Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Sawit Indonesia – Antisipasi Kebakaran Lahan Gambut Di Perkebunan Kelapa Sawit



Pemerintah telah memperpanjang morotarium atau pengentian sementara pembukaan hutan primer, hutan sekunder dan lahan gambut dengan terbitnya Inpres No 6/2013 sebagai pengganti Inpres No 10/2011 yang kedaluwarsa dan habis masa berlakunya pada bulan Juni 2013 setelah 2 tahun. Terlepas dari pro dan kontra tentang perlunya moratorium di atas yang masih diperdepatkan baik di kalangan akademis maupun para pengusaha perkebunan, terkesan bahwa tata kelola lahan gambut, khususnya terkait dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut dinilai belum terlaksana dengan baik. Perlu diketahui, luas perkebunan kelapa sawit ditaksir  sekitar 20% berada di lahan gambut.  

Penolakan terhadap pemanfaatan  lahan gambut untuk pengembangan pertanian sering muncul baik dari dalam negeri maupun dunia internasional. Tekanan pemanfaatan lahan gambut sering dihubungkan dengan kasus-kasus kegagalan seperti Eks PLG Sejuta Hektar Kalimantan Tengah.  Kawasan PLG Sejuta Hektar menjadi “sandungan”  karena pembukaannya memunculkan kebakaran besar yang kemudian diisukan menimbulkan  emisi GRK setara dengan negara Inggris. Kebakaran lahan gambut tahun 1997/1998  yang tercatat seluas 2,12 juta ha ditaksir menimbulkan emist GRK setara  0,6-4,2 juta ton  C atau 2-16 juta ton CO2 (Tacconi, 2003) sehinga Indonesia masuk sebagai emitor GRK ke tiga di dunia.          

Dorongan kuat untuk pentingnya tata kelola lahan gambut yang bijak dan ramah lingkungan terkait dengan komitmen Indonesia yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudiyono  di Pittsburg, Amerika Serikat  dan di Copenhagen pada Konferensi G-20 dan COP-15 pada diakhir tahun 2009 yang menyatakan akan menurunkan emisi GRK sebesar 26% secara unilateral dan 41% jika ada dukungan bantuan negara maju, diantaranya 9,5-13,0%  dari lahan gambut.  

Tulisan ini dimaksudkan sebagai “sharing” pengalaman dan pengetahuan dalam memahami dan  mengatasi kebakaran di lahan gambut, terutama pada perkebunan kelapa sawit.  Kebakaran lahan gambut merupakan salah satu isu kunci dalam tata kelola lahan gambut yang ramah lingkungan.

SEKITAR KECAMAN DAN TUDINGAN  

Lahan gambut dinilai sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK), seperti karbondioksida (CO2), metan (CH4), dan dinitrooksida (N2O) yang berdampak pada perubahan iklim dan pemanasan global. Emisi GRK secara nasional cenderung meningkat setiap tahun yang sebenarnya juga akibat meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil dari minyak bumi, gas alam dan batu bara baik untuk kepentingan energi dan listrik, seperti transportasi, industri, pabrik-pabrik maupun kepentingan rumah tangga. Menurut laporan, kegiatan non pertanian (penggunaan energi dan listrik) di atas telah menyumbang 65% dari total emisi  GRK jauh lebih besar daripada kegiatan pertanian (budidaya pertanian/perkebunan, alih fungsi lahan/hutan, dan limbah pertanian/rumah tangga) yang menyumbang sekitar 35% dari total emisi GRK.  

Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan internasional seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Konvensi Ramsar tentang Konservasi Lahan Basah, yang telah dituangkan dalam undang-undang sebagai bentuk ratifikasi merupakan partisipasi pemerintah dalam pergaulan dunia yang memang telah diamanatkan oleh Undang-unang Dasar 1945,  namun pada tempatnya pemerintah  juga perlu tetap memperhatikan kedaulatan negara dan kepentingan nasional dalam apresiasi kesepakatan-kesepakatan  tersebut, khususnya dalam hal pengaturan sumber daya alam kita, termasuk lahan gambut. 

Tudingan-tudingan masyarakat dunia, khususnya oleh Negara-negara Eropah dan Amerika Serikat, tentang pemanfaatan lahan gambut yang selama ini dianggap merusak lingkungan, merusak hutan, dan menguras sumber daya air, menurunkan keanekaragaman hayati, meningkatkan kemiskinan masyarakat setempat, dan meningkatkan emisi gas rumah kaca atau menimbulkan perubahan iklim,  pada dasarnya tidak semuanya benar bahkan terkesan merupakan ”kampanye negatif” untuk menyerang pesatnya perkembangan bisnis Indonesia, khususnya kelapa sawit (Barani. 2009; Harahap dkk, 2008). Keadaan ini perlu disikapi secara bijak dan adil karena dibelakang keputusan yang  diambil  terdapat jutaan rakyat. 

Pengalaman dan  belajar dari kebijakan masa lalu bagaimana tentang cengkeh, jeruk, tebu/gula dan banyak yang lainnya (seperti kayu, batu bara, emas) yang telah meminta ”korban” banyak petani dan masyarakat kita perlu mendapatkan perhatian. Tambahan, terkait  gambut dan perubahan iklim bahwa menurut Sirin dan Laine (2008) dalam Marsyudi (2012) gambut dapat memegang peran ganda baik sebagai sumber maupun penyimpan GRK. Namun perhatian masyarakat luar (asing) lebih tertuju pada pelepasan karbon ketimbang penyipanannya dalam bentuk tanaman. Lebih-lebih bahwa angka-angka seperti emisi GRK yang diekspose ”menyerang” lebih banyak estimasi-estimasi yang sangat mungkin terdistorsi untuk tujuan politik dan bisnis. 

PEMANFAATAN DAN KERUSAKAN LAHAN GAMBUT

Pemanfaatan lahan gambut semakin pesat untuk pertanian dan perkebunan seiring dengan prospek yang menjanjikan. Perlu dicatat rusaknya lahan gambut bukan semata-mata karena  pembukaan dan pemanfaatan untuk pertanian/perkebunan, juga adalah akibat pembalakan liar maupun resmi, termasuk penjarahan oleh HPH, kebakaran baik sengaja maupun tidak sengaja, dan pengatusan (drainase) akibat kesalahan perencanaan dan pelaksanaan di lapangan masa lalu. Hanya perlu dicatat bahwa kerusakan lahan/hutan gambut kita – hanyalah dampak dari “kebodohan” kita yang kemudian dimanfaatkan oleh Negara-negara maju karena dibalik itu bukankah mereka telah diuntungkan sebelumnya karena lebih dulu menikmati sebagai penerima barang-barang (kayu, emas, batu bara) “illegal” yang diatur oleh oknum sehingga menghidupkan industri dan bisnis mereka ?   Lahan gambut yang dibuka tidak lebih dari 0,5 juta hektar untuk pertanian tanaman pangan dan sekitar 1,5-2,0 juta hektar untuk perkebunan dengan ketebalan gambut yang bervariasi dari 0,5-4,0 meter, hanya sebagian kecil yang masuk ke lahan gambut tebal > 3m. Kerusakan lahan gambut lebih banyak karena “kejahilan” sebagian dari masyarakat yang terperangkap pada kemiskinan yang kemudian dimanfaatkan oleh cukong-cukong untuk mengambil kayu-kayu dari hutan gambut yang sudah rusak untuk diekspor secara illegal ke negara-negara maju. 

Indonesia sekarang dihadapkan lebih berat lagi dengan penduduk lebih seperempat milyar (237,5 juta jiwa) dengan laju pertambahan 350.000 per tahun, maka lahan gambut masa mendatang masih menjadi pilihan untuk pengembangan pertanian/perkebunan, termasuk untuk penghasil energi hayati (biofuel) masa depan karena ketersedian lahan yang terbatas untuk dimanfaatkan. Lahan gambut kita maha luas antara sekitar 17 juta hektar, diantaranya 10-13 juta hektar dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Pemerintah daerah yang mempunyai lahan gambut juga mendapatkan dorongan kuat dari masyarakatnya yang lahannya sudah puluhan tahun tanpa menghasilkan sesuatupun, kecuali sebagai lahan bongkor yang terbakar setiap tahun. Bagi pemerintah daerah, investasi yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan seperti kelapa sawit  merupakan peluang sebagai sumber pendapatan daerah sehingga “menawan” untuk dijadikan wilayah sumber pertumbuhan ekonomi baru.  

Pemerintah di bawah Direktorat Jenderal Perkebunan telah merencanakan pembukaan lahan perkebunan seluas 450 ribu ha per tahun.   Dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian, maka pemanfaatan lahan-lahan sub optimal seperti lahan rawa dan lahan gambut menjadi pilihan ke depan.  Dalam konteks pemanfaatan lahan dan kebakaran lahan, boleh jadi dengan adanya tanaman pada lahan-lahan gambut yang sudah dibuka atau bongkor, maka kebakaran lahan yang sering terjadi baik disengaja ataupun tidak disengaja akan berkurang. Petani yang lahannya ditanami dengan baik apakah itu karet atau kepala sawit tentunya tidak membiarkan begitu saja lahannya untuk terbakar.  

ANTISIPASI ATAU PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

Pencegahan kebakaran di lahan gambut atau hutan gambut merupakan salah satu bagian tindakan dalam Pengelolaan Kebakaran Lahan atau Hutan. Tindakan lain dalam Pengelolan Kebkaran Lahan Gambut adalah Kesiapsiagaan, Penanggulangan Kebakaran dan Rehabilitasi pasca Kebakaran.  Namun dalam hal ini pencegahan lebih penting sebagai tindakan pertama dan jauh lebih baik daripada melakukan pemadaman apalagi rehabilitasi yang jauh lebih sulit dan mahal.  Tindakan pencegahan  dalam Pengelolaan Kebakaran lahan atau Hutan  ini mempunyai tujuan antara lain:  (1) mencegah kebakaran hutan dan lahan, (2) meminimalkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, (3) memperkecil dampak kebakaran hutan dan lahan, dan (4) memelihara dan menjaga sumberdaya hutan dari bahaya kebakaran hutan dan lahan. 

Dalam pencegahan atau pengendalian kebakaran hutan dan lahan paling tidak diperlukan 3 (tiga) aspek utama yaitu : (1) operasional teknis,  (2) kelembagaan, dan (3) partisipasi atau pemberdayaan masyarakat. Operasional teknis mencakup perencanaan pencegahan kebakaran, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran hutan dengan prioritas utama pada pencegahan. Kelembagaan mencakup masalah pembagian tugas dan tanggung jawab institusi serta sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat mencakup masalah peningkatan keterlibatan masyarakat terutama masyarakat setempat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

A.  OPERASIONAL TEKNIS

Operasional teknis dalam hal ini adalah perencanaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan fokus pada pencegahan terjadinya kebakaran. Pencegahan maksudnya adalah kegiatan yang bersifat mencegah terjadinya kebakaran atau yang harus dilakukan saat belum terjadi kebakaran.  Berikut ini dikemukakan beberapa usaha pencegahan kebakaran lahan atau hutan yang antara lain :

1. Pembuatan Peta Rawan Kebakaran.  Hal ini penting dilakukan sehingga luas areal kebakaran dapat dicegah selaus mungkin dengan cara mendelinasi areal yang rawan kebakaran baik dari segi bahan bakar maupun sosial kemasyarakatan.

