Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Sawit Indonesia – Pemutihan Atau Ambil Alih Paksa Lahan Perkebunan Melalui Peraturan Pemerintah No 60/2012 ?



Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan yang dikeluarkan sejak tanggal 6 Juli 2012. Banyak kalangan telah mendapatkan penjelasan atau sosialisasi dari Kementerian Kehutanan tentang aturan tersebut. Dari uraian sebagian aktivis lingkungan menyatakan bahwa PP No. 60/2012 tersebut telah terjadi pemutihan yang diakomodir oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan.

Pandangan yang menyatakan peraturan pemerintah tersebut sebagai pemutihan tentunya tidak semuanya benar, bahkan cenderung mematikan usaha perkebunan di Indonesia yang telah melakukan kegiatan usaha perkebunan, baik perusahan perkebunan yang sudah berjalan lama maupun perusahaan perkebunan yang saat ini sedang melakukan investasi penanaman. Mengapa peraturan pemerintah ini cenderung mematikan usaha perkebunan? Dapat dilihat dari substansi peraturan tersebut yang mengatur “berlaku surut”. 

Artinya peraturan pemerintah ini adalah sudah dilahirkan untuk mengambil paksa kembali lahan perkebunan dengan dasar atas klaim kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan. Bagaimana mungkin sebuah peraturan perundang-undangan dalam bentuk peraturan pemerintah bertentangan dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU kehutanan. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua kegiatan kehutanan (pengukuhan kawasan hutan) harus dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah. Tentunya yang dimaksud Rencana Tata Ruang Wilayah disini adalah bukan diatur melalui peraturan kehutanan tetapi Undang-Undang Penataan Ruang. Di provinsi dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan di Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dikenal dengan (RTRWK/K). 

Pertanyaannya sejak kapan dan peraturan mana yang menyatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota harus mengikuti ketentuan di dalam Undang-undang Kehutanan, tentu tidak. Hal ini dapat dilihat dari sumber hukum RTRW Provinsi dan RTRW kabupaten/Kota adalah Undang-undang tentang Penataan Ruang. Bahwa sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pemerintah provinsi sudah mengeluarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I dan Pemerintah Kabupaten/Kota telah mengeluarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah  Tingkat II yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. 

Hal tersebut telah sesuai dengan UU No. 24 Tahun 1992 Pasal 21 ayat (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tingkat I merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Daerah Tingkat I ayat (2) pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Daerah Tingkat I, berisi: 

Arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya; 
Arahan pengelolaan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu; 
Arahan pengembangan kawasan pemukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya. Dari ketentuan tersebut jelas kehutanan merupakan satu bagian dari penataan ruang yang sudah masuk dalam RTRW Provinsi. Sehingga peraturan pemerintah ini tidak benar secara substansi peraturan dan isinya karena mengatur hukum lain.

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012 ini selain menyimpang dari Undang-undang No. 24 tahun 1992 Penataan Ruang jo Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga mengatur peristiwa lampau atau mengatur ketentuan ketentuan perundang-undangan yang berlaku surut. Dengan demikian apa yang diatur di dalam Pasal 51A Peraturan Pemerintah ini, jelas niatnya tidak baik karena mengambil alih kewenangan pemerintah daerah yang telah mengeluarkan izin usaha perkebunan atas dasar hukum Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota, yang sumber hukumnya adalah ketentuan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Tata Ruang dan Pemerintahan Daerah. 

Terlebih dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Pebruari 2012 yang telah merubah definisi kawasan hutan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tidak cukup hanya ditunjuk tetapi harus ditetapkan sesuai mekanisme Pasal 14 dan Pasal 15.  Dengan demikian pemerintah daerah mempunyai kedudukan yang sangat kuat dan terlebih jika yang digunakan di dalam pemberian izin usaha perkebunan tersebut sesuai dengan peraturan daerah provinsi karena hal tersebut dijamin oleh konstitusi UUD 1945, khusunya Pasal 18, ayat (6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 

Ketentuan tentang kegiatan usaha perkebunan yang yang izinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah wajib mengajukan pelepasan kawasan hutan tentunya perlu ditelaah kembali; apakah Kementerian Kehutanan telah melakukan penetapan kawasan hutan yang diklaim. Karena sesuai Pasal 14 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; yang mempunyai kekuatan hukum kawasan hutan adalah yang telah dilakukan pengukuhan kawasan hutan. 

Jika ketentuan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012 dipergunakan sebagai acuan, maka pandangan yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah ini memutihkan usaha perkebunan adalah keliru. Karena sesungguhnya pemerintah daerah sudah benar dalam menjalankan hak dan kewenangannya. Sedangkan peraturan pemerintah ini adalah bagian dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 yang di dalam pelaksanaannya tidak dirubah karena ketentuan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012. 

Jika perusahaan perkebunan yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan RTRWP mengajukan permohonan pelepasan sesuai Pasal 51A dan mengajukan tukar menukar sesuai Pasal 51B, berarti pemegang izin tersebut mengakui bahwa kebunnya masuk dalam kawasan hutan.  Pemohon juga akan terkendala ketentuan Pasal 19; Pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat dilakukan pada hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.

Pemohon atau pemilik usaha perkebunan juga akan terjegal dengan ketentuan Pasal 23 ayat  (1) Dalam jangka waktu berlakunya persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Pemohon dilarang melakukan kegiatan di kawasan hutan, kecuali memperoleh dispensasi dari menteri. Ayat (2) dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan kepada pemohon dalam rangka pelaksanaan kegiatan persiapan berupa pembibitan, persemaian, dan/atau prasarana dengan luasan yang sangat terbatas; dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dispensasi diatur dengan peraturan menteri.

Kendala lain seperti usaha perkebunan yang telah memiliki HGU akan kembali menjadi kawasan hutan, sesuai Pasal 25: Berdasarkan keputusan menteri tentang pelepasan kawasan hutan dan dipenuhinya persyaratan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, instansi yang berwenang di bidang pertanahan menerbitkan sertifikat hak atas tanah.

Kewajiban pemohon juga terikat ketentuan Pasal 50 ayat (1) persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan dapat dibatalkan oleh menteri apabila: a. Tidak memenuhi kewajiban dalam tenggang waktu yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2); b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) atau c. Pemegang persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan membuka kawasan hutan sebelum mendapat dispensasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). Ayat (2) Pembatalan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai setelah diberikan peringatan tertulis oleh menteri sebanyak 3 (tiga) kali masing-masing dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk setiap kali peringatan.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012, pemutihan sebenarnya tidak ada dan yang terjadi adalah menarik kembali areal perkebunan yang telah diberikan izinnya oleh pemerintah daerah menjadi areal hutan. Jika mengacu kepada ketentuan perundang-undangan di bidang kehutanan, maka pengambilalihan areal perkebunan menjadi areal hutan akan terjadi jika semua perusahaan perkebunan mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan atau tukar menukar. 

Sebagai kata kuncinya Kementerian Kehutanan apakah mungkin akan melanggar ketentuannya sendiri karena sesuai Permenhut No. 33/Menhut-II/2010 jo Permenhut No.17/Menhut-II/2011 jo P.44/Menhut-II/2011 sudah digariskan bahwa dispensasi pembukaan lahan hanya dapat diberikan kepada pemohon berdasarkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan HPK. Dispensasi hanya dapat diberikan dalam rangka kegiatan persiapan seperti, pembibitan, persemaian, dan/atau prasarana dengan luasan yang sangat terbatas. Luas dispensasi yang dapat diberikan adalah 10% dari persetujuan prinsip dan dikunci lagi dengan paling banyak seluas 200 hektar. Prioritas areal dispensasi adalah areal yang tidak berhutan, setelah mendapat pertimbangan teknis dari kepala dinas kabupaten/Kota. 

Dispensasi menjadi kata kunci, apakah Kementerian Kehutanan akan melakukan perubahan ketentuan dispensasi? Jika ya, maka pemutihan terjadi dan ada ancaman hukumnya dikarenakan menguntungkan orang lain atau korporasi. Jika tidak, maka sangat berat bagi pemohon karena mengikuti ketentuan PP 60, ternyata investasinya tidak dilindungi oleh pemerintah. 

Tentunya karena PP 60 mengatur peristiwa yang berlaku surut, maka potensi gugatan kerugian investasi dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan kepada pemerintah daerah dan pusat. Sayang posisi Kementerian Kehutanan sangat lemah, karena bagian terbesar klaim kawasan hutan yang telah diberikan untuk kegiatan usaha perkebunan belum ditetapkan menjadi kawasan hutan.  Akhirnya usaha perkebunan di Indonesia tidak ada kepastian hukumnya dan cenderung diambil-alih paksa dengan PP 60.

Oleh: Dr. Sadino, SH.MH, Direktur Eksekutif Natural Resources Law & Business Institute

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Pemutihan Atau Ambil Alih Paksa Lahan Perkebunan Melalui Peraturan Pemerintah No 60/2012 ?



Advertisements

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan yang dikeluarkan sejak tanggal 6 Juli 2012. Banyak kalangan telah mendapatkan penjelasan atau sosialisasi dari Kementerian Kehutanan tentang aturan tersebut. Dari uraian sebagian aktivis lingkungan menyatakan bahwa PP No. 60/2012 tersebut telah terjadi pemutihan yang diakomodir oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan.

Pandangan yang menyatakan peraturan pemerintah tersebut sebagai pemutihan tentunya tidak semuanya benar, bahkan cenderung mematikan usaha perkebunan di Indonesia yang telah melakukan kegiatan usaha perkebunan, baik perusahan perkebunan yang sudah berjalan lama maupun perusahaan perkebunan yang saat ini sedang melakukan investasi penanaman. Mengapa peraturan pemerintah ini cenderung mematikan usaha perkebunan? Dapat dilihat dari substansi peraturan tersebut yang mengatur “berlaku surut”. 

Artinya peraturan pemerintah ini adalah sudah dilahirkan untuk mengambil paksa kembali lahan perkebunan dengan dasar atas klaim kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan. Bagaimana mungkin sebuah peraturan perundang-undangan dalam bentuk peraturan pemerintah bertentangan dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU kehutanan. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua kegiatan kehutanan (pengukuhan kawasan hutan) harus dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah. Tentunya yang dimaksud Rencana Tata Ruang Wilayah disini adalah bukan diatur melalui peraturan kehutanan tetapi Undang-Undang Penataan Ruang. Di provinsi dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan di Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dikenal dengan (RTRWK/K). 

Pertanyaannya sejak kapan dan peraturan mana yang menyatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota harus mengikuti ketentuan di dalam Undang-undang Kehutanan, tentu tidak. Hal ini dapat dilihat dari sumber hukum RTRW Provinsi dan RTRW kabupaten/Kota adalah Undang-undang tentang Penataan Ruang. Bahwa sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pemerintah provinsi sudah mengeluarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I dan Pemerintah Kabupaten/Kota telah mengeluarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah  Tingkat II yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. 

Hal tersebut telah sesuai dengan UU No. 24 Tahun 1992 Pasal 21 ayat (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tingkat I merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Daerah Tingkat I ayat (2) pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Daerah Tingkat I, berisi: 

Arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya; 
Arahan pengelolaan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu; 
Arahan pengembangan kawasan pemukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya. Dari ketentuan tersebut jelas kehutanan merupakan satu bagian dari penataan ruang yang sudah masuk dalam RTRW Provinsi. Sehingga peraturan pemerintah ini tidak benar secara substansi peraturan dan isinya karena mengatur hukum lain.

