Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Tanah Organosol | Petani Hebat

Organosol merupakan jenis tanah yang terbentuk akibat adanya pelapukan-pelapukan bahan organik. Sebagai hasil pelapukan bahan organik, tanah jenis ini subur untuk hampir semua jenis tanaman. Organosol dibedakan menjadi dua yaitu tanah humus dan tanah gambut. 

Tanah humus adalah tanah hasil pelapukan dan pembusukan bahan organik khususnya dari tanaman yang sudah mati. Humus sangat subur untuk pertanian. Kandungan bahan organik yang tinggi membuat tanah humus berwarna kehitam-hitaman. Humus banyak dimanfaatka untuk media pertanaman kelapa, nanas, dan padi. Persebarannya banyak terdapat di pulau Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat, Kalimantan, dan Papua. 

Tanah gambut adalah tanah hasil pembusukan bahan-bahan organik. Akan tetapi, tanah gambut kurang subur untuk pertanian. Pembusukan pada tanah gambut berlangsung dalam keadaan tergenang air sehingga tanah menjadi anaerob dan terlalu masam. Bahan organik yang tidak lapuk sempurna juga menyebabkan tanah gambut tidak subur untuk tanaman. Gambut banyak terdapat di pantai timur Sumatra, Kalimantan barat, dan pantai selatan papua. Saat ini gambut baru dikembangkan untuk pertanian kelapa sawit. 

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa (Tinjauan Pustaka)

Tanaman kelapa termasuk tanaman yang memiliki ukuran batang dari sedang sampai tinggi berkisar antara 10-20 m dan terkadang dapat juga mencapai 30 m. batang tanaman kelapa berdiameter hingga 50 cm dan berbentuk lurus atau juga dapat berbelok tergantung pada kondisi lahan tanaman kelapa ditanam. Tanaman kelapa memiliki syarat tumbuh dengan toleransi yang relative luas tetapi berkembang optimal pada kondisi tanah yang memiliki fraksi tanah yang banyak dan dalam, serta pH antara 5,5 sampai dengan 8. Walaupun mampu tumbuh pada ketinggian di atas 1200mdpl untuk daerah tropis dan 900 mdpl pada daerah subtropis, pada umumnya tanaman kelapa dapat tumbuh dan berproduksi optimal pada ketinggian 600 mdpl atau di bawahnya (Allen, 1989). 

Kesesuaian lahan secara kuantitatif adalah penilaian kesesuaian lahan secara fisik dilanjutkan dengan penilaian kesesuaian lahan secara ekonomi. Hasil evaluasi lahan secara ekonomi akan memberikan gambaran keuntungan atau resiko kerugian dari suatu komoditas yang diusahakan di suatu areal pada tingkat manajemen tertentu. Kesesuaian lahan secara ekonomi akan menunjukkan keberhasilan suatu komoditas yang diusahakan tidak hanyak diekspresikan oleh produksi fisik ton per ha, tetapi juga dari aspek komersial (Djaenudin et al., 2006). 

Kelas kesesuaian lahan untuk pertanaman kelapa pada dasarnya didasarkan atas horizon di mana tanaman kelapa akan ditanam, sifat fisika tanah, dan kemampuan tanah dalam menahan air. Kebaradaan air di dala tanah merupakan dasar pengkelasan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa karena berpengaruh terhadap penggunaan air khususnya ketika masa kekeringan. Air tanah tersedia juga berpengaruh terhadap luas daun tanaman kelapa dan kapasitas penyimpanan air di batang yang keduanya berpengaruh terhadap laju transpirasi tanaman. Perbedaan varietas tanaman kelapa juga memiliki perbedaan dalam kebutuhan air tanaman yang juga nantinya berpengaruh terhadap kesesuain lahan yang diperlukan tanaman kelepa (Madurapperuna and Jayasekara, 2009).

Tanaman perkebunan (kelapa) tumbuh baik pada gambut dangkal sampai gambut dalam (1-3 m). Ketebalan gambut lebih dari 3 m tidak disarankan untuk pertanian, dan lebih sesuai untuk kawasan hutan lindung atau konservasi. Pengembangan tanaman kelapa terutama kelapa hubrida di lahan gambut pasang surut banyak dilakukan di Propinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan (Mahmud dan Allolerung, 1998). 