2. Pembuatan Sekat Bakar.  Secara teknis hal ini sangat mudah hanya saja efektif tidaknya sangat tergantung pada peletakan lokasi. Oleh karena itu,  dari peta rawan kebakaran dapat disusun perencanaan pembuatan sekat bakar, baik sekat bakar jalur hijau maupun sekat bakar jalur kuning dengan jumlah yang memamdai dan tempat-tempat yang strategis.

3. Sistem Deteksi Kebakaran. Kegiatan ini untuk mengetahui lebih dini kemungkinan terjadinya kebakaran hutan, sehingga dapat diambil langkah-langkah penanggulangan yang tepat. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain : 

Mendirikan menara pengawas kebakaran dengan jangkauan pandang cukup jauh, dilengkapi dengan sarana deteksi (teropong, range finder) dan sarana komunikasi. Untuk dapat memantau areal pengawasan dengan baik, tinggi menara pengawas 25-35 meter dan ditempatkan pada lokasi strategis; 
Patroli secara periodik dengan frekuensi lebih meningkat pada saat musim kemarau; 
Membangun dan mendayagunakan pos-pos jaga pada jalan masuk, jalan pengawasan areal tanaman dan di sekitar kawasan yang berbatasan dengan desa atau lahan usaha pertanian. Ini dimaksudkan untuk menghindari dari kebakaran hutan akibat kecerobohan manusia atau kesengajaan; 
Memanfaatkan informasi hotspot (titik panas) dan cuaca untuk penilaian tingkat kerawanan kebakaran, 
Desain hutan tanaman/perkebunan yang memiliki risiko kecil terhadap kebakaran. Dengan telah diperolehnya teknologi model pembangunan hutan tanaman/kebun berisiko kecil kebakaran, maka pembangunan hutan tanaman dengan model tersebut akan mempermudah kegiatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;  
Pengelolaan bahan bakar. Pengelolaan bahan bakar adalah kegiatan untuk memanipulasi bahan bakar, sehingga jumlah bahan bakar tidak berada pada kondisi yang rawan terbakar; 
Penyediaan tenaga dan peralatan pemadam. Tenaga yang terampil dan ketersediaan peralatan sangat menunjang perlindungan tanaman dari bahaya kebakaran. Tanpa adanya tenaga terlatih beserta peralatan, api akan sulit dikendalikan; 
Penyediaan sumber air. Sumber air merupakan faktor kunci dimusim kebakaran. Untuk itu waduk serbaguna, bak air beton, sarana transportasi dan komunikasi perlu disediakan; 
Memasang rambu-rambu peringatan bahaya kebakaran. Pemasangan rambu-rambu bahaya kebakaran dilakukan di tempat-tempat umum dan mudah dilihat masyarakat umum; dan 
Menyusun data statistik. Ini bertujuan untuk mengetahui segala asset atau tanaman yang perlu dilindungi serta sarana prasarana yang ada. (Bersambung)

Oleh: Dr. Ir. Muhammad Noor, MS* dan Dr. Ir. Acep Akbar, MS** (Bagian pertama) 

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – 31% Palm Product



Palm Product adalah produk hasil pengolahan tandan buah segar yang terdiri dari Crude Palm oil (CPO) dan Kernel Palm Oil(KPO) dalam satuan Oil Ekstraction Rate (% OER) dan Kernel Ekstraction Rate (% KER).

CPO sangat tergantung pada Mesocarp (daging buah) dan banyaknya berondolan dalam tandan buah segar (TBS). Demikian halnya kernel sangat tergantung pada banyaknya berondolan dalam tandan buah segar (TBS).

Berdasarkan pengalaman operasional pabrik kelapa sawit yang kami tangani sebagai berikut: 

Di Kalimantan Timur selama 5 tahun (2002-2007) % OER = 25,00-26,50%. 
Di Kalimantan Barat (2007-2009) menaikkan %OER dari 20,00% (pencapaian selama bertahun tahun sebelumnya) menjadi>23,00 % dan set up operasional PKS baru di Kalimantan Barat (2009-2011) dengan pencapaian % OER = 25,00-26,00%.

RAHASIANYA ADALAH :

RAHASIA KE-1 ; SUASANA KERJA YANG NYAMAN

Dengan Program 5 R ataudengan program apa saja yang dapat menciptakan suasana yang nyaman:

•Tempat kerja yang INDAH, RAPI, BERSIH, dan TERAWAT. Tempat kerja bagaikan tempat rekreasi yang membuat karyawan betah dan nyaman.
•Budaya kerja karyawan dengan produktivitas yang tinggi; kepedulian dan tanggung jawab terhadap tempat kerja dan pekerjaan.
•Fokus dan konsentrasi: “Apapun yang menjadi pusat Konsentrasi anda, akan mempengaruhi SIKAP, PERASAAN, DAN PERILAKU ANDA.”
RAHASIA KE-2 ; TANDAN BUAH SEGAR

Kualitas TBS yang masuk harus sesuai standar kematangan yang telah ditetapkan

TBS mentah, TBS Over Ripe, dan Janjang Kosong adalah sumber oil loss di kebun, HARUS DI JAGA!!! Dengan manajemen panen yang baik dan benar.
Berlakukan sistem denda grading untuk pembelajaran demi hasil yang optimal.
Handling di loading ramp PKS.
RAHASIA KE-3 ; PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT

Kunci keberhasilan pengolahan minyak kelapa sawit adalah sebagai berikut:

 

Proses sterilization; perebusan FFB untuk mengkondisikan FFB tersebut dalam proses ekstraksi selanjutnya, hal ini mempengaruhi 60% dari kualitas seluruh tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit.
Proses threshing; pemisahan fruit dari FFB harus di optimalkan agar % Fruit/FFB bias maksimal. Proses ini mempengaruhi 5% dari kualitas seluruh tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit.
Proses Digesting & Pressing; Mengekstrak CPO dari daging buah. Proses ini mempengaruhi 25% dari kualitas seluruh tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit.
Proses klarifikasi; proses pemisahan dan pemurnian minyak kelapa sawit. Proses ini mempengaruhi 10% dari kualitas seluruh tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit.

 

Untuk proses pengolahan CPO di PKS perlu pendalaman sesuai dengan kondisi dan tempat masing-masing PKS, diperlukan Mill Audit Advisory sehingga detail permasalahan dan rahasia keberhasilannya dapat ditemukan.

RAHASIA KE-4 ; Lab. Quality Control
Sebagai control untuk konsistensi operasional proses yang baik dan benar
Komunikasi data kualitas pengolahan dari hasil analisa laboratorium kepada operator prosessing untuk dipedomani.
RAHASIA KE-5 ; MINDSET

“ TANAMKAN DALAM PIKIRAN BAHWA“PALM PRODUCT 31%” DAPAT DI CAPAI DI PERKUAT DENGAN KEYAKINAN DAN PROYEKSI SEHINGGA MENJADI KENYATAAN”

Penulis:  Darwisata SbMg, ST : Direktur Utama PT. Ewako Daro Utama (General Contractor), Direktur PT. Sahabat Agro Sejati (Konsultan Agronomi, Palm Oil Mill)

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Proses Dekomposisi Tandan Kosong Dengan Bantuan Organisme Hidup



Dekomposisi bahan organik termasuk tandan kosong kelapa sawit (tankos) sampai akhirnya berbentuk tanah dan terjadi pelepasan nutrisi melibatkan berbagai organisme dengan berbagai tingkatan suksesi. Proses dekomposisi bisa terganggu jika rangkaian suksesi terganggu. Pada dasarnya dekomposisi dapat terjadi pada semua bahan organik. 

Cepat atau lambatnya dekomposisi bahan organik juga tergantung dari kualitas bahan organik itu sendiri. Dekomposisi kayu ulin mungkin memakan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, tetapi dekomposisi kayu sengon mungkin hanya memerlukan beberapa bulan saja. Demikian juga halnya dengan berbagai bagian dari tanaman kelapa sawit. 

Dekomposisi cangkang kelapa sawit secara alami terjadi lebih lambat dibandingkan dengan dekomposisi tankos. Namun dekomposisi tankos lebih lambat jika dibandingkan dengan dekomposisi empulur batang sawit. Di samping itu cepat atau lambatnya dekomposisi bahan organik juga sangat tergantung kepada kondisi lingkungan yang mendukung.  Dekomposisi oleh jamur dapat berjalan dengan baik jika kelembaban bahan organik dapat dijaga antara 60% dan 70%, sedangkan dekomposisi oleh bakteri biasanya berhasil dengan baik jika kelembaban bahan organik dapat dipertahankan mendekati 100%.

Keterlibatan berbagai organisme hidup

Secara tradisional, pengomposan dilakukan dengan cara membuat lubang di dalam tanah kemudian memasukkan bahan organik ke dalam tanah. Tanpa disadari bahwa proses pengomposan yang dilakukan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita sarat dengan kandungan ilmu biologi lingkungan yang sangat tinggi dan menggarisbawahi terjadinya suksesi di alam. Berbagai organisme hidup terlibat, mulai dari manusia, binatang, serangga tingkat tinggi, serangga primitif, jamur, dan bakteri.  Manusia mengawali keterlibatannya dalam mencincang-cincang bahan organik, dan kemudian ketika diletakkan di tanah dilanjutkan pemotongan bahan organik ke ukuran yang lebih kecil lagi oleh berbagai serangga tingkat tinggi (termasuk Oryctes sp., serangga hama yang merugikan), dilanjutkan menjadi ukuran yang lebih kecil lagi oleh serangga primitif berukulan kecil seperti Colembola spp., selanjutnya oleh jamur, dan akhirnya oleh protozoa dan bakteri.

Pengomposan dengan input teknologi

Tandan kosong kelapa sawit (tankos) merupakan salah satu by product yang produksi per satuan waktunya sangat tinggi mencapai 23% dari bobot tandan buah segar yang masuk ke pabrik kelapa sawit.  Karena jumlahnya sangat banyak, jika tidak dilakukan penanganan dengan baik, lama kelamaan akan menumpuk di sekitar pabrik sehingga menimbulkan gangguan lingkungan yang sangat signifikan, termasuk menjadi sumber perkembangbiakan hama Oryctes sp. Padahal tankos dapat diaplikasikan langsung ke lapangan sebagai mulsa atau dikomposkan untuk dijadikan pupuk oragnaik dalam program daur ulang nutrisi secara cepat.

Oleh karena jumlahnya sangat banyak, dekomposisi atau pengomposan tankos memerlukan input teknologi dengan bertumpu pada kenyataan bahwa tankos memiliki kandungan lignin yang tinggi bahkan bisa lebih dari 50%.  Di samping itu, tankos juga dalam beberapa khasus masih mengandung minyak dengan kadar yang cukup signifikan. Kandungan minyak yang tinggi dapat mempengaruhi efisiensi degradasi.  Input teknologi yang diperlukan di antaranya adalah pencacahan, penambahan endapan limbah cair PKS, dan penggunaan bio aktivator, serta pembangunan kondisi yang optimum bagi bekerjanya bahan aktif mikroba yang digunakan. 