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012 ini selain menyimpang dari Undang-undang No. 24 tahun 1992 Penataan Ruang jo Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga mengatur peristiwa lampau atau mengatur ketentuan ketentuan perundang-undangan yang berlaku surut. Dengan demikian apa yang diatur di dalam Pasal 51A Peraturan Pemerintah ini, jelas niatnya tidak baik karena mengambil alih kewenangan pemerintah daerah yang telah mengeluarkan izin usaha perkebunan atas dasar hukum Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota, yang sumber hukumnya adalah ketentuan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Tata Ruang dan Pemerintahan Daerah. 

Terlebih dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Pebruari 2012 yang telah merubah definisi kawasan hutan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tidak cukup hanya ditunjuk tetapi harus ditetapkan sesuai mekanisme Pasal 14 dan Pasal 15.  Dengan demikian pemerintah daerah mempunyai kedudukan yang sangat kuat dan terlebih jika yang digunakan di dalam pemberian izin usaha perkebunan tersebut sesuai dengan peraturan daerah provinsi karena hal tersebut dijamin oleh konstitusi UUD 1945, khusunya Pasal 18, ayat (6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 

Ketentuan tentang kegiatan usaha perkebunan yang yang izinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah wajib mengajukan pelepasan kawasan hutan tentunya perlu ditelaah kembali; apakah Kementerian Kehutanan telah melakukan penetapan kawasan hutan yang diklaim. Karena sesuai Pasal 14 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; yang mempunyai kekuatan hukum kawasan hutan adalah yang telah dilakukan pengukuhan kawasan hutan. 

Jika ketentuan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012 dipergunakan sebagai acuan, maka pandangan yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah ini memutihkan usaha perkebunan adalah keliru. Karena sesungguhnya pemerintah daerah sudah benar dalam menjalankan hak dan kewenangannya. Sedangkan peraturan pemerintah ini adalah bagian dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 yang di dalam pelaksanaannya tidak dirubah karena ketentuan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012. 

Jika perusahaan perkebunan yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan RTRWP mengajukan permohonan pelepasan sesuai Pasal 51A dan mengajukan tukar menukar sesuai Pasal 51B, berarti pemegang izin tersebut mengakui bahwa kebunnya masuk dalam kawasan hutan.  Pemohon juga akan terkendala ketentuan Pasal 19; Pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat dilakukan pada hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.

Pemohon atau pemilik usaha perkebunan juga akan terjegal dengan ketentuan Pasal 23 ayat  (1) Dalam jangka waktu berlakunya persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Pemohon dilarang melakukan kegiatan di kawasan hutan, kecuali memperoleh dispensasi dari menteri. Ayat (2) dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan kepada pemohon dalam rangka pelaksanaan kegiatan persiapan berupa pembibitan, persemaian, dan/atau prasarana dengan luasan yang sangat terbatas; dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dispensasi diatur dengan peraturan menteri.

Kendala lain seperti usaha perkebunan yang telah memiliki HGU akan kembali menjadi kawasan hutan, sesuai Pasal 25: Berdasarkan keputusan menteri tentang pelepasan kawasan hutan dan dipenuhinya persyaratan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, instansi yang berwenang di bidang pertanahan menerbitkan sertifikat hak atas tanah.

Kewajiban pemohon juga terikat ketentuan Pasal 50 ayat (1) persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan dapat dibatalkan oleh menteri apabila: a. Tidak memenuhi kewajiban dalam tenggang waktu yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2); b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) atau c. Pemegang persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan membuka kawasan hutan sebelum mendapat dispensasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). Ayat (2) Pembatalan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai setelah diberikan peringatan tertulis oleh menteri sebanyak 3 (tiga) kali masing-masing dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk setiap kali peringatan.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012, pemutihan sebenarnya tidak ada dan yang terjadi adalah menarik kembali areal perkebunan yang telah diberikan izinnya oleh pemerintah daerah menjadi areal hutan. Jika mengacu kepada ketentuan perundang-undangan di bidang kehutanan, maka pengambilalihan areal perkebunan menjadi areal hutan akan terjadi jika semua perusahaan perkebunan mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan atau tukar menukar. 

Sebagai kata kuncinya Kementerian Kehutanan apakah mungkin akan melanggar ketentuannya sendiri karena sesuai Permenhut No. 33/Menhut-II/2010 jo Permenhut No.17/Menhut-II/2011 jo P.44/Menhut-II/2011 sudah digariskan bahwa dispensasi pembukaan lahan hanya dapat diberikan kepada pemohon berdasarkan persetujuan prinsip pelepasan kawasan HPK. Dispensasi hanya dapat diberikan dalam rangka kegiatan persiapan seperti, pembibitan, persemaian, dan/atau prasarana dengan luasan yang sangat terbatas. Luas dispensasi yang dapat diberikan adalah 10% dari persetujuan prinsip dan dikunci lagi dengan paling banyak seluas 200 hektar. Prioritas areal dispensasi adalah areal yang tidak berhutan, setelah mendapat pertimbangan teknis dari kepala dinas kabupaten/Kota. 

Dispensasi menjadi kata kunci, apakah Kementerian Kehutanan akan melakukan perubahan ketentuan dispensasi? Jika ya, maka pemutihan terjadi dan ada ancaman hukumnya dikarenakan menguntungkan orang lain atau korporasi. Jika tidak, maka sangat berat bagi pemohon karena mengikuti ketentuan PP 60, ternyata investasinya tidak dilindungi oleh pemerintah. 

Tentunya karena PP 60 mengatur peristiwa yang berlaku surut, maka potensi gugatan kerugian investasi dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan kepada pemerintah daerah dan pusat. Sayang posisi Kementerian Kehutanan sangat lemah, karena bagian terbesar klaim kawasan hutan yang telah diberikan untuk kegiatan usaha perkebunan belum ditetapkan menjadi kawasan hutan.  Akhirnya usaha perkebunan di Indonesia tidak ada kepastian hukumnya dan cenderung diambil-alih paksa dengan PP 60.

Oleh: Dr. Sadino, SH.MH, Direktur Eksekutif Natural Resources Law & Business Institute

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Peran Dan Tugas Kepala Afdeling Dalam Manajemen Perkebunan



Tanpa disadari bahwa seorang kepala afdeling atau asisten afdeling adalah bagian  dari manager terdepan dalam sebuah perusahaan. Manager memegang otoritas yang menentukan perkembangan afdeling. Kedudukannya sangat strategi, karena hubungan secara langsung dengan pengambilan keputusan dan kebijaksanaan yang ditetapkan untuk dilaksanakan secara operasional oleh seluruh bawahannya dalam sebuah wilayah afdeling. Otoritas terhadap kebijakan afdeling tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada perusahaan.

Management dalam sebuah afdeling bisa berjalan dengan bagus jika kepala afdeling, asisten afdeling atau kepala divisi mampu melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai seorang manager. Manager afdeling yang biasa disebut kepala afdeling selain  bertanggung jawab atas kegiatan agronomi untuk luasan ± 600 – 700 hektare  melalui pengawasan dan pengendalian operasional juga  bertanggung jawab atas terciptanya kondisi tempat kerja yang aman atas kemungkinan terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja. Dan tidak kalah pentingnya adalah menciptakan dan membina hubungan yang harmonis dengan masyarakat setempat.

Dari  tugas dan wewenang diatas bahwa fungsi kepala afdeling selain sebagai seorang human resources juga sebagai community development. Tugas internalnya adalah bagaimana memberdayakan potensi yang ada di afdeling dan menjaga kestabilan kerja karyawan. Untuk tugas eksternalnya adalah bagaimana menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar sebagai bagian dari stakeholder perusahaan untuk tetap menjadi mitra bagi perusahaan.

Dalam menjalankan peran dan tugasnya seorang kepala afdeling mempunyai tugas yang di turunkan dalam tugas harian, tugas mingguan, tugas bulanan dan tugas tahunan. Tugas-tugas tersebut dijalankan melalui koridor kontrol dan evaluasi. Bentuk pertanggungjawaban seorang kepala afdeling bisa ke kepala kebun, estate manager, ataupun administratur, tergantung bentuk susunan organisasi perusahaan. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut maka proses teamwork harus dibentuk di internal afdeling tersebut.

Adapun tugas harian secara teknis seorang kepala afdeling adalah sebagai berikut :

1. Membangun budaya apel pagi,

Baik apel pagi yang diselenggarakan dengan administratur sebagai atasan dan dilanjut apel pagi dengan mandor dan karyawan. Dari apel pagi inilah akan dijalin sebuah komunikasi yang intensif terhadap permasalahan yang akan dilakukan. Di apel pagi dengan mandor dan karyawan akan dijelaskan seluruh agenda kerja pada hari itu. Kebutuhan tenaga, jenis pekerjaan dan siapa yang akan melakukan akan disampaikan di apel pagi.

2. Mengontrol kegiatan yang di lapangan.

Dalam mengontrol kegiatan di lapangan maka sistem prioritas pengontrolan perlu dilakukan. Dalam mengontrol usahakan pekerjaan bersifat harian dan menggunakan material didahulukan. Sebagai contoh adalah pekerjaan pemupukan dan chemical. Dalam pekerjaan ini kepala afdeling harus hadir dalam kegiatan pekerjaan. Bahkan sebelum melakukan pekerjaan kepala afdeling harus memberikan demonstrasi kepada karyawan. Bagaimana cara menggunakan alat, dosis berapa, tujuanya apa harus didemonstrasikan kepada karyawan sebelum kegiatan dilaksanakan.hal ini supaya pekerjaan yang menggunkan material benar-benar efektif baik kualitas dan kuantitasnya, dan juga tidak terjadi sebuah pemborosan karena ketika pelaksanaannya tidak benar maka akan berpengaruh terhadap kebutuhan tanaman.

3. Melakukan evaluasi sore.

Evaluasi sore sangat perlu dilakukan, hal ini dengan tujuan melihat permasalahan yang dihadapi karyawan dan mandor dilapangan. Dari permasalahan yang ada akan ditemukan solusi, yang akan dijadikan perbaikan pada keesokan harinya.Sehingga permasalahan tidak terjadi lagi.

Evaluasi sore juga dibuat untuk merencanakan kegiatan esok hari, baik kebutuhan tenaga, alat yang digunakan dengan maksud semua perlengkapan yang diperlukan sudah siap pada malam hari.

Secara garis besar diatas tentunya kepala afdeling secara harian akan membuat jadwal kegiatan harian secara mendetail, tergantung kebutuhan afdeling. Contohnya adalah jika afdeling masih pengembangan maka jadwalnya berbeda dengan afdeling yang sudah berproduksi. Tetapi pada dasarnya semua kegiatan di afdeling harus diketahui dan merupakan tanggung jawab dalam menentukan kebijakan.

Selain tugas harian, juga ada tugas mingguan, bulanan dan tahunan dari asisten afdeling. Sebagai contoh evaluasi mingguan, kontrol blok secara bersama,sama serta pembuatan rencana kerja bulanan dan pembuatan budget tahunan yang dilakukan setiap akhir tahun. Begitu banyak tugas yang dilakukan seorang kepala afdeling. Dari  hasil tugas dan fungsi tersebut maka sebuah managerial perlu dikembangkan oleh kepala afdeling. Bagaimana mengelola mandor supaya dapat menjalankan semua  kebijakan sangat diperlukan.

Proses belajar untuk perbaikan terus dilakukan. Jika kepala afdeling sebagai manager terdepan sudah mempunyai kualitas dan kuantitas yang bagus maka niscanya perusahaan akan berjalan sesuai dengan cita-citanya. 