Kelapa mempunyai persyaratan tumbuh dengan selang sifat yang relative lebar, sehingga dapat tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi, dengan iklim basah (Sumatera, Jawa, dan Kalimantan) maupun iklim kering (Sulawesi dan Nusa Tenggara). Dalam criteria kesesuaian lahan dinyatakan bahwa kelapa dapat tumbuh pada daerah dengan temperature tahunan rata-rata 20-350 C dengan suhu optimal 25-280 C, dan curah hujan 1.000-5.000 mm/tahun atau paling sesuai 2.000-3.000 mm/tahun. Meskipun demikian, pada umumnya tanaman kelapa (terutama kelapa hibrida) tidak dapat betahan apabila bulan kering lebih dari 6 bulan (Abdurachman dan Mulyani, 2003). 

Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: pengugnaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada tanaman perkebunan. Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis oenggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detail karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dar klasifikasi penggunaan lahan, tetapi mengacu pada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya di bawah kategori penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya (Coleman dan Mechlich, 1957).

Refferensi:

Abdurachman, A., A. Mulyani, dan K. Gandasasmita. 1998. Kesesuaian lahan untuk pengembangan beberapa tanaman perkebunan di Indonesia dalam prosiding pertemuan komisi penelitian pertanian bidang perkebunan. peremajaan, rehabilitasi, dan perluasan tanaman perkebunan: kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh, lada, pala, jambu mete. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Bogor 4: 20-41. 

Allen, J.A. 1989. Arecaceae (Palm Family). Paul Smiths College, New York. 

Coleman, N. T., dan A. Mechlich. 1957. Soil in the Yearbook of Agriculture. The United States Government Printing Office, Washington D.C. 

Djaenudin, D., M. Hendrisman, dan Z. Zaini. 2006. Kesesuaian lahan secara kuantitatif untuk tanaman jagung, kedelai, kakao, dan kelapa di daerah Tanjung Bintang, Provinsi Lampung. Jurnal Tanah Tropika 12: 61-68. 

Madurrapperuma W.S. and C. Jayasekara 2009. Estimation of water use of mature coconut cultivars grown in the low country intermediate zone using the compensation heat pulse method. Journal of the National Science Foundation of Sri Lanka 37: 175-186. 

Mahmud, Z. dan D. Allolerung. 1988. Teknologi peremajaan, rehabilitas, dan perluasan tanaman kelapa dalam prosiding pertemuan komisi penelitian pertanian bidang perkebunan. peremajaan, rehabilitasi, dan perluasan tanaman perkebunan: kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh, lada, pala, jambu mete. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Bogor 4: 116-130.

Budidaya Tanaman Pisang Raja Bulu

Budidaya Tanaman Pisang Raja Bulu

Pisang ini merupakan salah satu jenis pisang raja yang ukurannya sedang dan gemuk. Bentuk buahnya melengkung dengan pangkal buah agak bulat. Kulitnya tebal berwarna kuning berbintik cokelat. Daging buahnya sangat manis, berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak, dan tidak berbiji.

Panjang buah antara 12-18 cm dengan bobot rata-rata 110-120 gr. Setiap pohon biasanya dapat menghasilkan rata-rata sekitar 90 buah.

Pisang dimanfaatkan baik dalam keadaan mentah, maupun dimasak, atau diolah menurut cara-cara tertentu. Pisang dapat diproses menjadi tepung, kripik, ‘puree’, bir (Afrika), cuka, atau didehidrasi.

Daun pisang digunakan untuk menggosok lantai, sebagai alas ‘kastrol’ tempat membuat nasi ‘liwet’, dan sebagai pembungkus berbagai makanan.

Serat untuk membuat kain dapat diperoleh dari batang semunya. Bagian-bagian vegetatif beserta buah-buah yang tidak termanfaatkan digunakan sebagai pakan ternak; bagian-bagian vegetatif itu khusus dimanfaatkan jika pakan ternak dan air sulit diperoleh (batang semu itu banyak mengandung air).