Pilihan antara bakteri dan jamur

Alam telah meberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Jika kita berjalan-jalan di lingkungan kita dan menemukan ada pangkal batang tanaman berkayu yang membusuk, dalam banyak kasus dapat dipastikan penyebabnya adalah mikroba dari golongan jamur. Para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit tahu persis bahwa penyebab busuk pangkal batang sawit adalah Ganoderma Boninense  bukan oleh bakteri.  Hal tersebut memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa pendegradasi bahan berkayu dengan kandungan lignin yang tinggi adalah dari golongan jamur, bukan bakteri. Dengan demikian, maka untuk sementara ini pengomposan tankos pilihan yang lebih tepat dan masuk akal adalah dengan jamur. 

Ada sebagian yang mengkhawatirkan bahwa bahwa jika dilakukan dengan jamur bisa berakibat fatal pada tanaman kelapa sawit. Tentu saja dalam hal ini ya jangan menggunakan jamur patogen. Dari hasil penelitian di laboratorium, pada hakekatnya Ganoderma boninense memiliki kemampuan yang sangat bagus untuk mendegradasi tankos. Bagaimanapun juga penggunaan jamur patogen seperti Ganoderma spp. untuk pengomposan dilarang keras. Berbagai jenis jamur yang bukan patogen memiliki kemampuan mendegradasi bahan lignoselulosa dan aman digunakan, salah satunya adalah Trichoderma spp.  

Gangguan pada proses pengomposan

Jika golongan jamur digunakan dalam pengomposan tankos, maka selama proses perkembangan miselium yang memakan waktu 7 sampai 2 minggu, biakan jamur dengan tankos sebagai substratnya tidak boleh diganggu. Jika diganggu produksi berbagai jenis enzim yang terlibat dalam degradasi lignoselulosa tidak dapat berlangsung secara optimum. Bayangkan apa yang terjadi jika dalam proses pembuatan tempe, setiap hari pembungkusnya dibuka. Dapat dipastikan tempenya tidak jadi.  Penyiraman bahan setiap dua hari sekali diselingi dengan penguapan air yang tinggi oleh paparan sinar matahari yang terik, dan tidak terkendalinya suhu tumpukan tankos dapat menjadi hambatan utama terjadinya proses pengomposan tankos oleh jamur.

Pilihan antara nutrisi dan mulsa

Semua jenis bahan organik akan terdegradasi secara alami oleh mikroba dan insekta.  Waktu yang diperlukan untuk terdegradasi secara sempurna tergantung kepada kandungan serat dan lignin, kondisi lingkungan, dan jenis mikroba serta insekta yang ada.  Bahan dengan kandungan serat dan lignin yang tinggi biasanya memerlukan waktu degradasi yang lebih lama. Degradasi akan berjalan lambat jika kondisinya terlalu basah atau terlalu kering dalam waktu yang lama.  Keberadaan mikroba perombak lignin dan selulosa dalam jumlah yang memadahi akan sangat membantu proses degradasi. Percepatan degradasi dapat dilakukan melalui proses pengomposan dengan bantuan bio aktivator. Gambar 1 menunjukkan perbedaan waktu yang diperlukan antara degradasi TKKS secara alami dan degradasi TKKS yan dipercepat melalui proses pengomposan.

 Dari ilustrasi yang ditunjukkan pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa dikomposkan  atau tidak dikomposkan, TKKS akhirnya akan menjadi kompos dan nutrisi yang terkandung akhirnya akan dimanfaatkan juga oleh tanaman.  Pilihan antara dikomposkan atau tidak, sangat tergantung kepada fungsi utama yang diharapkan. Kalau tujuannya akan digunakan sebagai mulsa, maka pengomposan tidak diperlukan. Namun jika akan digunakan sebagai pupuk organik maka pengomposan mutlak diperlukan.

Untuk daerah-daerah dengan musim kemarau panjang, bahan organik sebaiknya diaplikasikan sebagai mulsa dengan tujuan untuk mencegah evaporasi atau menguapnya air dari dalam tanah.  Sedangkan untuk daerah-daerah dengan curah hujan merata sepanjang tahun, pemakaian bahan organik dalam bentuk kompos dianggap lebih tepat, namun juga tidak mutlak harus sudah berbentuk kompos.  Untuk tanaman perkebunan yang sudah menghasilkan, pemakaian pupuk organik dengan nilai C/N ratio yang tinggi tidak bermasalah. Namun untuk keperluan aplikasi di pembibitan dan di lubang tanam, bahan organik yang digunakan harus betul-betul matang, meskipun C/N ratio awalnya sudah rendah.

Untuk mencegah terjadinya infestasi hama dan penyakit, bahan organik baik yang berupa mulsa maupun pupuk organik harus dilindungi dengan mikroba anti hama dan penyakit.  Sebaiknya mikroba yang digunakan juga memiliki keunggulan lain seperti mampu memicu pertumbuhan tanaman, melepaskan unsur hara terikat tanah, dan mampu memfiksasi nitrogen dari udara.  

Oleh: Darmono Taniwiryono, Phd, Peneliti Utama Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia

 

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Paket Teknologi Mempersingkat Masa Tbm, Pengendalian Ganoderma Dan Peningkatan Produksi Sawit



Paket Teknologi untuk mempersingkat TBM dan meningkatkan produksi kelapa sawit dengan applikasi pupuk JUHAR & Urea yang inovatif telah dicoba secara semi komersil selama 4-6 tahun di beberapa perusahaan swasta dan pribadi di Sumut. Respon pupuk terhadap vegetatif/pertumbuhan dan pembentukan buah cukup instan dibandingkan pupuk konvensional serta kesehatan tanaman lebih baik (berfungsi sebagai pencegahan preventif), dan pengendalian terhadap penyakit seperti marasmius palmivorus, ganoderma yang mengering, dan lapuk.

Kualitas bibit (tinggi bibit, diameter batang, jumlah pelepah dan lilit batang) sesuai bahkan lebih baik dari standard. Persentase kegagalan bibit dari pre nursery ke main nursery hanya sekitar 1%.

Pupuk JUHAR & Urea mempersingkat TBM 3-4 bulan lebih cepat dibandingkan pupuk konvensional. Pada umur 24 bulan tanaman menghasilkan sekitar 8 tandan dengan 3 tingkatan. Pada umur 26-28 bulan sudah dapat dipanen. Berdasarkan data tersebut dapat diprediksi secara teoritis bahwa bila menggunakan JUHAR & Urea dengan kerapatan pohon 143 per ha menghasilkan TM-1 sekitar 20,6 ton per ha per tahun dibandingkan pupuk konvensional 13,7 ton per ha per tahun. Dalam hubungan ini, realisasi produksi TM 1 dari hasil prediksi teoritis tersebut tergantung antara lain: sumber kecambah, jenis tanah, kesempurnaan pemupukan (tepat waktu, dosis, sistem poket), kerapatan pohon per ha, dan iklim.

Pemberian pupuk JUHAR & Urea terhadap tanaman tua (20 tahun) untuk meningkatkan jumlah tandan per hektar. Pengamatan selama 1 tahun menunjukkan jumlah tandan (JUHAR & Urea) 841 lebih tinggi dibandingkan pupuk konvensional hanya 741.

Pemakaian dosis dan biaya pemupukan JUHAR & Urea juga lebih hemat dibandingkan konvensional 1:4 untuk TBM dan 1:2 untuk TM. Untuk TBM sbb: (1,5 Kg per pokok per tahun) setara dengan (Rp 9.200 per pokok per tahun) sedangkan pupuk konvensional (8 Kg per pokok per tahun) setara dengan (Rp 36.000 per pokok per tahun). Untuk TM sbb: (3,0 Kg per pokok per tahun) setara (Rp 18.200 per pokok per tahun) sedangkan konvensional (10 Kg per pokok per tahun) setara (Rp 42.500 per pokok per tahun).

I. PENDAHULUAN

Sebagaimana dimaklumi bahwa masa TBM sawit mencapai 30-34 bulan dan bahkan lebih dengan produktivitas sekitar 5-8 ton per ha per tahun. Selain itu, sekitar 50-60 % dari total biaya pengelolaan kebun kelapa sawit adalah untuk biaya pemupukan. Manajemen perusahaan menginginkan masa TBM lebih singkat, produktivitas TM yang lebih tinggi dan pupuk yang hemat biaya dengan syarat kualitas tanaman memenuhi standard atau lebih.

Keuntungannya, biaya investasi tanaman akan banyak berkurang dan panen lebih awal sehingga pengembalian modal lebih cepat. Pada saat ini tersedia paket teknologi yang inovatif untuk mempersingkat TBM dan meningkatkan produksi kelapa sawit dengan applikasi pupuk JUHAR & Urea hemat biaya, mampu menghasilkan kualitas tanaman standard atau lebih.

Pupuk JUHAR adalah pupuk super – majemuk yang diformulasi khusus mengandung sedikitnya 9 unsur anorganik (makro dan mikro) dan dalam aplikasinya dicampur dengan Urea/ZA tergantung pada pH tanah. Apabila pH tanah basa campurannya dipakai ZA dan apabila pH tanah asam maka campurannya dipakai urea. Apabila diaplikasi sesuai dengan protocol (dosis dan waktu pemberian) yang tepat, ternyata pupuk tersebut mampu memacu pertumbuhan, meningkatkan kesehatan berfungsi sebagai pencegahan (Preventive) terhadap penyakit seperti Ganoderma, dan kualitas tanaman baik. Akibatnya, masa TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) lebih singkat, dan produktivitas lebih tinggi.

Untuk Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), aplikasi dosis dan biaya pupuk JUHAR & Urea lebih hemat (1,50 Kg per pokok setara Rp 9.000 per pokok per tahun) dibandingkan dosis pupuk konvensional (8,00 Kg per pokok per tahun setara Rp 36.000 per pokok per tahun). Dalam hal ini, perbandingan biaya JUHAR & Urea dan konvensional untuk TBM 1:4.

Untuk Tanaman Menghasilkan (TM), aplikasi dosis pupuk JUHAR & Urea juga lebih hemat (3,00 Kg per pokok setara Rp 18.000 per pokok) dibandingkan dosis pupuk konvensional (10 Kg per pokok setara Rp 42.500 per pokok) atau 1:2 dengan kualitas tanaman yang sama atau lebih. Dalam hal ini, perbandingan biaya JUHAR & Urea dan konvensional untuk TM 1:2.

II. MANFAAT PUPUK JUHAR & UREA
1. Meningkatkan kesuburan tanah

Pupuk JUHAR yang diformulasi khusus sehingga dapat meningkatkan kondisi dan kesuburan tanah ditunjukkan oleh pH dan CEC (Capacity Exchangeable Cation). Hasil analisa kadar unsur-unsur pupuk JUHAR yang diterbitkan Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Utara, Medan No. 14818/VII/08 serta dibawah Tim Pengkajian Pupuk dari Fakultas Pertanian, USU, No. 2342/Jo.5.9/TU/2008 mengandung unsur makro, mikro, katalisator dan aktivator. Dalam aplikasinya bila pH tanah asam, pupuk Juhar dicampur dengan pupuk Urea (1:0,5) atau bila pH tanah basa maka pupuk Juhar dicampur dengan pupuk ZA (1:1).