Oleh : Bejo Utomo, Plantation Plan, Development, and Control Manager PT CT Agro.

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Peran Dan Tugas Kepala Afdeling Dalam Manajemen Perkebunan



Advertisements

Tanpa disadari bahwa seorang kepala afdeling atau asisten afdeling adalah bagian  dari manager terdepan dalam sebuah perusahaan. Manager memegang otoritas yang menentukan perkembangan afdeling. Kedudukannya sangat strategi, karena hubungan secara langsung dengan pengambilan keputusan dan kebijaksanaan yang ditetapkan untuk dilaksanakan secara operasional oleh seluruh bawahannya dalam sebuah wilayah afdeling. Otoritas terhadap kebijakan afdeling tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kepada perusahaan.

Management dalam sebuah afdeling bisa berjalan dengan bagus jika kepala afdeling, asisten afdeling atau kepala divisi mampu melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai seorang manager. Manager afdeling yang biasa disebut kepala afdeling selain  bertanggung jawab atas kegiatan agronomi untuk luasan ± 600 – 700 hektare  melalui pengawasan dan pengendalian operasional juga  bertanggung jawab atas terciptanya kondisi tempat kerja yang aman atas kemungkinan terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja. Dan tidak kalah pentingnya adalah menciptakan dan membina hubungan yang harmonis dengan masyarakat setempat.

Dari  tugas dan wewenang diatas bahwa fungsi kepala afdeling selain sebagai seorang human resources juga sebagai community development. Tugas internalnya adalah bagaimana memberdayakan potensi yang ada di afdeling dan menjaga kestabilan kerja karyawan. Untuk tugas eksternalnya adalah bagaimana menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar sebagai bagian dari stakeholder perusahaan untuk tetap menjadi mitra bagi perusahaan.

Dalam menjalankan peran dan tugasnya seorang kepala afdeling mempunyai tugas yang di turunkan dalam tugas harian, tugas mingguan, tugas bulanan dan tugas tahunan. Tugas-tugas tersebut dijalankan melalui koridor kontrol dan evaluasi. Bentuk pertanggungjawaban seorang kepala afdeling bisa ke kepala kebun, estate manager, ataupun administratur, tergantung bentuk susunan organisasi perusahaan. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut maka proses teamwork harus dibentuk di internal afdeling tersebut.

Adapun tugas harian secara teknis seorang kepala afdeling adalah sebagai berikut :

1. Membangun budaya apel pagi,

Baik apel pagi yang diselenggarakan dengan administratur sebagai atasan dan dilanjut apel pagi dengan mandor dan karyawan. Dari apel pagi inilah akan dijalin sebuah komunikasi yang intensif terhadap permasalahan yang akan dilakukan. Di apel pagi dengan mandor dan karyawan akan dijelaskan seluruh agenda kerja pada hari itu. Kebutuhan tenaga, jenis pekerjaan dan siapa yang akan melakukan akan disampaikan di apel pagi.

2. Mengontrol kegiatan yang di lapangan.

Dalam mengontrol kegiatan di lapangan maka sistem prioritas pengontrolan perlu dilakukan. Dalam mengontrol usahakan pekerjaan bersifat harian dan menggunakan material didahulukan. Sebagai contoh adalah pekerjaan pemupukan dan chemical. Dalam pekerjaan ini kepala afdeling harus hadir dalam kegiatan pekerjaan. Bahkan sebelum melakukan pekerjaan kepala afdeling harus memberikan demonstrasi kepada karyawan. Bagaimana cara menggunakan alat, dosis berapa, tujuanya apa harus didemonstrasikan kepada karyawan sebelum kegiatan dilaksanakan.hal ini supaya pekerjaan yang menggunkan material benar-benar efektif baik kualitas dan kuantitasnya, dan juga tidak terjadi sebuah pemborosan karena ketika pelaksanaannya tidak benar maka akan berpengaruh terhadap kebutuhan tanaman.

3. Melakukan evaluasi sore.

Evaluasi sore sangat perlu dilakukan, hal ini dengan tujuan melihat permasalahan yang dihadapi karyawan dan mandor dilapangan. Dari permasalahan yang ada akan ditemukan solusi, yang akan dijadikan perbaikan pada keesokan harinya.Sehingga permasalahan tidak terjadi lagi.

Evaluasi sore juga dibuat untuk merencanakan kegiatan esok hari, baik kebutuhan tenaga, alat yang digunakan dengan maksud semua perlengkapan yang diperlukan sudah siap pada malam hari.

Secara garis besar diatas tentunya kepala afdeling secara harian akan membuat jadwal kegiatan harian secara mendetail, tergantung kebutuhan afdeling. Contohnya adalah jika afdeling masih pengembangan maka jadwalnya berbeda dengan afdeling yang sudah berproduksi. Tetapi pada dasarnya semua kegiatan di afdeling harus diketahui dan merupakan tanggung jawab dalam menentukan kebijakan.

Selain tugas harian, juga ada tugas mingguan, bulanan dan tahunan dari asisten afdeling. Sebagai contoh evaluasi mingguan, kontrol blok secara bersama,sama serta pembuatan rencana kerja bulanan dan pembuatan budget tahunan yang dilakukan setiap akhir tahun. Begitu banyak tugas yang dilakukan seorang kepala afdeling. Dari  hasil tugas dan fungsi tersebut maka sebuah managerial perlu dikembangkan oleh kepala afdeling. Bagaimana mengelola mandor supaya dapat menjalankan semua  kebijakan sangat diperlukan.

Proses belajar untuk perbaikan terus dilakukan. Jika kepala afdeling sebagai manager terdepan sudah mempunyai kualitas dan kuantitas yang bagus maka niscanya perusahaan akan berjalan sesuai dengan cita-citanya. 

Oleh : Bejo Utomo, Plantation Plan, Development, and Control Manager PT CT Agro.

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Penundaan Pemberian Izin Baru Dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer Dan Lahan Gambut



a. Economic Analysis of Law terhadap LoI dan Produk Turunannya

Economic Analysis of Law pertama kali digagas oleh Posner. Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi kebijakan atau langkah-langkah hukum yang diambil dengan membandingkan antara langkah hukum yang satu dengan yang lain. 

Terkait dengan LoI (terutama poin moratorium) harus dihitung untung rugi apakah tetap mengacu LoI atau melakukan negoisasi ulang. Jika kita tetap mengacu pada substansi LoI, maka keuntungan yang bisa didapat adalah komitmen pemberian dana maksimal US $ 1 milyar yang akan disalurkan mulai Januari 2014 sampai akhir 2016. Pemberian bantuan tidak otomatis 100 % diterima Indonesia karena tergantung dari pencapaian Indonesia dalam menjaga hutan. Di samping itu, jika kita berhasil dalam proyek ini, maka diharapkan akan meningkatkan minat negara atau perusahaan untuk membeli karbon yang diserap oleh hutan Indonesia. Harga produk-produk hutan Indonesia pun akan makin meningkat karena Indonesia sudah berhasil  mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari.

Sedangkan kerugian yang diderita akibat taat pada LoI yakni produksi sawit dan pertambangan menjadi terganggu, kegiatan pembangunan yang menggunakan kawasan hutan menjadi mandek, peningkatan pengangguran, berkurangnya pajak dan PNBP dari sektor yang direncanakan menggunakan hutan.

Dengan membandingkan secara sekilas tentang keuntungan dan kerugian, maka dapat dilihat bahwa Indonesia mengalami banyak kerugian akibat adanya poin moratorium perijinan yang diatur dalam LoI. Nilai konstribusi US $ 1 milyar tidak sebanding dengan kerugian akibat mandeknya pembangunan non kehutanan dan campur tangan asing dalam mengelola hutan Indonesia.

b. Potensi Konflik Hukum terhadap Moratorium izin dalam kawasan hutan

Permasalahan perizinan di dalam kawasan hutan tidak dapat hanya dilihat dari rencana saja sebagaimana yang tertuang di dalam LoI, tetapi permasalahan kawasan hutan di Indonesia adalah sudah berlangsung dalam waktu yang sangat panjang, yaitu mulai dikeluarkannya Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada tahun 1982 yang sampai saat ini tidak menjawab tentang adanya kepastian hukum atas kawasan hutan di Indonesia. Permasalahan kehutanan oleh pengelola hutan tidak disikapi secara bijak dengan memperhatikan kepentingan lain yang tumbuh dan berkembang. TGHK ini jelas mempertahankan status quo masalah kejelasan kawasan hutan. Pengelola hutan telah mengesampingkan stakeholders diluar sektor kehutanan dan cenderung tidak menganggap keberadaannya. Masyarakat sekitar hutan termarginalisasi, hak-hak adat terusir dari akarnya, sektor lain diluar kehutanan tidak pernah dihargai bahwa ia bagian dari stakeholders yang harus diperhatikan. Asumsi yang digunakan oleh pengelola hutan adalah mempertahankan luasan kawasan hutan, sedangkan kawasan hutan di Indonesia adalah hasil ”penunjukan” yang hanya dibuat di atas peta dan sampai saat ini baru 12 % kawasan hutan akibat penunjukan hutan yang menyimpang. Pengelola hutan hanya selalu mendasarkan pada luasan hutan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1982 yang dipertanyakan kebenarannya di lapangan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah belum terjadi titik temu tentang luasan kawasan hutan khususnya Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah. 

Proses penentuan kawasan hutan yang ada hanya memenuhi keberlakuan secara yuridikal saja tetapi mengabaikan keberlakuan faktual dan keberlakuan moral, sedangkan untuk mencapai adanya pengakuan hukum dalam Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan juga padu serasi dan penunjukan kawasan hutan tidak dapat dilepaskan dari keberlakuan penentuan kawasan hutan secara faktual, yuridikal dan sosiologikal.  Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya penegakan hukum kehutanan, baik itu melalui penegakan hukum pidana, hukum administrasi/tata usaha negara. Agar kawasan hutan yang ada saat ini harus menuju kepada keberlakuan hukum yang mencakup: 

Keberlakuan faktual, yang disebut juga keberlakukan sosial atau keberlakukan sosiologikal atau keberlakuan empirikal.
Keberlakuan yuridikal, yang disebut juga keberlakukan formal atau keberlakuaan normatif;
Keberlakuan moral, yang disebut juga keberlakuan filosofikal atau keberlakuan evaluatif atau keberlakuan materiil atau keberlakuan substansial.   

Keberlakuan faktual, yaitu kaidah hukum dikatakan memiliki keberlakuan faktual, jika kaidah itu dalam kenyataan sungguh-sungguh di dipatuhi oleh para warga masyarakat dan oleh para pejabat yang berwenang sungguh-sungguh diterapkan dan ditegakkan. Dengan demikian, kaidah hukum tersebut dikatakan efektif. Sebab, berhasil mempengaruhi perilaku para warga dan pejabat masyarakat. Kenyataan tentang  adanya keberlakuan faktual ini dapat diteliti secara empirikal oleh Sosiologi Hukum, dengan menggunakan metode-metode yang lazim dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam perspektif Sosiologi Hukum, maka hukum itu tampil sebagai ”das Sein-Sollen”, yakni kenyataan sosiologikal (perilaku sosial yang sungguh-sungguh terjadi dalam kenyataan masyarakat riil) yang mengacu keharusan normatif (kaidah).