Tanaman pisang (atau daun dan buahnya) juga memegang peranan dalam upacara-upacara adat, misalnya di Indonesia, untuk upacara pernikahan, ketika mendirikan rumah, dan upacara keagamaan setempat.

Dalam pengobatan, daun pisang yang masih tergulung digunakan sebagai obat sakit dada dan sebagai tapal dingin untuk kulit yang bengkak atau lecet. Air yang keluar dari pangkal batang yang ditusuk digunakan untuk disuntikkan ke dalam saluran kencing untuk mengobati penyakit raja singa, disentri, dan diare, air ini juga digunakan untuk menyetop rontoknya rambut dan merangsang pertumbuhan rambut.

Cairan yang keluar dari akar bersifat anti-demam dan memiliki daya pemulihan kembali. Dalam bentuk tepung, pisang digunakan dalam kasus anemia dan casa letih pada umumnya, serta untuk yang kekurangan gizi. Buah yang belum matang merupakan sebagian dari diet bagi orang yang menderita penyakit batuk darah (haemoptysis) dan kencing manis.

Dalam keadaan kering, pisang bersifat antisariawan usus. Buah yang matang sempurna merupakan makanan mewah jika dimakan pagi-pagi sekali. Tepung yang dibuat dari pisang digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung dan kelebihan asam.

Syarat Tumbuh

Dengan pertumbuhannya yang sangat cepat dan terus-menerus, yang akan mengakibatkan hasil yang tinggi, pisang memerlukan tempat tumbuh di iklim tropik yang hangat dan lembap. Walaupun begitu, pisang ini sangat menarik sehingga orang menanamnya juga persis di batas daerah ekologinya, yang di tempat itu kecepatan tumbuh rata-ratanya hanya dapat mendukung hasil yang minim saja.

Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhan. Di sentra-sentra produksi utamanya suhu udara tidak pernah turun sampai di bawah 15 derajat celcius dengan jangka – waktu yang cukup lama, suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar 27 derajat celcius, dan suhu maksimumnya 38 derajat celcius.

Di dataran tinggi daerah ekuator, pisang tak dapat tumbuh pada ketinggian di atas 1.600 m dpl. Kebutuhan akan penyinaran belum dipahami benar. Kebanyakan pisang tumbuh baik di lahan terbuka, tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan terbakar-matahati (sunburn). Dalam keadaan cuaca berawan atau di bawah naungan ringan, daur pertumbuhannya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil.

Pisang sangat sensitif terhadap angin kencang, yang akan merobek-robek daunnya, menyebabkan distorsi tajuk dan dapat merobohkan pohonnya. – Diperlukan pasokan air yang ajek; untuk pertumbuhan optimalnya curah hujan hendaknya 200-220 mm, dan kelembapan tanahnya jangan kurang dari 60-70% dari kapasitas lapangan, jadi sebagian besar lahan memerlukan pengairan tambahan. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhan pisang adalah tanah liat yang dalam dan gembur, yang memiliki pengeringan dan aerasi yang baik. Kesuburan yang tinggi akan sangat menguntungkan dan kandungan bahan organiknya. hendaknya 3% atau lebih. Tanaman pisang toleran terhadap pH 4,5-7,5.

Pedoman Budidaya Pisang Raja Bulu 

Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan. Anakan yang berdaun pedang-lah yang lebih disenangi petani, sebab pohon pisang yang berasal dari anakan demikian akan menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya (tanaman induk). Bonggol atau potongan bonggol juga digunakan sebagai bahan perbanyakan. Bonggol ini biasanya dibelah dua dan direndam dalam air panas (52° C) atau dalam larutan pestisida untuk membunuh nematoda dan penggerek penggerek sebelum ditanamkan. Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk perbanyakan secara cepat, melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. 

Cara ini telah dilaksanakan dalam skala komersial, tetapi adanya mutasi yang tidak dikehendaki menimbulkan kekhawatiran. Penanaman pada umumnya dilakukan pada awal musim hujan. Bahan perbanyakan biasanya ditanamkan sedalam 30 cm. Pisang dapat dijadikan tanaman utama atau tanaman pencampur pada sistem tumpang sari. 