Hasil analisa yang dilaksanakan Research and Development, Asian Agri, tanggal 6 Agustus 2007 atas tanah yang dipupuk JUHAR & Urea dibandingkan pupuk konvensional disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut:

Hasil analisa pada Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pH (tingkat keasaman) lebih baik, CEC (Capacity Exchangeable Cation) dan N total lebih tinggi sedikit sedangkan P tersedia dari pupuk JUHAR & Urea lebih tinggi 2,8 kali dibandingkan pupuk konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa keasaman dan ketersediaan nutrisi (unsur-unsur hara) pupuk JUHAR & Urea lebih baik dibandingkan pupuk konvensional sehingga menambah kesuburan tanah, perakaran dan meningkatkan kemampuan kapileritas tanaman sehingga respon pupuk terhadap tanaman tinggi (instan).

Dalam hal ini, absorpsi/adsorpsi tanaman atas unsur-unsur hara (nutrisi) tersedia cukup dan lengkap serta mampu meningkatkan trans lokasi unsur hara / nutrisi dari tanah ke batang, daun, pelepah dan buah. Selain itu, ada zat-zat yang terdapat dalam pupuk Juhar bertindak untuk pencegahan dan pengendalian penyakit Ganoderma dan Marasmius Palmivorus sehingga kualitas tanaman prima. Hasilnya dapat mempersingkat masa TBM, memperbaiki vegetatif tanaman (jagur, hijau cerah, daun tidak kaku/crack dan tidak melidi), lebih tahan terhadap penyakit sekaligus pengendalian Ganoderma dan peningkatan produksi (regeneratif) tandan buah segar (TBS).

2. Mempersingkat masa di bibitan dan masa TBM.

Berdasarkan hasil applikasi pupuk JUHAR & Urea dalam skala komersil (9.280-74.300 bibit) pada perusahaan swasta di Sumatera (2007- 2011), masa TBM mengggunakan pupuk JUHAR & Urea dapat dipersingkat waktunya dari 30-34 bulan menjadi 26-28 bulan dibandingkan pupuk konvensional (Tabel 2):
Secara garis besarnya, pupuk JUHAR dapat mempersingkat masa TBM sekitar 3-4 bulan dibandingkan pupuk konvensional.

3. Aplikasi pupuk JUHAR & Urea pada Pre dan Main Nursery

a. Pre Nursery ( Umur bibit 0-3 bulan)

Pada bulan ke-0, pupuk dasar (JUHAR) dengan dosis: 10-20 gram per pokok per polibag terlebih dahulu dicampur dengan tanah dan diaduk merata kemudian dimasukkan ke dalam polibag. Bibit disiram 2 kali per hari sampai bulan ke-3. Hasilnya bibit hijau dan seragam. Hama seperti belalang terkontrol berfungsi sebagai pencegahan (preventif) di mana penyakit seperti ganoderma tidak ditemukan. Setelah 3 bulan, bibit dipindahkan ke main nursery. Rincian pemberian pupuk umur 0 bulan – TM (Lampiran 1).

Selain itu untuk meningkatkan kualitas tanaman disemprotkan PPC (Pupuk Perangsang Cair ) merk Flovit dosis 100-150 ml per Cap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase gagal bibit dari Pre Nursery ( 74.300 bibit) ke Main Nursery kecil hanya sekitar 1%.
b. Main Nursery (Bulan Ke – 4 dan seterusnya) dan teknik mempersingkat TBM

Setelah bibit berumur 3 bulan di pre nursery, pada awal bulan ke – 4 dilaksanakan persiapan pemindahan ke main nursery. Tanah dalam polibag dilubangi dulu dengan alat bertanah (Bila ada). Kemudian pupuk JUHAR dosis 20-50 gram sebagai pupuk dasar dimasukkan ke dalam lobang tersebut. Dengan dosis 20 gram, pembentukan sludang pada masa TBM sekitar 11 bulan. Untuk mempersingkat masa TBM, dosis JUHAR sebagai pupuk dasar ditingkatkan dari 20 menjadi 50 gram, maka pembentukan sludang sekitar 5-6 bulan pada masa TBM.

Selanjutnya bibit di pre nursery dikeluarkan dari Babybag dan dimasukkan ke polibag di main nursery yang telah berisi pupuk dasar JUHAR 20-50 gram tersebut. Untuk merangsang pertumbuhan daun dapat disemprotkan PPC merk Flovit dosis 100-150 ml per cap. Kemudian bibit di siram 2 kali per hari dengan volume air 2 liter per polibag per hari. Penyiraman dilanjutkan sampai tanaman dipindahkan ke lapangan. Pada bulan ke-5, aplikasi pupuk JUHAR dosis 10-15 gram per polibag dicampur dengan Urea 5-7,5 gram per polibag kemudian diaduk. Campuran pupuk JUHAR & Urea ditaburkan ke samping /sekitar pohon di polibag.

Pada bulan ke-6 sampai dengan bulan ke-12 dilaksanakan applikasi pupuk JUHAR & Urea (15 gram per pokok dan Urea 7,5 gram per pokok). Hasil applikasi pupuk JUHAR & Urea terhadap kualitas bibit (rata-rata: tinggi bibit, diameter batang, jumlah pelepah, dan lilit batang) dari 74.300 bibit di Main Nursery disajikan dalam Tabel 3 berikut:
Dari data tersebut ternyata kualitas tanaman telah memenuhi standard kebun bahkan lebih. Warna daun hijau cerah, mengkilat dan bungkil lebih besar. Hama Belalang sedikit sekali dan bisa dikendalikan. Pada bulan ke-8-9, bila diperlukan bibit dapat dipindahkan ke lapangan. Pada umumnya pemindahan dilakukan pada umur 11-12 bulan (TBM 1). Dengan menggunakan pupuk JUHAR, biasanya pemindahan bibit ke lapangan tidak terjadi stress.

c. Aplikasi Pupuk JUHAR & Urea di lapangan pada TBM dan TM

TBM 1

Pada semester I dari TBM 1, apabila kondisi tanah asam (pH < 7) dilakukan persiapan campuran pupuk JUHAR 500 gram dan Urea 250 gram diaduk hingga homogen. Apabila kondisi tanah basa (pH > 7) maka pupuk Juhar (500 gram) dicampur bukan dengan pupuk Urea tapi dengan pupuk ZA (500 gram). Pupuk tersebut di poket dan dimasukkan kedalam lobang (6 titik) dengan jarak masing-masing 0,5 m dari pokok kemudian ditutup dengan tanah. Dengan perlakuan ini maka pembentukan akar dan kapilaritas untuk translokasi nutrisi semakin baik. Selain itu pupuk tidak menguap dan tidak tercuci bila turun hujan dan bila tergenang. Dengan kata lain makanan / nutrisi tersedia secara terus menerus selama 6 bulan.

Apabila dosis pupuk dasar JUHAR pada Main Nursery 50 gram/pokok maka pembentukan sludang terjadi sekitar bulan ke-6 (Gambar 4), sedangkan pupuk konvensional (tunggal / NPK) pembentukan sludang terjadi pada bulan ke-14.

Pada semester II dari TBM 1, pupuk JUHAR 500 gram dicampur dan diaduk 250 gram Urea (bila pH <7) atau 500 gram ZA (bila pH tanah >7) hingga merata. Pupuk dimasukkan dan didistribusikan ke dalam 6 lobang (sistem poket) jarak 50 cm dari pohon kemudian pupuknya ditutup dengan tanah.

TBM 2

Pada semester I TBM 2, pupuk JUHAR 500 gram dicampur dan diaduk 250 gram Urea bila tanah asam (pH <7) atau ZA (500 gram) bila pH tanah basa (pH>7) serta dimasukkan dan didistribusikan ke dalam 6 lobang tanaman jarak 50 cm dari pohon. Pada semester II TBM 2, pupuk JUHAR 500 gram dicampur dan diaduk 250 gram Urea bila pH tanah asam (pH <7) atau ZA (500 gram) bila pH tanah basa (pH >7). Kemudian dimasukkan dan distribusikan ke dalam 6 lobang jarak 50 cm dari pohon serta pupuknya ditutup dengan tanah.

Apabila dosis pupuk dasar JUHAR pada Main Nursery 20 gram/pokok maka pembentukan sludang terjadi sekitar bulan ke-11, sedangkan pupuk konvensional pembentukan sludang biasanya terjadi pada bulan ke-14.

Pengamatan menunjukkan bahwa pada umur tanaman sama atau diatas 24 bulan (Gambar 5), pohon sudah berbuah dengan 3 tingkat dan masing-masing tingkat mempunyai rata-rata 8 tandan.

Oleh: Dr. Rusdan Dalimunthe M. Sc dan Ir. Mauritz Simanjuntak (Bagian Pertama – Bersambung )

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Paket Teknologi Mempersingkat Masa Tbm, Pengendalian Ganoderma Dan Peningkatan Produksi Sawit (Bagian Kedua



TBM 3/ TM 1

Pada semester I TBM 3, pupuk JUHAR 1.000 gram dicampur dan diaduk 500 gram Urea. Kemudian dimasukkan dan distribusikan ke dalam 6 lobang jarak 50 cm dari pohon serta pupuknya ditutup dengan tanah. Selanjutnya, pada TBM3 atau TM seterusnya maka pemberian pupuk JUHAR & Urea dilakukan 2 kali per tahun dengan dosis sama seperti semester I TBM 3 diatas.

Pematangan buah terus terjadi pada bulan ke-25 (TBM 3). Tapi pada bulan ke-26-28 (Gambar 6), Tandan Buah Segar (TBS) sudah dapat dipanen (TM1). Berdasarkan data awal ( 8 tandan/tingkat dengan jumlah 3 tingkat per pohon dapat diprediksi seperti dibawah ini:
Prediksi teoritis produksi TM 1 menggunakan pupuk JUHAR & Urea

Berdasarkan asumsi diatas apabila seluruh pohon mempunyai 8 tandan /tingkat dengan jumlah 3 tingkat per pohon) dapat diprediksi secara teoritis produksi TBS dari TM1 menggunakan formula sbb:

Produksi TM 1 = (AxBxCxD) + (AxBxCxE) (ton/Ha/tahun)
Dimana:
A = Jumlah tandan per tingkat =8
B = Jumlah tingkatan = 3
C = Kerapatan pokok = 130 atau 143 pohon/ha
D = Berat Janjang Rata-rata (BJR) smester I = 0,002 ton (asumsi)
E = Berat Janjang Rata-rata (BJR) smester II = 0,004 ton (asumsi)

Bila kerapatan pohon 130, produksi TM 1 = (8 x 3 x 0,002 x 130] + (8 x 3 x0,004 hx 130) = 18,72 ton per ha per tahun. Dengan cara yang sama bila kerapatan pohon 140, produksi TM1 = 20,6 ton per ha per tahun.

Dengan menggunakan pupuk konvensional, 2 tingkat dan jumlah tandan 8 per tingkat, kerapatan pohon 130, produksi TM 1 = 12,5 ton per ha per tahun. Bila kerapatan pohon 143, produksi TM1 = 13,7 ton per ha per tahun.

Realisasi dari prediksi teoritis hasil perhitungan produksi TM 1 diatas tergantung terutama antara lain kepada faktor-faktor: asal kecambah yang digunakan, jenis tanah, kerapatan pohon, sempurnanya pelaksanaan pemupukan JUHAR & Urea (waktu, dosis, sistem poket, dan musim), realisasi tingkat dan jumlah tandan per tingkat.

