, Ca 1,46%, Mg 0,96%, dan Air 52%. Kompos TKKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia (Widiastuti dan Panji, 2007). 

Peningkatan pertumbuhan akar dalam tanah yang ditambahkan dengan pupuk atau bahan organik sisa-sisa pembusukan, dapat meningkatkan produksi akar-akar cabang dalam tanah yang diaplikasikan pupuk tersebut. Setiap penambahan pupuk dapat mendorong seluruh pertumbuhan tanaman dan secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan akar pada seluruh kedalaman perakaran normal dan bahkan mendorong perakaran lebih dalam (Muslim, 2009).

Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pemberian bahan organik tanah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, asam oksalat dan asam tatrat akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.

Title : Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Kandunganya
Description : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini mengembangkan teknologi pengomposan yang telah dipatenkan dengan menggunakan bahan baku limb…
Rating : 5