Pisang biasanya ditanam sebagai tanaman perawat (nurse drop) untuk tanaman muda coklat, kopi, lada, dan sebagainya. Juga dapat digunakan sebagai tanaman sela pada perkebunan karet atau kelapa sawit yang baru dibangun, atau ditanam di bawah pohon-pohon kelapa yang telah dewasa. Jika ditanam sebagai tanaman utama, pisang biasanya ditumpangsarikan dengan tanaman semusim. Pemeliharaan Penyiangan berulang-uiang diperlukan sampai pahon-pohon pisang dapat menaungi dan menekan gulma. Gulma diberantas dengan cara-cara mekanik (dibabat, dibajak, dan sebagainya) atau dengan tangan: Herbisida pratumbuh cukup efektif, dan jika tanaman telah mencapai tinggi 1,5 m atau lebih, dapat digunakan herbisida kontak. Pisang memerlukan sejumlah besar hara. 

Di pekarangan pemakaian pupuk kandang dan kompos dianjurkan, yang dikombinasikan dengan 0,25 kg urea dan kalium nitrat (muriate of potash) setiap tiga bulan untuk masing-masing rumpun. Pengairan diperlukan di areal yang memiliki musim kemarau panjang, tetapi juga jika curah hujannya kurang dari 200-220 mm bulan. Air dapat dialirkan melalui parit atau disemprotkan; kini pengairan-tetesan (drip irrigation) telah banyak diterima. 

Selama putaran pemangkasan ringan, daun-daun yang layu dipotong agar diperoleh mulsa dan untuk menghindari sumber infeksi melalui penyakit-penyakit daun. Di perkebunan skala komersial beberapa tindakan lain dilakukan untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi dan untuk menjamin buah berkualitas baik untuk pasatan (ekspor). 

Tindakan-tindakan itu mencakup pembuangan anakan, pembuangan tunggui-tunggul, pemotongan jantung pisang, dan pengurangan tandan buah. Setiap 6-12 minggu tanaman pisang dibuangi anakannya, hanya ditinggalkan satu tanaman induk (yang sedang berbuah), satu batang anakan (yang tertua), dan dalam hal tanaman-sirung (ratoons), satu tanaman cucu. Pada kepadatan yang rendah, setiap rumpun dapat berisi 2 batang induk berikut 2 anakannya. Jadi, untuk menghindari berjejalnya batang, dan untuk mengatur panen yang berurutan dalam setiap rumpun, satu anakan disisakan pada satu pohon induk setiap 6-10 bulan (atau lebih untuk daerah beriklun sejuk) untuk menghasilkan tandan berikutnya. Hanya anakan yang sehat dan tertancap dalam yang boleh disisakan. 

Penyangga atau tali dapat memberikan dukungan tambahan bagi tanaman yang berisi tandan buah; topangan ini akan menghindarkan tanarnan dari patahnya batang karena keberatan oleh tandan. Jantung pisang hendaknya segera dibuang setelah 2 sisir terakhir dari tandan itu muncul. Pada waktu yang bersamaan, satu atau dua sisir terakhir mungkin perlu dibuang untuk meningkatkan panjangnya masing-masing buah pisang yang tersisa, dan tandan itu mungkin perlu dikarungi. Karung itu dapat berupa kantung plastik yang telah diberi insektisida, maksudnya untuk menghindari kerusakan oleh serangga, burung, debu, dan sebagainya, dan untuk menaikkan suhu tandan, memajukan pertumbuhan buah, terutama untuk daerah beriklim dingin.

Panen dan Pasca Panen

Panen Buah pisang dipanen ketika masih mentah. Tingkat kematangan diperkirakan dari adanya siku-siku pada individu buah; buah yang penampang melintangnya lebih bulat berarti lebih matang. Sewaktu berat buah meningkat dengan cepat sejalan dengan menghilangnya siku-siku pada buah, buah pisang juga menjadi lebih rentan terhadap kerusakan selama pengangkutan, dan buah itu tidak dapat bertahan lama, karenanya harus dipetik lebih awal. 