Keberlakuan Yuridikal; kaidah hukum memiliki keberlakuan yuridikal, jika kaidah itu dibentuk sesuai dengan aturan prosedur yang berlaku oleh pihak (badan, pejabat) yang berwenang, dan isinya secara substansial tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum lainnya (terutama yang kedudukannya lebih tinggi). Artinya, jika kaidah hukum itu dapat ditempatkan atau mempunyai tempat di dalam keseluruhan sistem hukum yang berlaku. Aspek keberlakuan ini terutama menjadi obyek studi ilmu hukum, yang disebut juga ilmu hukum dogmatik atau dogmatika hukum atau ilmu hukum normatif atau ilmu hukum praktikal. Dalam perspektif ilmu hukum, maka hukum itu tampil sebagai ”das-sollen-sein” yakni kaidah atau norma das-sollen yang berakar dan timbul dari dalam dan terarah balik pada (artinya: ditujukan untuk mengatur) kenyataan sosiologikal (das-Sein). Oleh karena itu, aspek keberlakuan faktual dan keberlakuan moral dalam perspektif ilmu hukum tidak diabaikan, mengingat pada analisis terakhir, ilmu hukum itu terarah untuk menyajikan alternatif penyelesaian terhadap masalah hukum konkret.

Keberlakuan moral, kaidah hukum memiliki keberlakuan moral jika isinya secara etik atas dasar pertimbangan akal dapat diterima (dibenarkan); jadi berdasarkan keyakinan moral yang hidup dalam masyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai fundamental dan martabat manusia, dan dengan demikian memenuhi rasa atau tuntutan keadilan. Aspek keberlakuan ini terutama menjadi obyek telaah filsafat hukum. Dalam perspektif filsafat hukum ini, maka hukum itu tampil sebagai ”das Sollen”.

Kaidah hukum positif dikatakan memiliki kekuatan berlaku atau hukum yang berlaku dan memiliki daya-penegakan, jadi memiliki kekuatan mengikat warga masyarakat dan otoritas publik, jika kaidah hukum itu memiliki keberlakuan faktual, keberlakuan yuridikal dan keberlakuan moral. Kaidah hukum yang hanya memiliki keberlakuaan yuridikal saja, namun kepatuhannya dipaksakan dengan penggunaan aparat kekuasaan negara adalah bukan hukum lagi, melainkan hanya pernyataan kekuasaan belaka. Kaidah hukum yang hanya memiliki keberlakuan faktual saja adalah kaidah moral positif atau adat saja. Kaidah hukum yang memiliki keberlakuan filosofis saja adalah kaidah moral saja.

Seperti telah disinggung sebelumnya, penyelesaian penunjukan kawasan hutan yang secara hukum oleh Pemerintah (Kementerian Kehutanan) masih dipertanyakan keakuratan datanya oleh banyak pihak karena produk penunjukan kawasan hutan seperti di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan dibeberapa provinsi di Indonesia masih terjadi ketidaksinkronan antara Pemerintah Provinsi/kabupaten dengan pemerintah pusat. Keadaann ini tentunya lebih dialami oleh provinsi yang belum ada penunjukan kawasan hutan seperti Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah akan menjadi lebih kompleks permasalahan yang akan dihadapi Kementerian Kehutanan. 

Dari era tahun 1999 sampai saat ini ternyata Pemerintah belum dapat menyelesaikan permasalahan kehutanan, khususnya yang terkait dengan kawasan hutan yang disebabkan oleh ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan lainnya. Akibatnya di hampir seluruh wilayah Indonesia terjadi konflik perizinan yang tidak terselesaikan sampai saat ini. Penyelesaian yang diambil hanya saling menyalahkan dan melempar tanggungjawab oleh pemegang kebijakan. Akibatnya perijinan yang telah ada cenderung menjadi bom waktu untuk obyek penderitaan bagi pemebri izin maupun penerima izin, yang tentunya obyek berupa sumber daya hutan akan semakin tertekan. 

Upaya penegakan hukum tidak mudah dijalankan dengan mengingat sengketa hukum yang terjadi tidak hanya pada pelanggaran pidana atas kawasan hutan tetapi dapat menjadi sengketa kepemilikan, sengketa administrasi/tata usaha negara dan juga sengketa perdata. Jika penegakan hukum tidak dilakukan secara komprehensip, maka antar Pemerintah dengan masyarakat bisa saling gugat menggugat dan ada risiko Pemerintah Daerah maupun Negara akan digugat oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin dengan kerugian yang telah dialaminya. Seperti halnya yang terjadi di Kalimantan Tengah, kesalahan tidak murni kesalahan pengusaha pemegang izin tetapi juga kesalahan pemerintah. 

c. Kesimpulan dan Saran
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

LoI antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia tentang Kerja Sama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.bukanlah perjanjian dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kedua belah pihak.
LoI tersebut melanggar beberapa peraturan perundang-undangan seperti UUD 1945, UU Penanaman Modal, UU Kehutanan, PP Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, serta PP Penggunaan Kawasan Hutan.
Poin moratorium LoI lebih banyak mengandung kerugian daripada keuntungan yang diperoleh Indonesia. Nilai konstribusi US $ 1 milyar tidak sebanding dengan kerugian yang diderita Indonesia.
Dengan adanya moratorium LoI, maka berpotensi terjadinya sengketa hukum antara pemerintah dengan masyarakat yang disebabkan kebijakan pemerintah itu sendiri.
SARAN

Perlu dilakukan perhitungan untung rugi dari aspek ekonom secara detail terkait pelaksanaan LoI. Jika ternyata LoI mengakibatkan kerugian daripada keuntungan, maka pemerintah perlu melakukan negoisasi ulang atau revisi LoI ke Pemerintah Norwegia dan moratorium diarahkan kepada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi. Semua ketersediaan bahan energi adalah di dalam kawasan hutan karena penunjukan melalui TGHK di masa lalu dan semua lahan yang ada semuanya masuk di dalam kawasan hutan jika berpedoman pada TGHK semata. 

DAFTAR  PUSTAKA
Anonim, “Perbedaan antara MoU dan Kontrak”, diakses 21 Juli 2010 di http://saepudinonline.wordpress.com/2010/07/04/perbedaan-antara-mou-dengan-kontrak/
Angelsen, Arild, 2009, Realising REDD + : National Strategy and Policy Options, CIFOR: Bogor.
Dawarja, Agustinus, Aksioma Lase, Perjanjian: Pengertian Pokok dan Teknik Perancangannya, diakses tanggal 21 Juli 2010 di http://www.lexregis.com/?menu=legal_article&id_la=1
Departemen Kehutanan, 2009. Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2009. Jakarta
Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Ditjen BPK-Kementerian Kehutanan, 2009. Data Identifikasi Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Ijin di 26 Provinsi Tahun 2010 – 2014. Jakarta.
Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Ditjen BPK-Kementerian Kehutanan, 2009. Laporan Perkembangan Pemanfaatan dan Penggunaan Hutan Produksi Triwulan IV (Oktober – Desember 2009). Jakarta.
Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Ditjen BPK-Kementerian Kehutanan, 2010. Laporan Perkembangan Pemanfaatan dan Penggunaan Hutan Produksi Triwulan I (Januari – Maret 2010). Jakarta.
Ministry of Environment Norway, “Norway and The Amazon Fund”, dapat diakses di http://www.regjeringen.no/en/dep/md/Selected-topics/climate/the-government-of-norways-international-/norway-amazon-fund.html?id=593978
Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan-Badan Planologi Kehutanan-Dephut, 2008. Penghitungan Deforestasi Indonesia tahun 2008. Jakarta
Bisnis Indonesia, 2 Juli 2010, “Efektifitas Moratorium Lahan Diragukan”.
Media Indonesia, 29 Juni 2010, ” Waspadai Kepentingan Terselubung di Balik Moratorium Oslo”.
Media Indonesia, 14 Juli 2010, “Moratorium Hutan Tetap 2 Tahun”
Koran Jakarta, 1 Juni 2010, “Waspadai Motif Hibah Norwegia”.
Sadino, Problematika Penegakan Hukum Pidana Pada Pengelolaan Hutan di Indonesia, Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan, Jakarta, 2010.

Oleh : Dr. Sadino, SH.,MH. (Direktur Eksekutif Natural  Resources Law&Business Institute) Bagian Kedua-Selesai

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Penundaan Pemberian Izin Baru Dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer Dan Lahan Gambut



Advertisements

a. Economic Analysis of Law terhadap LoI dan Produk Turunannya

Economic Analysis of Law pertama kali digagas oleh Posner. Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi kebijakan atau langkah-langkah hukum yang diambil dengan membandingkan antara langkah hukum yang satu dengan yang lain. 

Terkait dengan LoI (terutama poin moratorium) harus dihitung untung rugi apakah tetap mengacu LoI atau melakukan negoisasi ulang. Jika kita tetap mengacu pada substansi LoI, maka keuntungan yang bisa didapat adalah komitmen pemberian dana maksimal US $ 1 milyar yang akan disalurkan mulai Januari 2014 sampai akhir 2016. Pemberian bantuan tidak otomatis 100 % diterima Indonesia karena tergantung dari pencapaian Indonesia dalam menjaga hutan. Di samping itu, jika kita berhasil dalam proyek ini, maka diharapkan akan meningkatkan minat negara atau perusahaan untuk membeli karbon yang diserap oleh hutan Indonesia. Harga produk-produk hutan Indonesia pun akan makin meningkat karena Indonesia sudah berhasil  mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari.

Sedangkan kerugian yang diderita akibat taat pada LoI yakni produksi sawit dan pertambangan menjadi terganggu, kegiatan pembangunan yang menggunakan kawasan hutan menjadi mandek, peningkatan pengangguran, berkurangnya pajak dan PNBP dari sektor yang direncanakan menggunakan hutan.

Dengan membandingkan secara sekilas tentang keuntungan dan kerugian, maka dapat dilihat bahwa Indonesia mengalami banyak kerugian akibat adanya poin moratorium perijinan yang diatur dalam LoI. Nilai konstribusi US $ 1 milyar tidak sebanding dengan kerugian akibat mandeknya pembangunan non kehutanan dan campur tangan asing dalam mengelola hutan Indonesia.

b. Potensi Konflik Hukum terhadap Moratorium izin dalam kawasan hutan

Permasalahan perizinan di dalam kawasan hutan tidak dapat hanya dilihat dari rencana saja sebagaimana yang tertuang di dalam LoI, tetapi permasalahan kawasan hutan di Indonesia adalah sudah berlangsung dalam waktu yang sangat panjang, yaitu mulai dikeluarkannya Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada tahun 1982 yang sampai saat ini tidak menjawab tentang adanya kepastian hukum atas kawasan hutan di Indonesia. Permasalahan kehutanan oleh pengelola hutan tidak disikapi secara bijak dengan memperhatikan kepentingan lain yang tumbuh dan berkembang. TGHK ini jelas mempertahankan status quo masalah kejelasan kawasan hutan. Pengelola hutan telah mengesampingkan stakeholders diluar sektor kehutanan dan cenderung tidak menganggap keberadaannya. Masyarakat sekitar hutan termarginalisasi, hak-hak adat terusir dari akarnya, sektor lain diluar kehutanan tidak pernah dihargai bahwa ia bagian dari stakeholders yang harus diperhatikan. Asumsi yang digunakan oleh pengelola hutan adalah mempertahankan luasan kawasan hutan, sedangkan kawasan hutan di Indonesia adalah hasil ”penunjukan” yang hanya dibuat di atas peta dan sampai saat ini baru 12 % kawasan hutan akibat penunjukan hutan yang menyimpang. Pengelola hutan hanya selalu mendasarkan pada luasan hutan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1982 yang dipertanyakan kebenarannya di lapangan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah belum terjadi titik temu tentang luasan kawasan hutan khususnya Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah. 