4. Aplikasi pupuk JUHAR & Urea untuk memperbaiki vegetatif tanaman, rendemen dan meningkatkan produksi tanaman sawit.

Untuk tanaman sawit yang produktivitasnya rendah dan belum menggunakan pupuk JUHAR & Urea sejak dari pre dan main nursery dan atau TBM, pupuk JUHAR & Urea dapat diaplikasi sesuai dengan prosedur pada TM diatas .

Pada pemupukan semester ke-1, bulan ke 2 dan 3, perbaikan dan perubahan fisik tanaman sudah mulai nampak seperti warna buah semula hitam pekat/kering berubah menjadi hitam mengkilat (bernas) yang menunjukkan peningkatan kadar minyak (rendemen) terjadi dalam buah dan kerapatan buah pada tandan lebih seragam yang dapat menambah berat tandan.

Pada pemupukan semester II bulan ke-9 dan seterusnya akan terjadi penambahan tandan buah. Selain itu, warna daun kekuning-kuningan berubah menjadi hijau, ketiak pelepah daun semakin terbuka dan melengkung. Berat per tandan serta jumlah tandan per pokok meningkat.

Tanaman sawit swasta (tahun tanam 2001) yang sebelumnya diberikan pupuk konvensional (NPK) dengan produksi relative rendah diganti pupuk JUHAR & Urea mulai tahun 2006 2 kali/tahun seluas 14,00 Ha dapat dilihat pada Tabel 4. Hasilnya bahwa produksi sawit hasil pupuk JUHAR & Urea TM 4 (165,67 ton) atau 11,83 ton per ha meningkat secara nyata pada TM 5 menjadi 250,24 ton atau 17,8 tonper ha.

Selanjutnya, pengaruh aplikasi pupuk JUHAR dan Urea terhadap jumlah tandan kelapa sawit swasta yang sudah tua berumur 20 tahun (Tanaman tahun 1985) seluas 9 Ha (Tabel 5) yang sebelumnya diberikan pupuk konvensional diganti dengan pupuk JUHAR & Urea: Konvensional = 1.000 pokok, dan JUHAR & Urea =1.000 pokok sebagai berikut:
Ternyata jumlah tandan tanaman sawit tua yang sudah berumur 20 tahun diberi pupuk JUHAR & Urea masih dapat ditingkatkan lebih tinggi dibandingkan pupuk konvensional (743,41). Yang menarik dari pemupukan JUHAR & Urea ini sejak awal pemberian pupuk responnya terhadap tanaman dan produksi lebih instan dibandingkan pupuk konvensional.

III. PERFORMA VEGETATIF DAN KESEHATAN (PENGENDALIAN PENYAKIT SEPERTI GANODERMA) MENGGUNAKAN PUPUK JUHAR, NPK DAN TUNGGAL.

Hasil pengamatan performa vegetatif dan kesehatan tanaman sawit yang diaplikasi dengan pupuk JUHAR, NPK dan pupuk tunggal sebagai berikut (Tabel 6).
Berdasarkan data tersebut nampak bahwa performa vegetatif sawit yang diaplikasi pupuk JUHAR lebih baik dibandingkan pupuk NPK dan tunggal. Dengan kata lain bahwa unsur-unsur hara yang diserap oleh akar sawit terhadap pupuk JUHAR lebih instan dan lengkap dibandingkan pupuk NPK dan Tunggal.

Ternyata pupuk JUHAR selain dapat meningkatkan produksi tapi juga mengendalikan penyakit akibat Ganoderma dan Marasmius Palmivorus. Jamur Ganoderma dapat tumbuh pada bagian bawah pohon dan akar bagian luar tanaman sawit dengan warna keputihan-coklat, basah dan sukar ditarik untuk dipisahkan dari pohon/akar tersebut .

Ganoderma ini dapat merusak lignin dan sellulosa pohon dan akar tanaman sawit serta pipa kapiler sehingga translokasi nutrisi dari tanah ke batang, daun, pelepah dan buah menjadi terganggu. Akibatnya, respon tanaman terhadap pupuk menjadi rendah. Apabila serangan berat (80%) pohon dapat tumbang meskipun umur tanaman relative muda dan sedang berbuah banyak (Gambar 9).

Ternyata telah ditemukan bahwa pupuk JUHAR berfungsi sebagai pencegahan (Preventive) sekaligus mengendalikan penyakit akibat Ganoderma menjadi kering dan lapuk setelah sekitar 2 bulan applikasi. Apabila tingkat serangan ringan (masih dalam akar) sampai sedang (Fruiting body) muncul sedikit pada pangkal batang) masih bisa diupayakan agar sawit normal dengan membubuhkan pupuk JUHAR & Urea sedini mungkin.

Tetapi bila serangan berat (fruiting body seperti kuping Ggjah banyak) maka Ganoderma kering dan lapuk, daun serta buah baru muncul tapi pohon sawit dapat tumbang karena daya tahan kurang ditambah angin – akarnya sudah kropos – yang sangat merugikan pekebun. Selain itu, serangan tidak hanya terjadi pada akar-akar tapi juga pembuluh pipa kapiler pada pangkal batang sehingga transportasi/translokasi unsur hara (nutrisi) dari tanah ke seluruh bagian tanaman terganggu. Oleh karena itu, pembubuhan pupuk konvensional (tunggal atau majemuk/NPK) menjadi kurang respon terhadap tanaman. Aplikasi pupuk JUHAR sedini mungkin (Pembibitan/TBM/TM) tidak hanya meningkatkan produksi tapi juga mencegah (preventif) timbulnya penyakit seperti Ganoderma.

IV. EFFISIENSI PUPUK JUHAR & UREA DIBANDINGKAN KONVENSIONAL PADA TBM DAN TM.
Efisiensi Masa TBM, Biaya pemupukan menggunakan pupuk JUHAR & Urea dan pupuk konvensional (2 kali aplikasi) dalam 1 tahun pada TBM dengan estimasi harga pupuk Februari 2010 (Tabel 7) sbb: Ternyata dosis dan biaya pupuk JUHAR & Urea pada TBM (1,5 Kg/ha/thn setara Rp 9.200 per pokok per tahun) lebih hemat dibandingkan menggunakan pupuk konvensional (8 Kg per pokok per tahun setara Rp 36.000 per pokok per tahun). Dengan perkataan lain biaya pupuk pada TBM lebih hemat menggunakan JUHAR & Urea dibandingkan konvensional sekitar 1: 4.
Efisiensi pemupukan masa TM, Perbandingan biaya pupuk JUHAR & Urea dan konvensional (2 kali aplikasi per tahun) pada TM dengan estimasi harga pupuk Pebruari 2010 Tabel 8) sbb: Ternyata dosis dan biaya pupuk JUHAR & Urea pada TBM (1,5 Kg/ha/thn setara Rp 9.200 per pokok per tahun) lebih hemat dibandingkan menggunakan pupuk konvensional (8 Kg per pokok per tahun setara Rp 36.000 per pokok per tahun). Dengan perkataan lain biaya pupuk pada TBM lebih hemat menggunakan JUHAR & Urea dibandingkan konvensional sekitar 1: 4.

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Studi Kasus Di 5 Pulau Besar Di Indonesia Periode 1990 S/D 2010



Indonesia is one of the largest crude palm oil (CPO) producing countries in the world and at the same time have experienced high levels of deforestation. The link between deforestation and expansion of oil palm plantation has been a source of controversy, which has been exacerbated by the lack of objective quantitative information on the nature of land use and land cover change and the expansion of oil palm plantations. This report provides an independent analysis of land use and land cover change for a broad range of land cover classes for five main Islands in Indonesia, namely Sumatra, Java, Kalimantan, Sulawesi, and Papua based on Landsat TM satellite images.

Visual analysis and on screen digitizing methods were employed to create a nation-wide land cover classification that spans two decades (1990 to 2010). Three temporal epochs (1990 to 2000, 2000 to 2005 and 2005 to 2010) correspond to a period of time with significant changes in land cover and land uses in Indonesia.

Expansion of oil palm plantation in Indonesia shows that most of the expansion exists as a follow on transition from disturbed forest (secondary forest), agricultural lands (mainly rubber plantation), and low biomass land cover types, including shrub land and grassland than formerly reported to be majority from undisturbed forest (primary forest).
Key words: land use change, deforestation and expansion, oil palm plantation, undisturbed forest, disturbed forest, primary forest.

1. PENDAHULUAN

Komoditas kelapa sawit Indonesia memegang peranan yang cukup strategis sebagai salah satu industri non-migas. Selain sebagai penghasil sumber devisa negara, keberadaan perkebunan sawit juga menciptakan lapangan pekerjaan baru. Luas perkebunan sawit di Indonesia yang saat ini telah mencapai 8 juta ha dengan tingkat produksi lebih dari 21 juta ton CPO (crude palm oil), menempatkan Indonesia sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia (Fahmuddin et al., 2011). Akan tetapi, tumbuh dan berkembangnya perkebunan kelapa sawit di negara-negara penghasil minyak sawit termasuk di Indonesia, juga dikhawatiran oleh banyak pihak sebagai salah satu sumber utama pemicu terjadinya deforestasi atau konversi hutan.

Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang merubah tutupan lahan tidak hanya akan mengurangi stok karbon, akan tetapi juga mengancam kerusakan keanekaragaman hayati, berkurangnya cadangan air dan kualitas tanah, dan berkurangnya habitat satwa yang dilindung (Germer dan Sauerborn, 2008). Koh dan Wilcove (2008) memperkirakan kontribusi perkebunan sawit terhadap konversi hutan di Indonesia antara periode 1990 s.d 2005 adalah sekitar 56%. Sedangkan studi Wicke et al. (2011) melaporkan konversi penggunaan lahan dari hutan ke perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat dari 100.000 ha pada tahun 1975 menjadi 5,5 juta ha pada tahun 2005.

Namun demikian, detail penelitian yang mengamati pola perubahan penggunaan hutan dan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit secara seri waktu (time series), masih sangat terbatas dan masih terdapat perbedaan besar dalam kualitas data dan metode yang dipergunakan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian untuk menjawab isu-isu yang berkembang berkaitan dengan perubahan tutupan hutan dan lahan menjadi perkebunan sawit berdasarkan data dan informasi secara seri waktu sangat dibutuhkan. Ketersediaan data dan informasi ini sangat penting tidak hanya untuk mengetahui pola perubahan tutupan hutan dan lahan menjadi kelapa sawit di Indonesia, akan tetapi juga dapat menjadi bahan masukan kepada pemerintah Indonesia dalam rangka mengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam studi ini, kajian dilakukan dalam rangka memperoleh data dan informasi terkait dengan perubahan tutupan hutan dan lahan secara time series dari tahun 1990, 2000, 2005, dan 2010 dari. Adapun tujuan studi ini difokuskan untuk mengetahui tutupan dan perubahan hutan dan lahan menjadi perkebunan sawit. Diharapkan dari hasil studi ini akan didapat informasi mengenai perkembangan perkebunan sawit baik dari hutan yang tidak terganggu (primer), hutan yang terganggu (hutan sekunder), lahan kritis atau lahan lainnya termasuk pada lahan gambut. Selain itu diharapkan pula dari hasil studi ini akan dapat memberikan masukan untuk perkiraan CO2 emisi dari penggunaan lahan dan perubahan tutupan hutan dan lahan sebagai bahan rekomendasi untuk skenario pengurangan emisi.

