Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Laporan Studi Mengenai Buruh Anak di Perkebunan Kelapa Sawit di 2 Kabupaten

Buku Laporan Studi Mengenai Buruh Anak di Perkebunan Kelapa Sawit di 2 Kabupaten (Odi Shalahuddin dkk)

Advertisements

INTISARI :

Buruh Anak di perkebunan (termasuk perkebunan kelapa sawit) termasuk dalam 12 jenis pekerjaan berbahaya. Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Segera Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak. Meski demikian, studi tentang buruh anak di perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih sedikit dan kurang mendalam. Hal tersebut bardampak pada tidak memadainya intervensi atau upaya penarikan pada buruh anak tersebut.

Penelitian mengenai Buruh Anak di Perkebunan Kelapa Sawit ini dilaksanakan di dua wilayah, yaitu Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai situasi buruh anak sebagai bahan untuk menentukan program intervensi oleh berbagai pihak yang peduli dengan masalah tersebut. Metodologi penggalian data dan informasi dilakukan melalui survey, Diskusi Kelompok Terarah (DKT), indepth interview, observasi lapangan dan review literature.

Penelitian dilaksanakan pada periode Agustus – November 2010, dengan penggalian data dan informasi yang dibagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama melalui survey (pemetan dasar) untuk melihat luasan masalah secara kuantitatif. Sedangkan pada tahap kedua dilakukan penggalian data dan informasi untuk memahami kedalaman masalah secara kualitatif.

Anak yang menjadi subyek penelitian berumur antara 9 – 18 tahun dengan kelompok umur terbesar pada umur 14 tahun (18.5%) dan 15 tahun (18,5%). Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah anak yang masih aktif bersekolah dan anak yang putus sekolah hampir seimbang. 50.5% anak yang berstatus masih bersekolah.

Semua anak berasal dari kabupaten Sambas dan Sanggau yang merupakan wilayah yang menjadi daerah transmigran. Asal orangtua mereka dari luar Kalimantan Barat, terutama dari Jawa. Di kabupaten Sanggau seluruh anak tinggal bersama orangtua atau keluarganya. Sedangkan di kabupaten Sambas diketahui ada anak yang tidak tinggal bersama orangtua atau keluarganya yaitu tinggal bersama majikan (lima anak) dan kost (sembilan anak).

Temuan-Temuan Utama

Sebagian besar anak terlibat di dalam perkebunan karena diajak atau disuruh oleh orangtua mereka dan saudara mereka. Hanya sekitar 15 persen yang menyatakan bekerja dengan cara melamar langsung ke mandor/majikan.

Pelibatan anak-anak seringkali ketika masih berusia sangat muda. Pada saat diskusi kelompok terarah dan serangkaian wawancara, terungkap bahwa orangtua juga mengajak anak-anak mereka yang masih berumur di bawah lima tahun untuk turut membantu pekerjaan mereka. Alasan yang dikemukakan karena tidak akan ada yang menjaga anak-anak jika ditinggal di rumah. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak adalah membantu memunguti dan mengumpulkan buah-buah kelapa sawit yang terjatuh atau disebut juga “brondol’

Alasan membantu orang tua yang dikaitkan dengan kemiskinan seringkali menjadi sangat sering muncul. Akan tatapi di atas semua itu, keterlibatan anak sebagai tenaga kerja seolah menjadi konsekwensi logis dari sistem PIR perkebunan, mengingat anak adalah bagian dari keluarga, sementara basis tenaga kerja dari sisitem PIR tersebut sesungguhnya adalah keluarga-keluarga (dalam hal ini keluarga transmigran).

Dari hasil diskusi kelompok dengan masyarakat, dan anak-anak, terdapat beberapa kategori pekerja anak :

Buruh anak yang bekerja setiap hari di perusahaan perkebunan dan non perusahaan
Buruh anak yang bekerja temporer di perusahaan perkebunan maupun non perusahaan
Buruh anak yang bekerja setiap hari di perusahaan non perkebunan sawit ( perusahaan kayu atau karet)
Anak yang bekerja di kebun milik orang tua sendiri

Mengenai beban kerja anak, dari jenis-jenis pekerjaan yang ada di perkebunan kelapa sawit tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh orang dewasa, antara lain peremajaan tanaman baru, memanen, memupuk, membuat piringan, menebas, menyemprot, memungut dan mengumpulan buah sawit jatuh (brondol), mengangkut sawit ke TPH dan bongkar muat sawit ke atas truk/mobil.

84 persen anak menyatakan bahwa mereka bekerja sehari-harinya selama 4-8 jam. Hal ini tentunya berdasarkan peraturan perundangan di Indonesia, sudah bisa dikategorikan sebagai pekerja anak. Bahkan 21 anak (4%) menyatakan bekerja lebih dari delapan jam setiap harinya.