Proses penentuan kawasan hutan yang ada hanya memenuhi keberlakuan secara yuridikal saja tetapi mengabaikan keberlakuan faktual dan keberlakuan moral, sedangkan untuk mencapai adanya pengakuan hukum dalam Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan juga padu serasi dan penunjukan kawasan hutan tidak dapat dilepaskan dari keberlakuan penentuan kawasan hutan secara faktual, yuridikal dan sosiologikal.  Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya penegakan hukum kehutanan, baik itu melalui penegakan hukum pidana, hukum administrasi/tata usaha negara. Agar kawasan hutan yang ada saat ini harus menuju kepada keberlakuan hukum yang mencakup: 

Keberlakuan faktual, yang disebut juga keberlakukan sosial atau keberlakukan sosiologikal atau keberlakuan empirikal.
Keberlakuan yuridikal, yang disebut juga keberlakukan formal atau keberlakuaan normatif;
Keberlakuan moral, yang disebut juga keberlakuan filosofikal atau keberlakuan evaluatif atau keberlakuan materiil atau keberlakuan substansial.   

Keberlakuan faktual, yaitu kaidah hukum dikatakan memiliki keberlakuan faktual, jika kaidah itu dalam kenyataan sungguh-sungguh di dipatuhi oleh para warga masyarakat dan oleh para pejabat yang berwenang sungguh-sungguh diterapkan dan ditegakkan. Dengan demikian, kaidah hukum tersebut dikatakan efektif. Sebab, berhasil mempengaruhi perilaku para warga dan pejabat masyarakat. Kenyataan tentang  adanya keberlakuan faktual ini dapat diteliti secara empirikal oleh Sosiologi Hukum, dengan menggunakan metode-metode yang lazim dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam perspektif Sosiologi Hukum, maka hukum itu tampil sebagai ”das Sein-Sollen”, yakni kenyataan sosiologikal (perilaku sosial yang sungguh-sungguh terjadi dalam kenyataan masyarakat riil) yang mengacu keharusan normatif (kaidah).

Keberlakuan Yuridikal; kaidah hukum memiliki keberlakuan yuridikal, jika kaidah itu dibentuk sesuai dengan aturan prosedur yang berlaku oleh pihak (badan, pejabat) yang berwenang, dan isinya secara substansial tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum lainnya (terutama yang kedudukannya lebih tinggi). Artinya, jika kaidah hukum itu dapat ditempatkan atau mempunyai tempat di dalam keseluruhan sistem hukum yang berlaku. Aspek keberlakuan ini terutama menjadi obyek studi ilmu hukum, yang disebut juga ilmu hukum dogmatik atau dogmatika hukum atau ilmu hukum normatif atau ilmu hukum praktikal. Dalam perspektif ilmu hukum, maka hukum itu tampil sebagai ”das-sollen-sein” yakni kaidah atau norma das-sollen yang berakar dan timbul dari dalam dan terarah balik pada (artinya: ditujukan untuk mengatur) kenyataan sosiologikal (das-Sein). Oleh karena itu, aspek keberlakuan faktual dan keberlakuan moral dalam perspektif ilmu hukum tidak diabaikan, mengingat pada analisis terakhir, ilmu hukum itu terarah untuk menyajikan alternatif penyelesaian terhadap masalah hukum konkret.

Keberlakuan moral, kaidah hukum memiliki keberlakuan moral jika isinya secara etik atas dasar pertimbangan akal dapat diterima (dibenarkan); jadi berdasarkan keyakinan moral yang hidup dalam masyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai fundamental dan martabat manusia, dan dengan demikian memenuhi rasa atau tuntutan keadilan. Aspek keberlakuan ini terutama menjadi obyek telaah filsafat hukum. Dalam perspektif filsafat hukum ini, maka hukum itu tampil sebagai ”das Sollen”.

Kaidah hukum positif dikatakan memiliki kekuatan berlaku atau hukum yang berlaku dan memiliki daya-penegakan, jadi memiliki kekuatan mengikat warga masyarakat dan otoritas publik, jika kaidah hukum itu memiliki keberlakuan faktual, keberlakuan yuridikal dan keberlakuan moral. Kaidah hukum yang hanya memiliki keberlakuaan yuridikal saja, namun kepatuhannya dipaksakan dengan penggunaan aparat kekuasaan negara adalah bukan hukum lagi, melainkan hanya pernyataan kekuasaan belaka. Kaidah hukum yang hanya memiliki keberlakuan faktual saja adalah kaidah moral positif atau adat saja. Kaidah hukum yang memiliki keberlakuan filosofis saja adalah kaidah moral saja.

Seperti telah disinggung sebelumnya, penyelesaian penunjukan kawasan hutan yang secara hukum oleh Pemerintah (Kementerian Kehutanan) masih dipertanyakan keakuratan datanya oleh banyak pihak karena produk penunjukan kawasan hutan seperti di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Utara dan dibeberapa provinsi di Indonesia masih terjadi ketidaksinkronan antara Pemerintah Provinsi/kabupaten dengan pemerintah pusat. Keadaann ini tentunya lebih dialami oleh provinsi yang belum ada penunjukan kawasan hutan seperti Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Tengah akan menjadi lebih kompleks permasalahan yang akan dihadapi Kementerian Kehutanan. 

Dari era tahun 1999 sampai saat ini ternyata Pemerintah belum dapat menyelesaikan permasalahan kehutanan, khususnya yang terkait dengan kawasan hutan yang disebabkan oleh ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan lainnya. Akibatnya di hampir seluruh wilayah Indonesia terjadi konflik perizinan yang tidak terselesaikan sampai saat ini. Penyelesaian yang diambil hanya saling menyalahkan dan melempar tanggungjawab oleh pemegang kebijakan. Akibatnya perijinan yang telah ada cenderung menjadi bom waktu untuk obyek penderitaan bagi pemebri izin maupun penerima izin, yang tentunya obyek berupa sumber daya hutan akan semakin tertekan. 

Upaya penegakan hukum tidak mudah dijalankan dengan mengingat sengketa hukum yang terjadi tidak hanya pada pelanggaran pidana atas kawasan hutan tetapi dapat menjadi sengketa kepemilikan, sengketa administrasi/tata usaha negara dan juga sengketa perdata. Jika penegakan hukum tidak dilakukan secara komprehensip, maka antar Pemerintah dengan masyarakat bisa saling gugat menggugat dan ada risiko Pemerintah Daerah maupun Negara akan digugat oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin dengan kerugian yang telah dialaminya. Seperti halnya yang terjadi di Kalimantan Tengah, kesalahan tidak murni kesalahan pengusaha pemegang izin tetapi juga kesalahan pemerintah. 

c. Kesimpulan dan Saran
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

LoI antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia tentang Kerja Sama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.bukanlah perjanjian dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kedua belah pihak.
LoI tersebut melanggar beberapa peraturan perundang-undangan seperti UUD 1945, UU Penanaman Modal, UU Kehutanan, PP Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, serta PP Penggunaan Kawasan Hutan.
Poin moratorium LoI lebih banyak mengandung kerugian daripada keuntungan yang diperoleh Indonesia. Nilai konstribusi US $ 1 milyar tidak sebanding dengan kerugian yang diderita Indonesia.
Dengan adanya moratorium LoI, maka berpotensi terjadinya sengketa hukum antara pemerintah dengan masyarakat yang disebabkan kebijakan pemerintah itu sendiri.
SARAN

Perlu dilakukan perhitungan untung rugi dari aspek ekonom secara detail terkait pelaksanaan LoI. Jika ternyata LoI mengakibatkan kerugian daripada keuntungan, maka pemerintah perlu melakukan negoisasi ulang atau revisi LoI ke Pemerintah Norwegia dan moratorium diarahkan kepada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi. Semua ketersediaan bahan energi adalah di dalam kawasan hutan karena penunjukan melalui TGHK di masa lalu dan semua lahan yang ada semuanya masuk di dalam kawasan hutan jika berpedoman pada TGHK semata. 

DAFTAR  PUSTAKA
Anonim, “Perbedaan antara MoU dan Kontrak”, diakses 21 Juli 2010 di http://saepudinonline.wordpress.com/2010/07/04/perbedaan-antara-mou-dengan-kontrak/
Angelsen, Arild, 2009, Realising REDD + : National Strategy and Policy Options, CIFOR: Bogor.
Dawarja, Agustinus, Aksioma Lase, Perjanjian: Pengertian Pokok dan Teknik Perancangannya, diakses tanggal 21 Juli 2010 di http://www.lexregis.com/?menu=legal_article&id_la=1
Departemen Kehutanan, 2009. Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2009. Jakarta
Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Ditjen BPK-Kementerian Kehutanan, 2009. Data Identifikasi Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Ijin di 26 Provinsi Tahun 2010 – 2014. Jakarta.
Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Ditjen BPK-Kementerian Kehutanan, 2009. Laporan Perkembangan Pemanfaatan dan Penggunaan Hutan Produksi Triwulan IV (Oktober – Desember 2009). Jakarta.
Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Hutan Produksi Ditjen BPK-Kementerian Kehutanan, 2010. Laporan Perkembangan Pemanfaatan dan Penggunaan Hutan Produksi Triwulan I (Januari – Maret 2010). Jakarta.
Ministry of Environment Norway, “Norway and The Amazon Fund”, dapat diakses di http://www.regjeringen.no/en/dep/md/Selected-topics/climate/the-government-of-norways-international-/norway-amazon-fund.html?id=593978
Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan-Badan Planologi Kehutanan-Dephut, 2008. Penghitungan Deforestasi Indonesia tahun 2008. Jakarta
Bisnis Indonesia, 2 Juli 2010, “Efektifitas Moratorium Lahan Diragukan”.
Media Indonesia, 29 Juni 2010, ” Waspadai Kepentingan Terselubung di Balik Moratorium Oslo”.
Media Indonesia, 14 Juli 2010, “Moratorium Hutan Tetap 2 Tahun”
Koran Jakarta, 1 Juni 2010, “Waspadai Motif Hibah Norwegia”.
Sadino, Problematika Penegakan Hukum Pidana Pada Pengelolaan Hutan di Indonesia, Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan, Jakarta, 2010.

Oleh : Dr. Sadino, SH.,MH. (Direktur Eksekutif Natural  Resources Law&Business Institute) Bagian Kedua-Selesai

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Diskriminasi Inpres Moratorium



Pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan instruksi presiden yang mengatur moratorium. Kenapa regulasi tersebut  memberikan pengecualian kepada kegiatan ekonomi tertentu?

Seperti telah diduga sebelumnya, pemerintah kembali melanjutkan moratorium untuk hutan alam primer dan lahan gambut, melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 mengenai Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut . Indikasinya, dapat terlihat dari  pernyataan beberapa instansi kementerian yang terlibat seperti UKP4, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan, yang menilai moratorium sudah berjalan bagus dan perlu dilanjutkan. 

Dalam web sekretariat kabinet, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, secara resmi  mengumumkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 yang telah ditandatangani pada 13 Mei 2013, dengan melanjutkan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun ke depan.

Instruksi presiden ditujukan Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial, Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+, para Gubernur dan para Bupati/Walikota itu. 

Lewat aturan ini, Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan ditundanya hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area penggunaan lain seperti yang tercantum dalam peta indikatif penundaan izin baru.

“Peta indikatif penundaan izin baru akan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan,” seperti tertera dalam inpres tersebut. 