2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi dan Sumber Data

Ruang lingkup kajian penelitian ini meliputi 5 (lima) pulau besar di Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi dan Jawa. Sumatera merupakan pengembangan kelapa sawit terbesar di Indonesia sedangkan Papua merupakan daerah yang kemungkinan akan menjadi daerah pengembangan kelapa sawit di masa datang di Indonesia. Pemilihan lokasi kajian ini juga didasarkan bahwa kelima pulau tersebut telah mewakili lebih dari 95% wilayah pengembangan kelapa sawit di Indonesia.

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat TM 4, 5 dan TM 7 Tahun 1990, 2000, 2005, dan 2010 liputan Sumatra, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan Jawa yang diperoleh atau diunduh dari USGS melalui website glovis.usgs.gov, peta dasar thematik kehutanan dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan citra resolusi tinggi dari Google Earth untuk wilayah kajian. Sedangkan data lahan gambut khusus diperoleh dari Wetland International (2003) dan batas administrasi diperoleh dari data administrasi dari Bakosurtanal (2006).

2.2. Analisis Penutupan Lahan dan Analisis Perubahan Penutupan lahan

Pendekatan Multi tingkat (multi stage approach) digunakan dalam kajian ini dengan 2 (dua) data spasial citra satelit yang memiliki resolusi spasial yang berbeda untuk interpretasi penutupan lahan. Tahap pertama, analisa penutupan lahan dilakukan dengan menggunakan citra Landsat, dimana citra Landsat diinterpretasikan untuk menentukan kelas penutup lahan yang ada berdasarkan kunci interpretasi. Sedangkan tahap ke dua, untuk menentukan dan melakukan validasi jenis penutupan lahan yang ada digunakan citra yang memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi yang berasal dari Google Earth. Metode validasi digunakan untuk memperoleh konsistensi data dari hasil analisa perbandingan dengan mempergunakan wilayah yang pernah dikaji sebelumnya. Data yang digunakan untuk proses validasi pada kajian ini adalah hasil kajian sebelumnya oleh Tropenbos International Indonesia Programme (TBI) yaitu, untuk wilayah Papua dan Riau.

Klasifikasi penutupan lahan yang digunakan dalam kajian ini berasal dari Kementerian Kehutanan untuk data wilayah Papua, Sumatra, Sulawesi dan Jawa, sedangkan khusus untuk Kalimantan menggunakan klasifikasi penutupan lahan dari Kementerian Pertanian. Berdasarkan dua klasifikasi tersebut kemudian dilakukan pengkelasan ulang menjadi 20 kelas yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Lampiran 1). Analisis yang dilakukan guna memperoleh penutupan lahan adalah analisis secara visual manual. Delineasi dilakukan secara on screen digitations dimana operator/analis GIS langsung melakukan digitasi melalui layar monitor. Sedangkan proses on screen digitations ini dilakukan dengan menggunakan software ARCGIS 9.3.

Perubahan penutupan lahan diperoleh berdasarkan tumpang susun data penutupan lahan beda waktu. Untuk mengetahui luasan dan perubahan dilakukan analisa dengan menggunakan tabel matriks perubahan penutupan lahan.

3. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan dengan mempergunakan citra satelit dari periode 2000 s.d 2010, diperoleh hasil bahwa hutan lahan kering yang tidak terganggu (primer) di Indonesia mengalami penurunan dari 49 juta ha periode 2000 menurun menjadi 45 juta ha periode 2005 dan kembali menurun hingga menjadi 42 juta ha periode 2010 (Tabel 1). Dilain pihak berdasarkan Tabel 1, secara umum justru terjadi peningkatan luas perkebunan sawit, pertanian lahan kering dan pertambangan dari periode 2000 s.d 2010. Khusus pada perkebunan sawit meningkat cukup pesat dari 3.8 juta ha periode 2000 meningkat menjadi 5.4 juta ha periode 2005 dan mencapai 8 juta ha periode 2010.

Peningkatan pengembangan perkebunan kelapa sawit secara umum di Indonesia setelah periode 2000-2010 tak terlepas dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia paska krisis ekonomi. Apalagi setelah itu didukung pula oleh kebijakan nasional tentang perkebunan sawit. Departemen Pertanian mentargetkan untuk mengembangkan hingga 8 juta ha kelapa sawit di tahun 2025, sedangkan Departemen Kehutanan telah menyetujui untuk mengalokasikan hutan konversi termasuk yang dapat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, sampai 20 juta ha. Pemerintah Indonesia juga telah mengadopsi Kebijakan Energi Nasional tahun 2006 untuk meningkatkan penyerapan biofuel sampai 5% dari konsumsi energi nasional pada tahun 2025, dimana sasaran target pengembangan biofuel di Indonesia akan mengalokasikan 5.25 juta ha untuk perkebunan biofuel hingga tahun 2010, dimana 1.5 juta ha diantaranya adalah perkebunan kelapa sawit.

Selain menganalisa perubahan tutupan lahan seperti tersaji di Tabel 1, analisis tutupan lahan khusus pengembangan kelapa sawit terhadap 5 (lima) pulau besar di Indonesia yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi dan Jawa juga dilakukan (Tabel 2 dan Lampiran 2). Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1990 hanya mencapai 1.3 juta ha akan tetapi hingga tahun 2010 sudah mencapai 8 juta ha, dimana dalam periode 20 tahun luas pengembangan kelapa sawit di Indonesia telah berkembang hampir mencapai 6 (enam) kali lipat.

Berdasarkan Tabel 2, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbesar berada di pulau Sumatera, kemudian diikuti oleh pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pulau Jawa. Pengembangan perkebunan di kedua pulau (Sumatera dan Kalimantan) merupakan lebih dari 80% dari perkebunan kelapa sawit total di Indonesia. Sedangkan rata-rata per tahun pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia periode 1990 s.d 2000 mencapai 234.100 ha per tahun, periode 2000 s.d 2005 mencapai 319.600 ha per tahun, dan periode 2005 s.d 2010 meningkat mencapai lebih dari setengah juta hektar (Tabel 3).

Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata per tahun perkembangan perkebunan kelapa sawit di pulau Kalimantan meningkat tajam pada periode 2005 s.d 2010, akan tetapi tidak terjadi di pulau Sumatera. Di pulau Sumatera, rata-rata per tahun perkembangan perkebunan kelapa sawit justru meningkat pada periode 2000-2005, akan tetapi pada periode 2005-2010 justru menurun. Perkembangan pembangunan kelapa sawit di pulau Sumatera menurun pada periode 2005-2010 diperkirakan akibat semakin terbatasnya lahan yang tersedia yang dapat dikonversi menjadi perkebunan sawit. Sedangkan di pulau Jawa pengembangan perkebunan kelapa sawit hanya dilakukan di areal bekas perkebunan (karet) dengan wilayah pengembangan meliputi Jawa Barat dan Jawa Timur. Untuk wilayah lainnya, yaitu Papua, ketertarikan investor untuk mulai berinvestasi kelapa sawit masih lebih kecil jika dibandingkan dengan perkembangan kelapa sawit di pulau Sulawesi yang relatif pesat

Sedangkan dari hasil analisis dengan menggunakan metode overlay antar 2 (dua) data time series, yang kemudian dilanjutkan dengan analisa pivot table terhadap data atributnya untuk mengetahui pola pengembangan kelapa sawit, diperoleh hasil bahwa secara umum pengembangan kelapa sawit di Indonesia pada periode 1990 s.d 2000 masih berasal dari lahan hutan, lahan terlantar (waste land) dan lahan pertanian. Kemudian, berdasarkan hasil analisis seperti tersaji pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada periode 1990-2000 pengembangan kelapa sawit terbanyak berasal dari hutan, baik berupa hutan sekunder (disturbed forest) maupun hutan primer (undisturbed forest).

Hutan sekunder yang telah berubah menjadi sawit pada periode tersebut mencapai 951 ribu ha dan 61% diantaranya berasal dari hutan sekunder di Sumatra. Kemudian yang berasal dari hutan primer seluas 103 ribu ha dimana 92 ribu ha di antaranya berasal dari hutan primer Sumatra. Sementara perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan dari areal pertanian, lahan tidak terpakai, dan lahan yang diperuntukkan untuk hutan tanaman (timber plantation), masing-masing seluas 455 ribu ha, 452 ribu ha, dan 452 ribu ha. Dari ketiga tutupan lahan yang telah disebutkan sebelumnya, luasan lahan tidak terpakai yang dikembangkan menjadi area perkebunan kelapa sawit terbesar berasal dari Kalimantan dengan jumlah 57% dari total luas lahan tak terpakai. 

Gambar 1 menunjukkan bahwa periode 2000-2005 perubahan penutupan lahan menjadi kelapa sawit mencapai 2,2 juta ha. Perubahan penutup lahan ini didominasi oleh tipe penutupan lahan pertanian. Perubahan lahan pertanian menjadi area perkebunan kelapa sawit mencapai 1,5 juta ha. Kemudian, perubahan tutupan lahan dari pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar terjadi di Sumatra yang mencapai 1,44 juta ha. Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit mencapai 404 ribu ha, dimana 361 ribu ha di antaranya berasal dari hutan sekunder dan 43 ribu ha lainnya berasal dari hutan primer. Dari total luas perubahan lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, seluas 329 ribu ha berasal dari hutan sekunder Kalimantan dan 256 ribu ha berasal dari hutan sekunder Sumatra, sementara sisanya berasal dari Sulawesi dan Papua.

Sedangkan pada periode 2005-2010 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 8 juta ha, hal ini berarti terjadi peningkatan luas hingga 2,83 juta ha. Perubahan penutupan lahan ini didominasi oleh tipe penutupan lahan pertanian yang mencapai 1,3 juta ha, dimana pulau Sumatra merupakan daerah yang mengalami perubahan tutupan lahan paling besar, yaitu seluas 1,25 juta ha. Kemudian perubahan tutupan lahan terbesar selanjutnya adalah hutan yang terganggu (disturbed forest) seluas 340 ribu ha, sedangkan pada tipe penutupan lahan marginal (waste land) pada periode ini mencapai 206 ribu ha.

Berdasarkan gambar 1 secara umum menunjukkan bahwa selama periode 1990-2000 adalah periode terbesar perkebunan kelapa sawit dibuka dari hutan primer, tetapi menurun selama periode 1990-2000 dan 2000-2010. Studi ini menunjukkan bahwa pengembangan kelapa sawit di Indonesia lebih dari dua dekade tidak selalu dibuka dari hutan primer dan hutan sekunder. Periode 2005-2010, pengembangan kelapa sawit terbesar justru terjadi dari lahan pertanian, diikuti selanjutnya dari hutan sekunder dan lahan marginal. Hasil analisis ini kemudian menunjukkan hasil yang berbeda dengan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa lebih dari 56% perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan konversi kawasan hutan (Koh dan Wilcove, 2008).