Untuk memanen pisang diperlukan dua orang, si pemanen dan si pengumpul. Si pengumpul menyandang bantalan bahu untuk menahan jatuhnya tandan setelah si pemanen menusuk batang pisang dengan parang, sehingga bagian atas pohon beserta tandannya merunduk. Diperlukan satu galah bambu untuk menopang tandan sampai menyentuh bantalan di bahu. Setelah tandan itu merendah dengan cara begitu, si pemanen memotong gagang tandan dengan menyisakan sebagian gagang yang masih berada pada tandan, yang digunakan sebagai pegangan. 

Tandan-tandan itu kemudian diangkut dengan hati-hati ke ruangan pengepakan melalui sistem kabel atau dengan gerobak yang ditarik oleh traktor. Penanganan Pasca Panen Tandan yang telah dipanen kemudian dipotong menurut sisiran, dan bekas-bekas bunga pada sisiran itu dibuangi, sisiran dicuci, disortir, dan dipak dalarn kotak-kotak karton. 

Sebagai tambahan, buah pisang itu diperlakukan dengan fungisida untuk menghindari busuknya sisiran buah itu. Daya simpan pisang mentah berkisar antara 21-30 hari pada suhu 13-15° C. Kalsium karbida (CaC2) atau larutan etefon dapat digunakan untuk mematangkan buah tua-mentah. Pada perlakuan kalsium karbida, buah pisang dikenai bahan ini selama 24-36 jam dalam sebuah wadah tertutup, sedangkan pada perlakuan etefon, pencelupan selama 5 menit sudah cukup efektif. Pada pengusahaan secara komersial besar-besaran digunakan gas etilena. Pisang diperlakukan selama 24 jam dalam kamar tertutup yang berisi etilena dan suhunya dipertahankan 14-18° C. Setiap 24 jam sekali kamar dibuka untuk ventilasi sampai buah-buah pisang itu mencapai warna yang disenangi konsumen

Mengatasi OPT Pada Pembibitan Kelapa Sawit

Perkembangan pembangunan perkebunan di wilayah Kalimantan Barat yang semakin luas, diiringi dengan resiko meningkatnya perkembangan berbagai hama dan penyakit sehingga menjadi kendala di dalam meningkatkan produksi dan kualitas hasil perkebunan. Salah satu komoditas perkebunan di Kalimantan Barat yang berkembang dengan pesat adalah kelapa sawit. Berdasarkan data statistik perkebunan tahun 2010, lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat adalah 750.948 hektar dengan produktivitas mencapai 2.447 kg per hektar per tahun. Serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) kelapa sawit terjadi sejak dari periode benih, pembibitan, tanaman belum menghasilkan (TBM) hingga tanaman menghasilkan (TM).

Penyakit pada daun merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman kelapa sawit pada fase pembibitan. Penyakit daun bibit sawit dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik biasanya terjadi karena faktor genetik sehingga menyebabkan daun bibit menjadi abnormal seperti munculnya gejala daun kaku, daun tegak, tanaman menjadi kerdil, bercak jingga dan lain-lain. Selain karena faktor genetis, penyebab abiotik juga dapat dikarenakan karena perlakuan budidaya yang tidak tepat seperti terlambat pindah tanam dan jarak tanam yang terlalu rapat. Faktor biotik yang menyebabkan penyakit pada daun bibit sawit terjadi karena adanya serangan patogen (jamur, bakteri). Berbeda dengan gejala abiotik, serangan patogen dapat menyebar dari tanaman sakit ke tanaman sehat disekelilingnya. Ada beberapa patogen penyebab penyakit daun pada pembibitan kelapa sawit antara lain jamur Curvularia sp, Helminthosporium, Dhresclera, Melanconium, dan Botrydiplodia. Gejala yang tampak pada tanaman terserang dapat berupa bercak daun, antraknose, mati akar/layu ataupun terjadinya busuk daun bibit kelapa sawit. Untuk mengatasi penyakit-penyakit daun ini khususnya yang disebabkan oleh patogen maka diperlukan upaya-upaya pengendalian secara khusus.