Walaupun moratorium bersifat pelarangan, pada kenyataannya masih ada pengecualian untuk kegiatan perekonomian tertentu seperti geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu. Padahal kalau ingin bertujuan membatasi emisi gas karbon dan perlindungan hutan alam, idealnya setiap pembukaan lahan di hutan alam primer dan lahan gambut akan melepaskan karbon. 

Tungkot Sipayung, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI, mempertanyakan tujuan dari instruksi ini yang ternyata berlawanan dengan pelaksanaannya karena memberikan pengecualian. Dari pihak asosiasi telah meminta kepada Presiden RI lewat surat resmi supaya hutan lindung dan hutan konservasi dilakukan moratorium permanen. Namun, inpres ini memperbolehkan secara penggunaan hutan alam dan lahan gambut untuk aktivitas ekonomi yang dinilai untuk pembangunan nasional 

“Jelas sekali, hal ini tidak konsisten dengan maksud inpres ini untuk mencegah deforestasi dan pengurangan emisi karbon,” ujar Tungkot Sipayung dengan tegas.

Kepada SAWIT INDONESIA, Mas Achmad Santosa, Deputi VI UKP4, menjelaskan keputusan presiden dalam mengambil kebijakan moratorium ini bukanlah hal mudah karena banyak kepentingan pembangunan yang harus diperhatikan. Kegiatan ekonomi yang dikecualikan dalam inpres tersebut merupakan prioritas pembangunan. Sebagai  contoh, penanaman lahan padi dan tebu itu ditujukan kepada prioritas ketahanan pangan. Sementara, pembangkit listrik dan tambang minyak serta bagi ketahanan energi. 

“Jadi, hal  ini adalah keputusan yang harus diambil pemerintah yang sebenarnya ingin tidak  ada pengecualian. Tetapi, kita harus realistis maka ada pengecualian tersebut. Pemerintah memiliki komitmen sustainable growth with equity dan berkomitmen menekan emisi 26% sampai 2020, “ ujarnya.  

Achmad Santosa berjanji akan mengawasi pemberian izin kepada kegiatan ekonomi yang dikecualikan dalam inpres. Paling utama, aktivitas tetap harus mendukung daya ekosistem yang berdasarkan kepada kajian lingkungan hidup strategis. Artinya, tidak sembarang kegiatan dapat diperbolehkan dalam  peta indikatif moratorium. 

Joko Supriyono, Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI),  mengatakan pihaknya sudah berupaya berdiskusi dengan pemerintah terkait kebijakan ini. 

“Soal data dan fakta juga telah diberikan. Tetapi, kami mungkin kalah lobi dan diplomasi dengan negara lain,” keluh Joko Supriyono di Jakarta. 

Bahkan demi menyakinkan pemerintah, sebuah buku berjudul Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan Global disusun GAPKI dan kalangan akademisi. Buku setebal 58 halaman ini menyuguhkan data penelitian terkait pengeluaran gas emisi rumah kaca di dunia. Selain itu, terdapat pula penelitian yang membuktikan tata kelola perkebunan sawit di lahan gambut yang benar tidak akan  menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar, sebagaimana yang selama ini dituduhkan.

“Sejak April kemarin, buku ini kami berikan kepada pemerintah supaya mereka lebih mengerti permasalahan gas rumah kaca dan lahan gambut, “kata Tungkot Sipayung, Ketua Tim Penulis Buku. 

Erik Satrya Wardhana, Anggota DPR dari Komisi VI, mengecam berlanjutnya moratorium ini yang merupakan perpanjangan tangan dari Letter of Intent (LoI)  Indonesia-Norwegia. Pemerintah dinilai telah masuk ke dalam perangkap perdagangan karbon yang menjadikan Indonesia sebagai negara budak saja. 

“Sebenarnya tujuan utama dari LoI ini membatasi penggunaan lahan gambut di Indonesia saja,” papar politisi dari Partai Hanura ini.  

Dodik Nurochmat, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, merasa heran dengan aturan ini karena sudah semestinya hutan alam dan hutan lindung dilarang untuk digunakan dalam kepentingan apapun. Tetapi, hutan produksi dan areal penggunaan lain kenapa pula dilarang untuk pemanfaatannya.  “Yang lebih terlihat kementerian kehutanan ini sangat egosentris,” tukasnya.

Dalam studi yang dilakukan Lully Melling berjudul Carbon Flow and Budget in a Young Mature Oil Palm Agroekosistem on Deep Tropical Peat, disebutkan secara netto perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dalam (peat land) bukan sumber emisi maupun penyerap CO2 (bila dikoreksi emisi CO2 dari dekomposisi dan respirasi mikroorganisme yang secara alamiah ada di lahan gambut).

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Supiandi Sabiham berjudul Organic Carbon Storage and Management Strategies for Reducing Carbon Emisson from Petland, bahwa pengelolaan lahan gambut dengan menambah bahan mineral amelioran yang mengandung Fe2  dan O3 dan adanya understory cover crop sebagaimana standar kultur teknis budidaya kelapa sawit gambut Indonesia dapat menurunkan fluks emisi CO2.  

INVESTASI HILANG

Terbitnya perpanjangan moratorium hutan alam dan lahan gambut disambut dingin kalangan pengusaha sawit. Semenjak tahun lalu, pelaku sawit yang dimotori Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta perpanjangan moratorium dievaluasi. 

Menurut Joko Supriyono, peluang meningkatkan lahan kelapa sawit semakin sulit karena penataan lahan hutan yang terdegradasi tidak lagi ada niat untuk dikembangkan. ”Sebenarnya, areal penggunaan lahan gambut itu bisa digunakan untuk perkebunan sawit tetapi tidak diperbolehkan,” jelasnya.

Dampak dari moratorium ini, Joko Supriyono, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menghasilkan CPO. Padahal, negara di luar Indonesia seperti Brazil dan Cina sedang mengembangkan lahan perkebunan sawit untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi. Saat ini, pemerintah Brazil mengumumkan gerakan menanam kelapa sawit satu juta hektare. 

Dalam dua tahun ini, penambahan lahan kelapa sawit diproyeksikan semakin turun menjadi 150 ribu hektare per tahun, dari sebelumnya 200 ribu-300 ribu hektare per tahun. Akibatnya, kenaikan produksi CPO akan turun menjadi 2,5 juta ton setahun. Jumlah ini lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya berjumlah 3 juta ton.

Tidak kondusifnya situasi ini menjadi pertimbangan beberapa investor untuk mengalihkan pembukaan lahan ke negara lain seperti Afrika dan Asia Tenggara. Joko Supriyono menjelaskan nilai investasi yang hilang di dalam negeri dapat mencapai Rp 14 triliun di sektor hulu (on farm), apabila terjadi pelambatan kenaikan luas lahan dan pengalihan investasi.

“Hilangnya investasi mengakibatkan tidak akan ada penyerapan jumlah tenaga kerja sebanyak 4.000 orang di perkebunan,” kata Joko. 

Mas Achmad Santosa mengatakan moratorium ini tidak menghambat investasi di daerah. Namun lewat  kebijakan ini diharapkan dunia usaha, pemerintah dan pemangku kepentingan lain dapat berpandangan sama bahwa ekosistem seperti hutan dan lahan gambut merupakan aset berharga. Dengan adanya, masa jeda ini akan dilakukan perbaikan sistem prosedur kehutanan yang sebelumnya memicu deforestasi dan degradasi. 

Namun, Sadino,Direktur Eksekutif Biro Kajian Hukum dan Kebijakan Kehutanan,  mengkritik  moratorium hutan alam primer dan lahan gambut yang dinilai  politik pencitraan dengan hasilnya tidak terukur. Yang ada, pemerintah tidak bisa memperbaiki tata kelola hutan karena memang hasil moratorium tidak jelas dan cenderung merugikan negara. (Qayuum Amri)

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Diskriminasi Inpres Moratorium



Advertisements

Pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan instruksi presiden yang mengatur moratorium. Kenapa regulasi tersebut  memberikan pengecualian kepada kegiatan ekonomi tertentu?

Seperti telah diduga sebelumnya, pemerintah kembali melanjutkan moratorium untuk hutan alam primer dan lahan gambut, melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 mengenai Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut . Indikasinya, dapat terlihat dari  pernyataan beberapa instansi kementerian yang terlibat seperti UKP4, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan, yang menilai moratorium sudah berjalan bagus dan perlu dilanjutkan. 

Dalam web sekretariat kabinet, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, secara resmi  mengumumkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 yang telah ditandatangani pada 13 Mei 2013, dengan melanjutkan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun ke depan.

Instruksi presiden ditujukan Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial, Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+, para Gubernur dan para Bupati/Walikota itu. 

Lewat aturan ini, Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan ditundanya hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi) dan area penggunaan lain seperti yang tercantum dalam peta indikatif penundaan izin baru.

“Peta indikatif penundaan izin baru akan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan,” seperti tertera dalam inpres tersebut. 

Walaupun moratorium bersifat pelarangan, pada kenyataannya masih ada pengecualian untuk kegiatan perekonomian tertentu seperti geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu. Padahal kalau ingin bertujuan membatasi emisi gas karbon dan perlindungan hutan alam, idealnya setiap pembukaan lahan di hutan alam primer dan lahan gambut akan melepaskan karbon. 

Tungkot Sipayung, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI, mempertanyakan tujuan dari instruksi ini yang ternyata berlawanan dengan pelaksanaannya karena memberikan pengecualian. Dari pihak asosiasi telah meminta kepada Presiden RI lewat surat resmi supaya hutan lindung dan hutan konservasi dilakukan moratorium permanen. Namun, inpres ini memperbolehkan secara penggunaan hutan alam dan lahan gambut untuk aktivitas ekonomi yang dinilai untuk pembangunan nasional 

“Jelas sekali, hal ini tidak konsisten dengan maksud inpres ini untuk mencegah deforestasi dan pengurangan emisi karbon,” ujar Tungkot Sipayung dengan tegas.

Kepada SAWIT INDONESIA, Mas Achmad Santosa, Deputi VI UKP4, menjelaskan keputusan presiden dalam mengambil kebijakan moratorium ini bukanlah hal mudah karena banyak kepentingan pembangunan yang harus diperhatikan. Kegiatan ekonomi yang dikecualikan dalam inpres tersebut merupakan prioritas pembangunan. Sebagai  contoh, penanaman lahan padi dan tebu itu ditujukan kepada prioritas ketahanan pangan. Sementara, pembangkit listrik dan tambang minyak serta bagi ketahanan energi. 

“Jadi, hal  ini adalah keputusan yang harus diambil pemerintah yang sebenarnya ingin tidak  ada pengecualian. Tetapi, kita harus realistis maka ada pengecualian tersebut. Pemerintah memiliki komitmen sustainable growth with equity dan berkomitmen menekan emisi 26% sampai 2020, “ ujarnya.  

Achmad Santosa berjanji akan mengawasi pemberian izin kepada kegiatan ekonomi yang dikecualikan dalam inpres. Paling utama, aktivitas tetap harus mendukung daya ekosistem yang berdasarkan kepada kajian lingkungan hidup strategis. Artinya, tidak sembarang kegiatan dapat diperbolehkan dalam  peta indikatif moratorium. 

Joko Supriyono, Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI),  mengatakan pihaknya sudah berupaya berdiskusi dengan pemerintah terkait kebijakan ini. 

“Soal data dan fakta juga telah diberikan. Tetapi, kami mungkin kalah lobi dan diplomasi dengan negara lain,” keluh Joko Supriyono di Jakarta. 