Artikel ini pernah ditampilkan dalam jurnal ilmiah Universitas Negeri Jakarta

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Studi Kasus di 5 Pulau Besar di Indonesia periode 1990 s/d 2010 (Bagian Kedua Selesai)



4. PEMBAHASAN

Indonesia mengalami degradasi lahan yang cukup luas dimana akhir-akhir ini justru menjadikan lahan tersebut sebagai wilayah terbuka (open access). Akibatnya, setelah masa kejayaan pengusahaan hutan berlalu dengan semakin berkurangnya jumlah HPH atau sekarang disebut dengan Ijin Usaha Pemungutan Hasi Hutan Kayu – IUPHHK, maka muncul berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam seperti perkebunan kelapa sawit, pertambangan mineral, permukiman, dan infrastruktur.
Dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit, hasil penelitian ini menunjukkan adanya variasi untuk masing-masing pulau di Indonesia dalam hal konversi hutan – terutama yang berasal dari hutan alam yang belum terganggu (UDF) menjadi kebun kelapa sawit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di pulau Sumatra untuk periode 2005 s.d 2010 sebagian besar perkebunan kelapa sawit berkembang justru bukan di hutan alam yang tidak terganggu, akan tetapi pada lahan-lahan pertanian dan lahan tidak terpakai.

Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian ini memang terbukti bahwa di pulau Kalimantan dan Papua telah terjadi penggunaan hutan alam tidak terganggu (hutan primer) menjadi perkebunan kelapa sawit walau dalam jumlah kecil. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa di seluruh Indonesia, jumlah total konversi hutan alam tidak terganggu menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 18,235 ha (0.71%). Sementara itu, perubahan hutan sekunder menjadi perkebunan kelapa sawit mencapai 931,900 ha (36%), dimana sebagian terjadi di pulau Kalimantan.

Khusus di Pulau Sumatra dimana sebagian besar pembangunan kebun kelapa sawit berasal dari areal pertanian (kebun karet), kemudian diikuti dengan wilayah yang dianggap tidak berguna – karena umumnya tidak ada pengelolaan (waste land), dan sejumlah kecil berasal dari hutan sekunder. Perubahan dari kebun karet menjadi kebun kelapa sawit di Sumatra tentunya memerlukan penelitian lanjutan. Sementara ini, diduga perubahan ini terjadi karena ketersediaan tenaga pemanen karet yang terbatas dan nilai hasil kelapa sawit yang lebih menguntungkan.

Hasil menarik lainnya dari penelitian ini adalah kenyataan akan posisi Indonesia dalam hal luasan kebun kelapa sawit dan produksinya. Meskipun Indonesia telah melampaui luas total dibanding Malaysia pada tahun 2000, tetapi produksi CPO Indonesia masih lebih rendah dibanding dengan Malaysia. Baru setelah luasan kebun mencapai 5 juta ha pada tahun 2006, maka produksi CPO Indonesia melampaui Malaysia. Oleh karena itu, Indonesia kini menjadi produsen CPO terbesar di dunia dan mensuplai lebih dari 50% CPO dunia (Gambar 2).

Gambar 2. Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia dan Malaysia (Sumber: USDA ERS, 2012)
Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan penggunaan hutan yang belum terganggu secara relatif sedikit, akan tetapi dampak terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, erosi, dan emisi gas rumah kaca kemungkinan cukup siginifikan. Selain itu diharapkan pula dari ketersediaan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan monitoring dan evaluasi emisi gas rumah kaca.

Untuk menghindari informasi yang tidak tepat, analisa masing-masing wilayah dengan detail perlu dilakukan mengingat dalam penelitian ini juga menemukan bervariasi kejadian di masing-masing wilayah. Oleh karenanya, menggeneralisir kenyataan pada keadaan satu tempat ke dalam keadaan di tempat lain, walaupun dalam sebuah Negara yang sama, seringkali tidak tepat.

5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan kelapa sawit di Indonesia lebih dari dua dekade tidak selalu dibuka dari hutan primer dan hutan sekunder. Pada periode 2005-2010, dimana pengembangan kelapa sawit terbesar justru terjadi dari lahan pertanian yang diikuti selanjutnya dari hutan sekunder dan lahan marginal.
Selain itu, perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menunjukkan progres yang paling besar baik dalam hal luasan maupun produksi. Perkembangan ini terutama didukung oleh ketersediaan lahan – terutama yang telah mengalami gangguan atau mengalami penurunan kualitas – dalam jumlah yang besar. Perkembangan yang besar terjadi di Sumatra dan Kalimantan yang ditopang oleh perkembangan infrastruktur yang cukup baik di ke dua wilayah tersebut.

Perkembangan tersebut kemungkinan akan mengalami pelambatan, terutama di lahan bergambut karena adanya Instruksi Presiden mengenai penundaan pemberian ijin di seluruh wilayah bergambut (Inpres 10 tahun 2011). Namun demikian, penghentian atau penundaan ijin ini mungkin hanya akan efektif bagi perusahaan besar. Penggunaan lahan bergambut oleh petani sawit perseorangan kemungkinan akan sulit untuk dapat dilarang atau dihentikan. Hal ini disebabkan terutama karena lemahnya penegakan hukum dalam penggunaan lahan yang selama ini tidak diurus dan dianggap tidak bermanfaat tersebut.

Saran

Data dan informasi dari hasil penelitian ini tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai data awal dan data dasar, akan tetapi juga dapat dipergunakan untuk keperluan monitoring dan evaluasi dan untuk menjawab berbagai keraguan dan tuduhan yang sering memojokkan Indonesia dalam dunia perdagangan internasional. Selain itu, upaya mempromosikan pengelolaan kelapa sawit yang lestari baik menggunakan standart RSPO maupun ISPO patut disambut baik dan didukung. Konsep pengakuan dan penyisihan wilayah dengan nilai konservasi tinggi diyakini dapat membantu kelestarian pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Kajian time series lebih lanjut diperlukan untuk tahun-tahun berikutnya dengan interval yang lebih rapat. Jika hal ini dilakukan maka kebijakan dan implementasi dapat diperbaiki. Kegiatan peninjauan dan pengujian lapangan akan lebih memperbaiki kecermatan analisis, apalagi dengan melibatkan para pihak yang lebih luas agar hasil analisis yang diperoleh lebih sempurna.

Ucapan Terima Kasih

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber, dan untuk itu penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada: RSPO – Roundtable Sustainable Palm Oil, yang telah mendanai sebagian dari pengumpulan data untuk pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Pusat Penelitian Tanah Bogor, yang telah memberikan kontribusi data awal untuk Kalimantan dan Papua, dan kepada GAPKI – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia yang telah menyediakan data dan kajiannya untuk Pulau Sulawesi dan Jawa.

Oleh: Petrus Gunarso, Manjela Eko Hartoyo dan Yuli Nugroho (Tropenbos International Indonesia Programme)

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Merancang Model Csr Yang Berbasis Pada Kaum Petani Di Indonesia (Bagian Pertama)



INTISARI

Setiap perusahaan dalam pengelolaannya tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungan bisnis eksternal dan demikian sebaliknya, setiap keputusan bisnis dalam menjalankan usahanya juga akan berpengaruh pada lingkungan bisnis eksternal. Adanya saling mempengaruhi tersebut menuntut perusahaan untuk memasukkan elemen lingkungan bisnis dalam setiap pengambilan keputusan strategis perusahaan.

CSR menawarkan strategi dan alat untuk mengatasi isu dan tuntutan dari berbagai kelompok dalam masyarakat yang ditujukan pada perusahaan.
Dalam menganalisis CSR kita harus benar-benar paham dan mengenali apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat sehingga model CSR yang diaplikasikan tidak menyimpang jauh dari analisis kebutuhan yang ada, sedangkan dalam melakukan analisis terhadap masyarakat tentunya kita harus memerhatikan apa sebenarnya yang dilakukan mayoritas penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dengan struktur masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah petani semestinya para pelaku usaha dapat melihat peluang dan tantangan apa yang seharusnya dilakukan dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berada di sekitar perusahaan. Tulisan ini bertujuan untuk merancang sebuah model CSR yang berdasarkan pada isu dan kebutuhan kaum petani sebagai mayoritas penduduk Indonesia.

Model tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai kerangka kerja bagi para praktisi CSR yang ingin membangun program dengan memprioritaskan kepentingan kaum petani di Indonesia. Berhubung sebagian besar pekerjaan masyarakat Indonesia sebagai petani, maka semestinya perusahaan-perusahaan agro atau yang terkait dapat menggunakan kesempatan emas ini untuk menyusun kembali model CSR mereka.

Penulis berharap agar tulisan ini dapat dilanjutkan dengan riset-riset lapangan di masa mendatang untuk pengujian empiris.

Isu petani, kebutuhan petani, kebijakan pemerintah, model CSR

1. PENDAHULUAN

Sebagai entitas bisnis, setiap perusahaan dalam pengelolaannya tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungan bisnis eksternal. Sebaliknya, setiap keputusan bisnis dalam menjalankan usahanya juga akan berpengaruh pada lingkungan bisnis eksternal. Adanya saling mempengaruhi tersebut menuntut perusahaan untuk memasukkan elemen lingkungan bisnis dalam setiap pengambilan keputusan strategis perusahaan. Keputusan strategis diarahkan pada terbangunnya hubungan harmonis di antara perusahaan, pemangku kepentingan, dan lingkungan sekitar perusahaan. Harmonisasi tersebut menjadi salah satu variabel yang menentukan keberlanjutan dan pertumbuhan usaha perusahaan pada masa yang akan datang. Salah satu alat untuk mencapai harmonisasi tersebut adalah corporate social responsibility (CSR).

Corporate social responsibility telah cukup lama menarik perhatian banyak perusahaan, karena terbukti dapat mendukung keberlanjutan dari operasi perusahaan. Matten (2006) berargumen bahwa dalam situasi-situasi tertentu, CSR (dalam bentuk investasi filantropis) akan dapat menciptakan keunggulan bersaing jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, CSR dapat menyeimbangkan keragaman kepentingan dari para pemangku kepentingan. CSR menawarkan strategi dan alat untuk mengatasi isu dan tuntutan dari berbagai kelompok dalam masyarakat yang ditujukan pada perusahaan. Dengan CSR, perusahaan akan memeroleh berbagai solusi untuk menyelesaikan semua kepentingan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang berbeda-beda dan solusi tersebut dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat (Matten, 2006).

Istilah CSR di Indonesia semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan corporate social activity (CSA) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Selain itu, CSR di Indonesia secara gencar dikampanyekan oleh Corporate Forum for Community Development (CFCD) pada tahun 2002 dan Indonesia Business Links (IBL) yang berdiri pada tahun 1998.

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwa kegiatan perusahaan membawa dampak bagi kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, para pemangku kepentingan sebagai pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan atau pihak-pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari kegiatan perusahaan, bukan hanya terdiri dari para pemegang saham melainkan pula para pegawai dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa, serta pemerintah. Jenis dan prioritas para pemangku kepentingan relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada bisnis inti perusahaan yang bersangkutan.

Di samping itu, menjadi kesepahaman umum bahwa CSR yang dilakukan di berbagai daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan demikian, CSR yang dilakukan oleh satu perusahaan dengan perusahaan lainnya juga akan ada perbedaan, di mana perbedaan tersebut tidak menimbulkan tingkat disparitas yang jauh antara kebutuhan masyarakat dan keinginan perusahaan itu sendiri untuk menjalankan CSR-nya. Dari berbagai literatur ditemukan bahwa setiap negara memiliki ciri khas dan karakteristik masyarakat yang berbeda sehingga kegiatan CSR yang diterapkan juga tidak sama. Sebagai contoh, kegiatan CSR di negara-negara Eropa atau Amerika dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat mayoritas di sana dan terkait dengan industri mayoritas. Demikian juga dengan negara Indonesia di mana sebagian besar penduduknya adalah petani sehingga sumberdaya alam yang lebih diolah juga terkait dengan pertanian, dan untuk itu program CSR yang tepat guna adalah di bidang yang kaitannya dengan pertanian. Selanjutnya, perlu dipikirkan model pertanian yang bagaimanakah yang dapat memberikan kesempatan pada masyarakat di sekitar perusahaan sesuai dengan kemampuan, baik dari sumberdaya alam maupun dari keahlian.