Untuk keperluan tersebut dilakukan kegiatan Inventarisasi dan Identifikasi OPT pada pembibitan kelapa sawit. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis OPT yang menyerang pada pembibitan kelapa sawit. Kegiatan ini telah dilakukan di 10 lokasi di Kalimantan Barat. Pada setiap lokasi dilakukan pengamatan pada minimal 3 kebun pembibitan dan hasil pengamatan kemudian rekapitulasi dan dirata-rata untuk menunjukkan tingkat serangan di lokasi tersebut. Pada 1 kebun diamati untuk 100 bibit sampel. Hasil rekapitulasi dan tabulasi data pengamatan dapat dilihat pada tabel 1 dan grafik 1.

Dari tabel 1 diketahui bahwa gejala serangan OPT yang menyerang tanaman kelapa sawit pada fase pembibitan cukup beragam, meliputi serangan oleh penyakit maupun hama tanaman. Kerusakan tanaman oleh golongan penyakit paling dominan di seluruh pembibitan kelapa sawit yang diamati, dan selalu ditemukan di semua lokasi pengamatan. Sedangkan serangan oleh hama disebabkan oleh belalang dan menyebabkan daun tanaman menjadi berlubang dan rayap yang menyerang pada pangkal batang bibit kelapa sawit (gambar 1 dan 2). Kedua OPT ini dipertimbangkan tidak menjadi masalah yang penting karena selain intensitas serangannya rendah, juga tanaman yang terserang ditemukan bersifat sporadis. Hama rayap biasanya menyerang pada pembibitan kelapa sawit yang masih terdapat tunggul-tunggul batang kayu. Dan rayap biasanya akan menyerang batang tunggul kayu hingga lapuk, baru menyerang ke pembibitan yang ada di sekitarnya.

Penyakit pada daun merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman kelapa sawit pada fase pembibitan. Hasil inventarisasi penyakit pada pembibitan kelapa sawit tahun 2013 diketahui adanya penyakit daun pada pembibitan sawit baik dikarenakan oleh faktor genetis maupun karena serangan patogen. Penyakit genetik berupa abnormalitas bibit ditemukan dalam bentuk bercak jingga, daun kerdil, daun menjadi kaku dan daun tegak (gambar 2). Tingkat kerusakan bibit karena gejala abnormalitas ini bervariasi dari 0- 18,5 %. Hasil wawancara dengan bapak Atie, salah seorang penangkar bibit kelapa sawit di daerah Toho Hilir, diperoleh informasi bahwa rata-rata gejala abnormalitas yang ada di kebunnya berkisar dari 5-20 %.

Penyakit patogenik yang teramati menyerang bibit kelapa sawit adalah penyakit pada daun, batang dan busuk pangkal (dumping off). Penyakit daun bibit kelapa sawit merupakan penyakit yang dominan pada semua lokasi pengamatan dan memiliki gejala cukup beragam antara lain bercak dun (leaf spot), hawar atau busuk daun (leaf blight) dan antraknos (Antracnose) (gambar 3), sementara pada batang gejala yang teramati berupa bercak yang diduga patogen penyebabnya sama dengan yang ada di daun (gambar 4). Penyakit dumping off memiliki gejala bibit menjadi layu dan diduga selain karena faktor lingkungan (kekurangan air) juga disebabkan karena serangan patogen pada bagian akar. Hal ini ditunjukkan dengan busuknya bagian perakaran bibit (gambar 5). 

Dari grafik 1 ditunjukkan bahwa berdasarkan gejala serangan, hasil inventarisasi pada semua lokasi diketahui bahwa OPT yang menyerang tanaman kelapa sawit pada fase pembibitan didominasi oleh penyakit bercak daun sebesar 45 % kemudian diikuti dengan penyakit bergejala busuk daun dan antraknose dengan tingkat serangan sebesar 23 % dan 16 %. Beberapa patogen diketahui merupakan penyebab penyakit-penyakit pada daun pembibitan kelapa sawit antara lain Helminthosporium, dan Curvularia. Untuk memastikan patogen penyebab penyakit, maka dari setiap lokasi pengamatan juga melakukan pengambilan sampel bibit terserang kemudian diisolasi di laboratorium dan ditumbuhkan dalam media buatan untuk dilakukan identifikasi patogen yang diduga sebagai penyebabnya dibawah mikroskop.