Bahkan demi menyakinkan pemerintah, sebuah buku berjudul Indonesia dan Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan Global disusun GAPKI dan kalangan akademisi. Buku setebal 58 halaman ini menyuguhkan data penelitian terkait pengeluaran gas emisi rumah kaca di dunia. Selain itu, terdapat pula penelitian yang membuktikan tata kelola perkebunan sawit di lahan gambut yang benar tidak akan  menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar, sebagaimana yang selama ini dituduhkan.

“Sejak April kemarin, buku ini kami berikan kepada pemerintah supaya mereka lebih mengerti permasalahan gas rumah kaca dan lahan gambut, “kata Tungkot Sipayung, Ketua Tim Penulis Buku. 

Erik Satrya Wardhana, Anggota DPR dari Komisi VI, mengecam berlanjutnya moratorium ini yang merupakan perpanjangan tangan dari Letter of Intent (LoI)  Indonesia-Norwegia. Pemerintah dinilai telah masuk ke dalam perangkap perdagangan karbon yang menjadikan Indonesia sebagai negara budak saja. 

“Sebenarnya tujuan utama dari LoI ini membatasi penggunaan lahan gambut di Indonesia saja,” papar politisi dari Partai Hanura ini.  

Dodik Nurochmat, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, merasa heran dengan aturan ini karena sudah semestinya hutan alam dan hutan lindung dilarang untuk digunakan dalam kepentingan apapun. Tetapi, hutan produksi dan areal penggunaan lain kenapa pula dilarang untuk pemanfaatannya.  “Yang lebih terlihat kementerian kehutanan ini sangat egosentris,” tukasnya.

Dalam studi yang dilakukan Lully Melling berjudul Carbon Flow and Budget in a Young Mature Oil Palm Agroekosistem on Deep Tropical Peat, disebutkan secara netto perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dalam (peat land) bukan sumber emisi maupun penyerap CO2 (bila dikoreksi emisi CO2 dari dekomposisi dan respirasi mikroorganisme yang secara alamiah ada di lahan gambut).

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Supiandi Sabiham berjudul Organic Carbon Storage and Management Strategies for Reducing Carbon Emisson from Petland, bahwa pengelolaan lahan gambut dengan menambah bahan mineral amelioran yang mengandung Fe2  dan O3 dan adanya understory cover crop sebagaimana standar kultur teknis budidaya kelapa sawit gambut Indonesia dapat menurunkan fluks emisi CO2.  

INVESTASI HILANG

Terbitnya perpanjangan moratorium hutan alam dan lahan gambut disambut dingin kalangan pengusaha sawit. Semenjak tahun lalu, pelaku sawit yang dimotori Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta perpanjangan moratorium dievaluasi. 

Menurut Joko Supriyono, peluang meningkatkan lahan kelapa sawit semakin sulit karena penataan lahan hutan yang terdegradasi tidak lagi ada niat untuk dikembangkan. ”Sebenarnya, areal penggunaan lahan gambut itu bisa digunakan untuk perkebunan sawit tetapi tidak diperbolehkan,” jelasnya.

Dampak dari moratorium ini, Joko Supriyono, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menghasilkan CPO. Padahal, negara di luar Indonesia seperti Brazil dan Cina sedang mengembangkan lahan perkebunan sawit untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi. Saat ini, pemerintah Brazil mengumumkan gerakan menanam kelapa sawit satu juta hektare. 

Dalam dua tahun ini, penambahan lahan kelapa sawit diproyeksikan semakin turun menjadi 150 ribu hektare per tahun, dari sebelumnya 200 ribu-300 ribu hektare per tahun. Akibatnya, kenaikan produksi CPO akan turun menjadi 2,5 juta ton setahun. Jumlah ini lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya berjumlah 3 juta ton.

Tidak kondusifnya situasi ini menjadi pertimbangan beberapa investor untuk mengalihkan pembukaan lahan ke negara lain seperti Afrika dan Asia Tenggara. Joko Supriyono menjelaskan nilai investasi yang hilang di dalam negeri dapat mencapai Rp 14 triliun di sektor hulu (on farm), apabila terjadi pelambatan kenaikan luas lahan dan pengalihan investasi.

“Hilangnya investasi mengakibatkan tidak akan ada penyerapan jumlah tenaga kerja sebanyak 4.000 orang di perkebunan,” kata Joko. 

Mas Achmad Santosa mengatakan moratorium ini tidak menghambat investasi di daerah. Namun lewat  kebijakan ini diharapkan dunia usaha, pemerintah dan pemangku kepentingan lain dapat berpandangan sama bahwa ekosistem seperti hutan dan lahan gambut merupakan aset berharga. Dengan adanya, masa jeda ini akan dilakukan perbaikan sistem prosedur kehutanan yang sebelumnya memicu deforestasi dan degradasi. 

Namun, Sadino,Direktur Eksekutif Biro Kajian Hukum dan Kebijakan Kehutanan,  mengkritik  moratorium hutan alam primer dan lahan gambut yang dinilai  politik pencitraan dengan hasilnya tidak terukur. Yang ada, pemerintah tidak bisa memperbaiki tata kelola hutan karena memang hasil moratorium tidak jelas dan cenderung merugikan negara. (Qayuum Amri)

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Pilihan Rotasi Tanaman Untuk Memutus Siklus Hidup Ganoderma



GANODERMA MOMOK PENGGIAT BUDIDAYA KELAPA SAWIT TANAH AIR.
Kegiatan budidaya kelapa sawit tidak serta merta terlepas dari penyakit tanaman. Penyakit tanaman yang menjadi masalah terberat di lapangan adalah Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. Kerugian akibat infeksi Ganoderma dapat terjadi baik pada tanaman di pembibitan, tanaman produktif maupun tanaman tua menjelang diremajakan. Data penelitian lapangan menunjukkan kerugian akibat infeksi pada tingkat lanjut oleh Ganoderma menyebabkan pengurangan populasi pohon hingga hanya tersisa 40% tegakan tanaman per hektar. Lebih parahnya lagi, penyakit busuk pangkal batang Ganoderma kini telah ditemukan menginfeksi tanaman muda berusia 5 tahun bahkan kurang.
DEGRADASI TANAH PERKEBUNAN DAN DOMINASI GANODERMA

Sistem budidaya pertanian saat ini ditandai dengan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan kimia.  Penggunaan pupuk kimia dalam jangka waktu lama akan mempengaruhi sifat/kondisi biologi, kimia bahkan fisika tanah yang pada akhir gilirannya menyebabkan terjadinya degradasi tanah. Tanah yang telah mengalami degradasi tidak mampu memberikan dukungan yang optimal terhadap perkembangan tanaman dibandingkan tanah yang tidak mengalami proses degradasi.

Degradasi tanah diartikan sebagai penurunan nilai guna/fungsi tanah sebagai akibat penurunan elemen-elemen penting penyusun tanah atau diartikan pula sebagai penurunan potensi/kegunaan serta penurunan kemampuan dalam menyokong ekosistem tanah. Degradasi tanah dibagi ke dalam 3 tipe proses degradasi yaitu degradasi fisik, degradasi kimia, dan degradasi biologi. Degradasi tanah secara fisik akan mempengaruhi struktur tanah, kemampuan tanah dalam menjerap air dan udara, dan ketahanan terhadap penghancuran oleh aliran air dan udara. Degradasi tanah secara kimia mempengaruhi sifat keasaman tanah (pH), menurunkan ketersediaan dan kemudahan penggunaan nutrisi bagi tanaman, kemampuan untuk memusnahkan racun bagi organisme lain, dan menurunkan peningkatan berlebihan kadar garam pada zona perakaran tanaman. Degradasi biologi mempengaruhi ketersediaan SOC (soil organic carbon) atau karbon organik tanah, keberagaman spesies biota penghuni tanah dan meningkatkan populasi patogen tular tanah.

Tingginya tingkat infestasi atau dominasi Ganoderma di lahan perkebunan kelapa sawit dapat  mengindikasikan terjadinya degradasi tanah atau turunnya daya dukung lahan untuk perkebunan kelapa sawit.  Dominasi Ganoderma terjadi karena renadhnya keberagaman biota tanah yang lain dan karena kemampuan Ganoderma untuk berlindung di dalam selongsong pseudosklerotia di dalam akar dan tunggul.

TEKNIK PENGENDALIAN PATOGEN TULAR TANAH DENGAN ROTASI TANAMAN

Aplikasi teknik rotasi tanaman merupakan cara yang efektif dan salah satu cara  manajemen pengendalian yang tepat dalam melawan patogen tular tanah pada komoditas tanaman budidaya yang kita pelihara sekaligus dapat menjadi bagian terpadu dalam proses pengentasan masalah degradasi tanah. Kegiatan rotasi tanaman menyangkut penyiapan lahan, penaman dan pemeliharaan tanaman gilir yang manajemennya sangat berbeda dengan manajemen tanaman utama.

Penggunaan tanaman gilir yang masih satu famili dengan tanaman utama tidak dibenarkan karena dikhawatirkan akan menjadi inang patogen yang sasaran, sehingga siklus hidupnya tidak terputus. Jika patogen  sasaran pengendalian memiliki kisaran inang yang luas maka penting untuk diyakini bahwa tanaman gilir yang kita budidayakan adalah bukan inang patogen sasaran pengendalian. Waktu yang diperlukan untuk menanam tanaman gilir tergantung kepada lama waktu patogen mampu bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman lama. 

Rotasi tanaman berhasil bila kategori patogen yang menginfeksi merupakan soil invaders dengan kata lain pada fase saprofitik, patogen bertahan dalam substrat/bagian tanaman bila substrats/bagian tanaman itu masih ada dilapangan. Bila substrat/bagian tanaman itu musnah maka demikian pula dengan patogennya.  Namun rotasi tanaman tidak berguna bila kategori patogen yang menginfeksi merupakan soil inhabitants dengan kata lain patogen memproduksi spora yang mampu bertahan lebih dari 5-6 tahun di dalam tanah atau lebih lama dari masa rotasi tanaman itu sendiri. Bila demikian maka untuk mengendalikan soil inhabitant, rotasi tanaman diupayakan dilakukan selama lebih dari 6 tahun. Ganoderma boninense tidak dapat hidup secara bebas di dalam tanah dan atau membentuk spora istirahat. Ganoderma boninense bertahan hidup pada sisa-sisa tunggul tanaman.

Pemilihan tanaman rotasi dalam kaitannya dengan industri perkebunan memiliki peranan penting dalam upaya pengendalian patogen sekaligus menjaga keberlangsungan kehidupan perusahaan serta menjaga keberlangsungan lingkungan sekitarnya. Alangkah baiknya bila sebuah unit perusahaan memiliki alternatif pengusahaan komoditas perkebunan lebih dari satu. Paradigma tersebut akan membawa perusahaan untuk memiliki fasilitas berupa pabrik pengolahan komoditas tanaman yang memiliki fungsi ganda selain pengolahan tanaman komoditas utama atau fungsi alternatif berupa terbangunnya pabrik pengolahan komoditas tanaman rotasi/tanaman gilir. Melalui sudut pandang pengelolaan tanaman secara terpadu dengan melihat aspek budidaya berupa rotasi tanaman maka ke depan bukan tidak mungkin sebuah perusahaan komoditas unggulan memiliki unit pengolahan komoditas tanaman rotasi, sebuah perusahaan kelapa sawit memiliki pabrik pengolahan tebu. 

ROTASI TANAMAN UNTUK MEMUTUS SIKLUS HIDUP GANODERMA SP.