Wawancara mendalam juga menunjukkan lingkungan dan jenis pekerjaan di perkebunan telah menimbulkan banyak permasalahan pada anak. Anak-anak diketahui telah bekerja dengan jam kerja panjang, tidak mendapat waktu cukup untuk istirahat, tereskpos suhu ekstrim dan bahan kimia berbahaya.

Pada saat diskusi kelompok terarah, terungkap bahwa pernah terjadi satu kasus anak meninggal dunia yang diduga kuat karena terpapar bahan kimia yang menyembur dari penyemprot. Kasus kecelakaan juga pernah dialami oleh satu anak di Kabupaten Sambas dan satu anak di kabupaten Sanggau yaitu kakinya terkena parang ketika melakukan penebasan terhadap rumput-rumput liar ketika masa tanam.

Pada kasus di Sambas, dalam wawancara, seorang anggota masyarakat menyatakan bahwa, jangankan anak-anak, orang dewasa saja sangat beresiko, sehingga ia menginginkan adanya alat pelindung ketika bekerja. Mengenai anak yang terluka karena terkena parang, di Kabupaten Sambas, anak tersebut mendapatkan perawatan dan pengobatan dengan tanggungan dari pihak perusahaan.

Terkait dengan pandangan anak terhadap pekerjaan yang dilakukan, sebagian besar anak menyatakan bekerja di perkebunan tidak memiliki masa depan yang baik. Namun keinginan atau niat untuk berhenti bekerja disampaikan oleh 268 anak (52%), dimana jumlah ini hampir seimbang dengan anak-anak yang tidak berniat untuk berhenti bekerja, yaitu 244 anak (47,3%).

Anak yang memiliki niat untuk berhenti bekerja menyatakan rencana yang akan dilakukan adalah kembali ke sekolah (61%) mendapatkan ketrampilan (16%) dan selebihnya menyatakan tidak memiliki rencana apapun.

Data resmi mengenai buruh anak di perkebunan kelapa sawit tidak tersedia. Keberadaan buruh anak juga dibantah oleh Dinas Tenaga Kerja,  para mandor dan aparat pemerintah setempat. Mengenai fakta adanya anak-anak yang terlibat di dalam kerja-kerja di perkebunan dikatakan lebih sebagai anak yang bekerja karena membantu orangtuanya, bukan hubungan kerja formal antara anak dengan perusahan-perusahaan. Pada konteks ini, dapat dikatakan bahwa keberadaan buruh anak memang tidak tercatat secara resmi dan juga tidak ada hubungan kerja formal. Perusahaan melakukan perekrutan dengan melibatkan para orang dewasa dengan beban kerja yang tidak mungkin bisa diselesaikan bila dikerjakan sendiri. Oleh karena itulah, para pekerja melibatkan anggota keluarganya, termasuk anak-anak, untuk membantu penyelesaian pekerjaan di perkebunan.

Pengawasan juga sulit dilakukan karena keterbatasan personil. Pemantauan hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu saja seperti adanya kecelakaan kerja. Keberadaan anak dalam perkebunan kelapa sawit yang merupakan fakta yang bisa dilihat, dinilai oleh mereka karena membantu keluarganya sendiri atau perusahaan menerapkan system out-sourcing, sehingga anak-anak bisa terlibat. Program untuk perlindungan anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak sejauh ini belum ada. Di Kabupaten Sanggau, Dinas Tenaga Kerja dan Social baru merencanakan di tahun depan program promosi tentang pelarangan pekerja anak yang ditujukan kepada keluarga-keluarga. Sedangkan program BP2AKB di Kabupaten Sanggau yang memiliki program sosialisasi perlindungan anak hanya menjangkau dua kecamatan (namun tidak menjangkau wilayah kerja EXCEED Project). Di Kabupaten Sambas, program intervensi langsung kepada buruh anak di sektor perkebunan sawit belum ada. Namun, mereka memiliki beberapa program bea siswa pendidikan yang salah satu sasarannya adalah buruh anak di sektor perkebunan sawit.

Berdasarkan dari temuan yang ada, maka upaya penarikan buruh anak tersebut perlu mengintegrasikan karakteristik pada setiap buruh anak dengan program pendidikan. Program bea siswa retrival di Kabupaten Sambas untuk anak-anak rentan DO merupakan peluang yang perlu diakses bagi buruh anak temporer di perusahaan perkebunan atau milik perorangan dan merawat kebun sendiri. Anak-anak dalam kategori ini juga dapat diberikan akses program penarikan anak-anak putus sekolah yang disusun oleh dinas pendidikan Kabupaten Sambas.

Pelibatan orang tua, komunitas dan perusahaan perkebunan merupakan intervensi tambahan – disamping pendidikan – yang perlu dilakukan kepada buruh anak harian yang bekerja di perusahaan sawit ataupun perorangan. Tangung jawab ekonomi kepada keluarga serta hambatan psikologis untuk kembali ke sekolah merupakan tantangan yang membutuhkan pendekatan multi stakeholder.

Sumber :

Buruh Anak di Perkebunan Kelapa Sawit di Sambas dan Sanggau – Intisari

Advertisements