Hasil identifikasi sampel daun diperoleh patogen yang mendominasi adalah jamur Curvularia sp. Selain bercak daun karena patogen Curvularia, hasil identifikasi di laboratorium juga ditemukan jenis jamur lain yang diduga merupakan patogen lain yang dapat menyebabkan penyakit pada daun yaitu jamur Pestalotia sp, Melanconium, Helminthosporium, Colletotrichum dan Botrydipodia (gambar 6).

Penyakit-penyakit pada daun ternyata dinilai petani merupakan penyakit yang cukup membahayakan pembibitan kelapa sawit. Hal ini dibuktikan dengan adanya upaya pengendalian yang dilakukan selama ini oleh petani dengan melakukan penyemprotan menggunakan fungisida. Pengandalian penyakit dilakukan rutin minimal 2 minggu sekali. Selain itu isolasi tanaman terserang dengan memisahkan tanaman yang mempunyai gejala bercak daun dari kebun pembibitan dan penyiraman tanaman yang rutin juga telah dilaksanakan oleh penangkar pembibitan kelapa sawit.

Menurut Susanto dkk (2007) upaya pengendalian yang perlu dilakukan untuk penyakit pada daun pembibitan kelapa sawit antara lain adalah :

Melakukan pindah tanam dari pre-nursery ke main nursery tepat pada waktunya (tidak terlambat)
Melakukan pemupukan berimbang
Mengatur jarak tanam bibit menjadi 90 x 90 cm
Mengurangi volume air siraman sementara waktu
Dianjurkan melakukan penyiraman secara manual menggunakan gembor
Mengisolasi (memisahkan tanaman sakit dari yang sehat) dan memangkas daun-daun sakit dari bibit bergejala
Melakukan penyemprotan dengan fungisida captan, thiram atau thibenzol, Dithane, Benlate atau Antracol dengan konsentrasi anjuran dengan interval 7-14 hari
Memusnahkan tanaman sakit berat dengan dibakar

Kesimpulan

Jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang menyerang pada pembibitan kelapa sawit di Kalimantan Barat terbagi cukup beragam meliputi 3 kelompok yaitu hama, penyakit patogenik dan penyakit non patogenik (gejala abnormal). Hama yang menyerang pembibitan kelapa sawit adalah hama belalang dan rayap dengan tingkat serangan sebesar 8%, sementara penyakit patogenik yang menyerang meliputi penyakit yang menyerang pada bagian daun, batang dan akar yang disebabkan oleh patogen Phytium sp, Curvularia sp, Helminthosporium sp., Pestalotia dan Fusarium sp. Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia sp merupakan penyakit yang dominan dan ditemukan diseluruh pembibitan kelapa sawit yang diamati dengan tingkat serangan sebesar 45 %. Penyakit abnormalitas ditemukan dg tingkat serangan sebesar 7 % dengan gejala yang ditemukan berupa tanaman kerdil, daun tegak dan bercak jingga.

Bagian Batang Tumbuhan | Petani Hebat

Bagian Batang Tumbuhan merupakan sistem berselang-seling yang terdiri dari Buku (node),tempat dimana daun melekat pada batang, Ruas (internode), bagian batang di antara buku-buku; Tunas axiler (axillary bud),yang terbentuk antara sudut masing-masing daun dengan batang dan memiliki potensi unutk membentuk suatu tunas cabang. Sebagin besar tunas aksiler yang masih muda dorman. Setelah mengakhiri masa dormansi, suatu tunas aksiler akan menjadi cabang vegetatif yang lemgkap dengan tunas terminal, daun-daun dan tunas aksiler dan Tunas terminal (terminal bud), merupakan pusat pertumbuhan tunas yang masih muda, terletak pada bagian apeks (ujung) batang.

Pola Percabangan Batang

Batang suatu tumbuhan ada yang bercabang ada yang tidak, yang tidak bercabang kebanyakan dari golongan tumbuhan yang berbiji tunggal (Monocotyledoneae), misalnya jagung (Zea mays L.). Umumnya batang memperlihatkan percabangan banyak atau sedikit.