Penanggulangan penyakit Busuk pangkal batang Ganoderma telah banyak dilaporkan. Pada masa Tanaman Menghasilkan (TM) teknologi pengendalian yang dikembangkan di antaranya pembuatan lubang sanitasi bekas tunggul yang terserang, pembuatan lubang tanam besar dengan penambahan kompos tandan kosong kelapa sawit (tankos), aplikasi biofungisida dengan menggunakan isolat mikroba unggul, sanitasi tubuh buah Ganoderma agar tidak sempat menyebarkan spora, dan pembuatan parit isolasi terbatas. Namun masih didapati kenyataan bahwa upaya-upaya tersebut masih dilakukan secara parsial dan belum menukik pada sumber permasalahan utama, sehingga permasalahan Ganoderma di perkebunan kelapa sawit sampai saat ini belum terselesaikan. 

Penyelesaian permasalahan Ganoderma di lapangan sebaiknya ditujukan untuk membuang dan mengeradikasi sumber inokulum potensial yang bertahan di bawah permukaan tanah. Melalui kegiatan rotasi tanaman penghancuran sumber inokulum baik berupa bonggol sisa tanaman yang terserang serta perakaran tanaman kelapa sawit terinfestasi Ganoderma akan terjadi, mengakibatkan Ganoderma terekspose terhadap serangan mikroba tanah dan mati. Oleh karena itu olah tanah yang dilakukan disarankan mencakup olah tanah dalam (subsoiling). Konsentrasi dan penyebaran inokulum Ganoderma di bawah permukaan tanah mengikuti pola konsentrasi dan penyebaran sistem perakaran kelapa sawit. Semakin mendekati bonggol, konsentrasi perakaran dan juga konsentrasi inokulum Ganoderma semakin padat. Melalui kegiatan rotasi tanaman yang sesuai dan benar diharapkan pada penananam berikutnya komoditas tanaman kelapa sawit kita terbebas dari infestasi cendawan penyebab busuk pangkal batang Ganoderma. 

Rotasi dengan menggunakan tanaman tebu merupakan kandidat yang bagus karena di awal penanamannya memerlukan pengolahan tanah yang bersifat intensif. Agar maksimal harus disertai dengan pembongkaran sisa-sisa tunggul sawit, subsoiling, dan asupan bahan organic yang tinggi.  Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa tanaman tebu merupakan tanaman inang Ganoderma.  Bagaimanapun juga, di akhir periode tanaman tebu, sisa-sisa tanaman tebu tetap harus dihancurkan. Sistem perakaran tebu di dalam tanah akan lebih mudah hancur dibandingkan dengan sistem perakaran dan tunggul tanaman perkebunan lainnya seperti karet dan kakao.

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Pilihan Rotasi Tanaman Untuk Memutus Siklus Hidup Ganoderma



Advertisements

GANODERMA MOMOK PENGGIAT BUDIDAYA KELAPA SAWIT TANAH AIR.
Kegiatan budidaya kelapa sawit tidak serta merta terlepas dari penyakit tanaman. Penyakit tanaman yang menjadi masalah terberat di lapangan adalah Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. Kerugian akibat infeksi Ganoderma dapat terjadi baik pada tanaman di pembibitan, tanaman produktif maupun tanaman tua menjelang diremajakan. Data penelitian lapangan menunjukkan kerugian akibat infeksi pada tingkat lanjut oleh Ganoderma menyebabkan pengurangan populasi pohon hingga hanya tersisa 40% tegakan tanaman per hektar. Lebih parahnya lagi, penyakit busuk pangkal batang Ganoderma kini telah ditemukan menginfeksi tanaman muda berusia 5 tahun bahkan kurang.
DEGRADASI TANAH PERKEBUNAN DAN DOMINASI GANODERMA

Sistem budidaya pertanian saat ini ditandai dengan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan kimia.  Penggunaan pupuk kimia dalam jangka waktu lama akan mempengaruhi sifat/kondisi biologi, kimia bahkan fisika tanah yang pada akhir gilirannya menyebabkan terjadinya degradasi tanah. Tanah yang telah mengalami degradasi tidak mampu memberikan dukungan yang optimal terhadap perkembangan tanaman dibandingkan tanah yang tidak mengalami proses degradasi.

Degradasi tanah diartikan sebagai penurunan nilai guna/fungsi tanah sebagai akibat penurunan elemen-elemen penting penyusun tanah atau diartikan pula sebagai penurunan potensi/kegunaan serta penurunan kemampuan dalam menyokong ekosistem tanah. Degradasi tanah dibagi ke dalam 3 tipe proses degradasi yaitu degradasi fisik, degradasi kimia, dan degradasi biologi. Degradasi tanah secara fisik akan mempengaruhi struktur tanah, kemampuan tanah dalam menjerap air dan udara, dan ketahanan terhadap penghancuran oleh aliran air dan udara. Degradasi tanah secara kimia mempengaruhi sifat keasaman tanah (pH), menurunkan ketersediaan dan kemudahan penggunaan nutrisi bagi tanaman, kemampuan untuk memusnahkan racun bagi organisme lain, dan menurunkan peningkatan berlebihan kadar garam pada zona perakaran tanaman. Degradasi biologi mempengaruhi ketersediaan SOC (soil organic carbon) atau karbon organik tanah, keberagaman spesies biota penghuni tanah dan meningkatkan populasi patogen tular tanah.

Tingginya tingkat infestasi atau dominasi Ganoderma di lahan perkebunan kelapa sawit dapat  mengindikasikan terjadinya degradasi tanah atau turunnya daya dukung lahan untuk perkebunan kelapa sawit.  Dominasi Ganoderma terjadi karena renadhnya keberagaman biota tanah yang lain dan karena kemampuan Ganoderma untuk berlindung di dalam selongsong pseudosklerotia di dalam akar dan tunggul.

TEKNIK PENGENDALIAN PATOGEN TULAR TANAH DENGAN ROTASI TANAMAN

Aplikasi teknik rotasi tanaman merupakan cara yang efektif dan salah satu cara  manajemen pengendalian yang tepat dalam melawan patogen tular tanah pada komoditas tanaman budidaya yang kita pelihara sekaligus dapat menjadi bagian terpadu dalam proses pengentasan masalah degradasi tanah. Kegiatan rotasi tanaman menyangkut penyiapan lahan, penaman dan pemeliharaan tanaman gilir yang manajemennya sangat berbeda dengan manajemen tanaman utama.

Penggunaan tanaman gilir yang masih satu famili dengan tanaman utama tidak dibenarkan karena dikhawatirkan akan menjadi inang patogen yang sasaran, sehingga siklus hidupnya tidak terputus. Jika patogen  sasaran pengendalian memiliki kisaran inang yang luas maka penting untuk diyakini bahwa tanaman gilir yang kita budidayakan adalah bukan inang patogen sasaran pengendalian. Waktu yang diperlukan untuk menanam tanaman gilir tergantung kepada lama waktu patogen mampu bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman lama. 

Rotasi tanaman berhasil bila kategori patogen yang menginfeksi merupakan soil invaders dengan kata lain pada fase saprofitik, patogen bertahan dalam substrat/bagian tanaman bila substrats/bagian tanaman itu masih ada dilapangan. Bila substrat/bagian tanaman itu musnah maka demikian pula dengan patogennya.  Namun rotasi tanaman tidak berguna bila kategori patogen yang menginfeksi merupakan soil inhabitants dengan kata lain patogen memproduksi spora yang mampu bertahan lebih dari 5-6 tahun di dalam tanah atau lebih lama dari masa rotasi tanaman itu sendiri. Bila demikian maka untuk mengendalikan soil inhabitant, rotasi tanaman diupayakan dilakukan selama lebih dari 6 tahun. Ganoderma boninense tidak dapat hidup secara bebas di dalam tanah dan atau membentuk spora istirahat. Ganoderma boninense bertahan hidup pada sisa-sisa tunggul tanaman.

Pemilihan tanaman rotasi dalam kaitannya dengan industri perkebunan memiliki peranan penting dalam upaya pengendalian patogen sekaligus menjaga keberlangsungan kehidupan perusahaan serta menjaga keberlangsungan lingkungan sekitarnya. Alangkah baiknya bila sebuah unit perusahaan memiliki alternatif pengusahaan komoditas perkebunan lebih dari satu. Paradigma tersebut akan membawa perusahaan untuk memiliki fasilitas berupa pabrik pengolahan komoditas tanaman yang memiliki fungsi ganda selain pengolahan tanaman komoditas utama atau fungsi alternatif berupa terbangunnya pabrik pengolahan komoditas tanaman rotasi/tanaman gilir. Melalui sudut pandang pengelolaan tanaman secara terpadu dengan melihat aspek budidaya berupa rotasi tanaman maka ke depan bukan tidak mungkin sebuah perusahaan komoditas unggulan memiliki unit pengolahan komoditas tanaman rotasi, sebuah perusahaan kelapa sawit memiliki pabrik pengolahan tebu. 

ROTASI TANAMAN UNTUK MEMUTUS SIKLUS HIDUP GANODERMA SP.

Penanggulangan penyakit Busuk pangkal batang Ganoderma telah banyak dilaporkan. Pada masa Tanaman Menghasilkan (TM) teknologi pengendalian yang dikembangkan di antaranya pembuatan lubang sanitasi bekas tunggul yang terserang, pembuatan lubang tanam besar dengan penambahan kompos tandan kosong kelapa sawit (tankos), aplikasi biofungisida dengan menggunakan isolat mikroba unggul, sanitasi tubuh buah Ganoderma agar tidak sempat menyebarkan spora, dan pembuatan parit isolasi terbatas. Namun masih didapati kenyataan bahwa upaya-upaya tersebut masih dilakukan secara parsial dan belum menukik pada sumber permasalahan utama, sehingga permasalahan Ganoderma di perkebunan kelapa sawit sampai saat ini belum terselesaikan. 

Penyelesaian permasalahan Ganoderma di lapangan sebaiknya ditujukan untuk membuang dan mengeradikasi sumber inokulum potensial yang bertahan di bawah permukaan tanah. Melalui kegiatan rotasi tanaman penghancuran sumber inokulum baik berupa bonggol sisa tanaman yang terserang serta perakaran tanaman kelapa sawit terinfestasi Ganoderma akan terjadi, mengakibatkan Ganoderma terekspose terhadap serangan mikroba tanah dan mati. Oleh karena itu olah tanah yang dilakukan disarankan mencakup olah tanah dalam (subsoiling). Konsentrasi dan penyebaran inokulum Ganoderma di bawah permukaan tanah mengikuti pola konsentrasi dan penyebaran sistem perakaran kelapa sawit. Semakin mendekati bonggol, konsentrasi perakaran dan juga konsentrasi inokulum Ganoderma semakin padat. Melalui kegiatan rotasi tanaman yang sesuai dan benar diharapkan pada penananam berikutnya komoditas tanaman kelapa sawit kita terbebas dari infestasi cendawan penyebab busuk pangkal batang Ganoderma. 

Rotasi dengan menggunakan tanaman tebu merupakan kandidat yang bagus karena di awal penanamannya memerlukan pengolahan tanah yang bersifat intensif. Agar maksimal harus disertai dengan pembongkaran sisa-sisa tunggul sawit, subsoiling, dan asupan bahan organic yang tinggi.  Selama ini belum pernah dilaporkan bahwa tanaman tebu merupakan tanaman inang Ganoderma.  Bagaimanapun juga, di akhir periode tanaman tebu, sisa-sisa tanaman tebu tetap harus dihancurkan. Sistem perakaran tebu di dalam tanah akan lebih mudah hancur dibandingkan dengan sistem perakaran dan tunggul tanaman perkebunan lainnya seperti karet dan kakao.

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous