Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Wajah Binar dan Buram di Balik Harga Buah Sawit yg Cenderung Naik

Catatan Harian 04 Mei 2014

Teman-teman sesama petani sawit benar-benar menunjukkan binar wajah mereka, keceriaan terpencar melesat kencang seperti elang meroket dari angkasa akan menyergap anak ayam. Pesanan berbagai snack dan minuman ringan mulai banyak dan sering terhidang di meja tempat mengobrol.

Advertisements

Kupikir ini masih terkategori baik saja adanya, sepanjang tidak berlebihan hingga menyentuh level foya-foya. Bahwa hal ini merupakan gambaran dari rasa syukur, itu ku amini saja, mengingat bahwa selama ini mereka semua pusing tentang biaya perawatan, pusing pada harga pupuk yang tak tersentuh – melangit, padahal kami lama berkubang dalam harga buah sawit yang bahkan sempat menyentuh titik nadir Rp. 600 / kg.

Meski harga kini sudah bagus, tentu saja kami masih ingin agar harga itu naik, naik, dan naik terus, karena begitulah sifat manusia, tak ada puasnya. Itupun bagiku baik saja adanya, sepanjang masih bisa menekan gejolak sifat rakus yang berlebihan dan sepanjang kenaikan harga itu bisa memberi manfaat untuk hal-hal baik, banyak yang kutahu bahwa tak sedikit sumbangsih para petani sawit itu untuk pembangunan jalan, mesjid, gereja, dll sebagai ungkapan rasa syukur mereka saat hasil yang didapatkan menyentuh level memuaskan.

Tapi kenaikan harga sawit yang hampir mencapai Rp 2.000 /kg itu ternyata tidaklah menyenangkan semua hati para petani sawit. Temanku duduk termenung menghitung-hitung ulang uang dalam genggaman. Menimang-nimang tentang penjatahan yang pas demi pupuk,  pestisida, biaya tenaga kerja agar bisa terbagi dengan tepat, padahal kesemua itu harganya seperti menggantung tinggi di langit-langit mimpinya. Dan garut-garut kepala plus kening berkerut menjadi bagian kecil dari pemandangan di antara sejumlah senyum dan binar wajah-wajah teman lain yang hasil panennya telah mampu menepis awan gelap yang selama ini menyelubungi wajah mereka.

Katanya, ” Halaaah…, hanya berapalah ini sisa yang mampu diberikan pada anak biniku?!”

Dan bila kau tanya kenapa, tentu jawabnya karena trek atau  hasil buah yang terlalu sedikit. Dulu, sewaktu harga sawit rendah, perawatan kebun sawitnya menjadi urutan nomor ke  sekian, setelah perioritas kebutuhan sehari-hari tercukupi. Pupuk menjadi jarang dibeli, demikian juga racun gulma dan tetek bengek perkebunan lainnya. Alhasil jika kau melintas dikebunnya, mungkin kau mengira bahwa kebun itu sudah menjadi sarang ular dan macan. Fiuhhh..!

Satu lagi penambah buram wajahnya, bahwa hutang pun menjadi bagian dari ketergantungan demi kelangsungan hidup. Dan ketika harga mulai naik, teman ini baru mulai menyicil sedikit demi sedikit. Tentu saja perawatan kebun bukan terlupakan, meski hal itu dilakukan tidak lagi maksimal, karena terbagi pada penyicilan hutang tadi. Belum lagi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lain menodong dari belakang seperti hendak minta perhatian lebih.

Bagi beberapa teman lain yang sudah antisipasi, mereka sudah lebih dulu menyimpan persiapan dengan mencadangkan dana sebelum harga buah turun. Pengalaman terdahululah yang membimbing mereka, sehingga perawatan kebun terus berlangsung dengan baik meski harga sawit mencapai level serendah apapun.

Dan saat ini, saat harga buah sawit naik, saat petani lain mengalami trek yang gedebummmm, buah sawit hasil kebun mereka tidaklah mengecewakan, bahkan boleh dibilang cukup menggirangkan.

Mulut-mulut tampak masih mengunyah, beberapa lainnya terdengar celeguk akibat minuman bersoda, makanan kecilpun masih cukup banyak di meja, demikian pula dengan minumannya.  Di antara wajah-wajah binar itu, aku berbisik : “Sabar bro, dipupuk dan dirawat pelan-pelan, suatu saat pasti hasilnya akan membaik kembali….”

(IvanS, 04 Mei 2014 “Saat-saat Istirahat”)

Advertisements
Category: catatan sawit