Dalam implementasinya, perusahaan bersama-sama masyarakat melakukan adaptasi-adaptasi yang merupakan bagian dari penguatan kegiatan yang berkelanjutan tersebut. Pro dan kontra dalam menentukan kegiatan yang sesuai dengan keinginan bisa menimbulkan perdebatan yang lama karena perbedaan persepsi antarpihak. Untuk itu, penentuan kegiatan atau program CSR hendaknya berdasarkan pada analisis kebutuhan (needs analysis) masyarakat, bukan keinginan mereka apalagi keinginan perusahaan. Di samping itu, perlu dipertimbangkan pula isu-isu yang beredar dan kebijakan pertanian di Indonesia sebagai masukan untuk perumusan program CSR. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk merancang sebuah model CSR yang berdasarkan pada isu dan kebutuhan kaum petani sebagai mayoritas penduduk Indonesia.

2. TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP CSR

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) mengalami perkembangan dari dekade ke dekade (Carrol, 1979: 497). Pada awal tahun 1930-an, Wendell Wilkie telah membantu para pelaku bisnis untuk merasakan tanggung jawab sosial. Berbagai literatur menyebutkan bahwa era modern CSR ditandai dengan publikasi tulisan Howard R. Bowen yang berjudul “Social Responsibility of the Businessman” pada tahun 1953. Setelah terbitnya buku tersebut, banyak peneliti membahas topik CSR tanpa adanya konsensus mengenai konsep CSR yang dimaksudkan.

Hasil penelitian Lee (2009) menunjukkan bahwa terdapat setidak-tidaknya empat perbedaan di antara konsep CSR pada era 1950 hingga 1960-an dengan periode 1990-an. Perbedaan meliputi tingkat analisis, orientasi teori, orientasi etika, dan hubungan di antara CSR dengan Corporate Social Performance (CSP). Tingkat analisis CSR hingga era 1960-an difokuskan pada aspek sosial-makro, sedangkan pada era 1990-an mengarah pada organisasional. Orientasi teori CSR pada era lama adalah membangun etika atau tanggung jawab yang kemudian berubah menjadi manajerial. Pada era 1950 hingga 1960-an, orientasi etika pada umumnya ditunjukkan oleh perusahaan secara eksplisit, namun pada era 1990-an cenderung hanya bersifat implisit. Selanjutnya, hubungan di antara CSR dan CSP pada era lama lebih eksklusif dan seringkali tanpa diskusi. Pola hubungan ini diperbaiki dan berlangsung dengan erat pada era 1990-an.

Suharto (2008: 1-2) mencatat bahwa dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku “Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business” pada tahun 1998 yang merupakan karya dari John Elkington. Elkington mengembangkan tiga komponen penting pembangunan berkelanjutan, yakni pertumbuhan ekonomi, proteksi lingkungan, dan keadilan sosial. Ketiga komponen bersumber dari World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987). Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang disingkat 3P, yaitu profit, people, dan planet. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka, melainkan memiliki pula kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk CSR sendiri menunjuk pada kewajiban perusahaan kepada masyarakat atau lebih spesifik kepada para pemangku kepentingan perusahaan, yakni mereka yang terpengaruh oleh kebijakan dan praktik perusahaan (Smith, 2003). Selain itu, menurut Bank Dunia, CSR dapat didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk kontribusi pengembangan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan dan wakil mereka, komunitas lokal dan masyarakat secara luas untuk meningkatkan kualitas kehidupan, yang baik untuk bisnis dan pengembangan (Swa, Desember 2005).

Walaupun terdapat banyak definisi CSR yang beredar di kalangan akademisi dan praktisi, namun hingga saat ini belum terdapat konsensus definisi atau definisi tunggal untuk CSR. Akan tetapi, dengan semakin banyaknya perusahaan yang berpartisipasi dalam perlombaan perolehan penghargaan-penghargaan CSR serta penerbitan laporan-laporan CSR dan pelatihan-pelatihan CSR Officers, maka tampak bahwa CSR itu lebih digerakkan oleh kesadaran ketimbang oleh paksaan, mengingat hukum CSR di Indonesia masih berada di zona abu-abu.

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous

Sawit Indonesia – Hari Buruh Menggeliat, Ekonomi Melambat




                                                                     Oleh: Sumarjono Saragih*

Selamat Hari Buruh! Merupakan perayaan ke 2 sejak pemerintah menetapkan 1 Mei sebagai Libur Nasional. Keputusan Presiden No 24 tahun 2013 tanggal 29 Juli 2013 menjadi momentum penting dalam perjuangan buruh nasional. Buah manis perjuangan panjang yang diawali dua abad lalu di Eropa dan Amerika dan kini dinikmati buruh di seluruh dunia termasuk Indonesia.

“Hari Buruh Menggeliat, Ekonomi Melambat” bukan untuk tujuan provokasi. Ini adalah fakta di hadapan kita. Hampir semua bisa melihat dan merasakan lesunya ekonomi. Daya beli masyarakat menurun dan sebaliknya biaya dan kebutuhan hidup meningkat. Dan pada saat yang sama, kaum buruh sangat intensif berjuang dan bahkan menuntut perbaikan banyak hal dan segera.

Di era globalisasi, setiap negara akan semakin sensitif dan akan mudah terpapar akibat gejolak di negara lain. Guncangan dan lompatan di berbagai belahan dunia seperti perang, krisis, perlambatan serta pertumbuhan ekonomi selalu datang dan pergi. Oleh karena itu, masing-masing negara harus dituntut selalu siap siaga untuk bertahan dan bertumbuh. Memacu daya saing secara terus menerus dan kreatif adalah keharusan.

Data World Economic Forum (WEF) 2015 mencatat, dalam peringkat daya saing global (Global Competitiveness Index) Indonesia berada di urutan ke 34 dari 144 negara. Masih di bawah Thailand (31), Malaysia (20) apalagi Singapura (2). Kita hanya sedikit unggul di atas Filipina dan Vietnam.

Bila dibedah lagi, dalam hal ketenagakerjaan, Indonesia tercecer di peringkat 110. Kita sering menjadikan kelimpahan jumlah tenaga kerja yang sekaligus menjadi potensi pasar besar sebagai alat promosi investasi. Bahkan kita sering setengah bangga bahwa upah buruh rendah dijadikan  keunggulan kita. Faktanya  tidak lagi  demikian hari ini. Lompatan besaran UMP (Upah Minimum Propinsi) beberapa tahun terakhir membuat upah kita tidak lagi murah. Apalagi, tanpa diiringi peningkatan kualitas dan produktivitas pekerja.

Namun fakta yang dipublikasikan WEF  membuat kita harus merenung kembali. Dibutuhkan sebuah terobosan besar untuk menaikkan peringkat ke level yang lebih “bermartabat”. Adalah sangat sulit dimengerti, kita terduduk di peringkat yang mungkin kita sendiri tidak percaya. Peringkat 110 dari 144. Tuntutan buruh yang masif dan kerap kali berujung anarkisme mengakibatkan situasi menakutkan dunia usaha.

Masih segar bagi kita, sepuluh tuntutan buruh: (1) naikan upah minimin 2015 minimal 30% dan revisi komponen kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi 84 item, (2) menolak penundaan upah minimun, (3) jalan wajib pension bagi buruh mulai Juli 2015, (4) jalankan jaminan kesehatan dengan cara cabut Permenkes no 69 tahun 2013 tentang tarif dan ganti INA-CBG dengan free for service dan audit BPJS, (5) hapus alih daya atau outsourcing, (6) sahkan RUU PRT dan revisi UU Perlindungan TKI no 29 tahun 2000, (7) cabut undang-undang ormas dan ganti dengan undang-undang perkumpulan, (8) angkat pegawai dan guru honorer dan subsidi Rp1 juta untuk guru honorer, (9) sediakan transportasi publik dan murah untuk buruh, (10) jalankan program wajib belajar dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.

Sepertinya harus ada “revolusi” untuk mengangkat peringkat (indikator ketenagakerjaan) yang terkapar di peringkat 110 dari 144 negara. Meminjam istilah Presiden Jokowi, harus dimulai dari revolusi mental. Membangun kesadaran baru pada tiga pihak yang paling terdepan. Tripartit, yakni Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah. Secara bahu membahu untuk meningkatkan daya saing tenaga Indonesia. Tenaga kerja Indonesia berarti manusia Indonesia. Jadi membangun manusia Indonesia, manusia seutuhnya dapat menjadi sebuah solusi.

(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi Mei-Juni 2015)

 

Kami Juga Menyediakan Produk – Produk Unggulan dibawah ini

Kacangan Jenis CM Berat 1 kg

kacang kacangan penutup tanah (legume cover crops) dengan berbagai jenis ini merupakan tumbuhan yang berfungsi sebagai pengikat nitrogen sehingga kadar kelembapan tanah akan tetap terjaga. Fungsi dan kestabilan kelembapan ini biasanya dibutuhkan pada masa pertumbuhan pohon karet dan pohon sawit atau sejenisnya dalam

Selengkapnya

Raja Latex Pluss – Solusi Meningkatkan Hasil Sadap Karet, Mati Getah, Kulit Keras Pada Batang Karet

Pengeluaran Getah disadap 2 x lipat atau 40 – 70 % dan meningkatkan kandungan getah kering dan yang mati getah atau kekeringan bisa normal karena ada kandungan vitamin 40 % yang tidak dimiliki obat poles selain Raja Latex Pluss dan enzim 48 %

Selengkapnya

Jual Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh lebih besar dibandingkan dengan property rumah, kHUSUS bAGI ANDA YANG MENCARI BENIH SAWIT UNGGUL KAMI MENYEDIAKANNYA. Kami Menyediakan Benih Sawit Lonsum, PPKS, dan Socfindo

Selengkapnya

NPK HUMAGROW HUMID ACID : 6-30-6 PLUS SPesial Khusus Pupuk Karet Dan Sawit, dan Tanaman Lainnya

Kelebihan Pupuk NPK Humagrow yaitu : Memperbaiki Unsur Unsur tanah dan tanaman keras, yang bisa menghasilkan 2 kali lipat dari hasil sebelumnya 1. Memperbaiki dan meningkatkan dan membentuk pertumbuhan Akar yang kuat 2. Tanah lebih Remah dan lebih lama menahan air, sehingga 99 % pemupukan bisa diserap oleh tanaman, dan

Selengkapnya

Pupuk Organik Buah dan Sayuran Alphamien , Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik Hasil Panen Meningkat,

Alphamien – Nutrisi Organik Cair, Membuat Tanaman Lebih Sehat dan Energik
Hasil Panen Meningkat, Ramah Lingkungan aman untuk manusia dan ternak, Manfaat :

Sayuran, buah dan tanaman hias/bunga menjadi lebih bercahaya dan sehat
meningkatkan mutu dan bobot hasil panen
menghilangkan residu pestisida yang menempel didaun bunga dan buah

Selengkapnya

Previous