Kerangka tumbuhan diabangun oleh sejumlah sumbu. Suatu sumbu (baik cabang atau sumbu utama) bisa dibangun denngan cara sebagi berikut:

Cara percabangan monopodial, yaitu jika batang pokok selalu lebih jelas, karena lebih besar dan lebih panjang (lebih cepat pertumbuhannya) daripada cabang-cabangnya, misalnya pohon cemara (Casuarina equisetifolia L.).
Percabangan simpodial, sumbu tubuh menghasilakn ruas dan buku namun di suatau saat meristem apikal tidak berfungsi lagi oleh karen membentuk bunga atau berdiferensiasi membentuk parenkim atau karena sebab lain. Dari kuncup aksilar di ketiak daun dekat di daerah meristem apikal yang tidak berfungsi itu akan tumbuh cabang yang arahnya sejajar sumbu sebelumnya dan tumbuh serpeti sumbu yang diagantikannya. Batang pokok sukar ditentukan, karen adalam perkembagan selanjutnya mungkin lalu menghentika pertumbuhannya atau kalah besar dan kalah cepat pertumbuahnnya dibandingkan dengan cabangnya, misalnya pada sawo manila (Achros zapota L.).
Percabangan mengarpu atau dikotom, yaitu cara percabangan, yang batang setiap kali menjadi dua cabang yang sama besarnya, hal ini adalah akibat titik tumbuh menjadi dua bagian yang sama, seperti pada Selaginella, nipah (Nypa fruticans) dan Asclepias. Kadang-kadang percabangan tampak seperti dikotom namun jika diamati secara cermat terlihat ujung sumbu utama yang terhenti. Percabangan seperti ini disebut dikotom semu, misalnya paku rane (Glaichenia linearis). Dikotom semu juga bisa terjadi jika cabang dekat ujung sumbu tumbuh dengan kuat sehingga mencapai penampakan yang setara dengan sumbu utama yang sedikit terdesak dan keduanya bersama-sama tampak seperti garpu.

Modifikasi Batang

Batang pada suatu tumbuhan dapat mengalami sutau modifikasi menjadi bentuk-bentuk lain antara lain:

Rimpang (rhizoma). Rimpang sesungguhnya adalah batang beserta daunnya yang berada di bawah tanah, bercabang-cabang dan tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu tanaman baru. Rimpang selain sebagai alat perkembagbiakan juga merupakan tempat penimbunana zat-zat cadangan makanan, misalnya pada tasbih (Canna udulis Ker.) Dan kerut (Maranta arundinacae L.). Bahwasannya alat ini adalah penjelmaan batang dan bukan akar, dapat dilihat dari tanda-tanda berikut : Beruas-ruas, berbuku-buku, akar tidak pernah bersifat demikian. Ruas biasanya pendek dan tebal seperti pada lengkuas; Berdaun, tetapi daunnya telah menjelma menjadi sisik-sisik, daun yang melekat pada buku berbentuk sisik yang tipis seperti selaput dan tidak hijau; Mempunyai kuncup-kuncup; Tumbuhnya tidak ke pusat bumi atau air, malahan kadang-kadang lalu ke atas, muncul di atas tanah. Diujungnya yang termuda rimpang tumbuh monopodial atau sipodial, dan tunas terminal dapat tumbuh tegak menghasilkan batang yang mengelilingi pelepah daun serta diujungnya menghasilkan bunga. Dalam hal itu percabangan terjadi karena ketiak didekatnya tumbuh horisontal dan memperpanjang rimpang. Sementara itu bagian proksima (pangkal), membusuk. Jika pembusukan mencapai bagian yang panjang maka kedua cabang akan terpisah sehingga terjadilah ramet baru.
Umbi lapis (bulbus). Juga umbi lapis ini jika ditinjau asalnya adalah penjelmaan batang berserta daunnya. Umbi ini dinamakan umbi lapis, karena memperlihatkan susunan yang berlapis-lapis, yaitu yang terdiri atas daun-daun yang telah menjadi tebal, lunak dan berdaging, merupakan bagian umbi yang menyimpan zat makanan cadangan, sedang batangnya sendiri merupakan bagian yang kecil pada bagian bawah umbi lapis itu. Umbi ini terselubung oleh lapisan luar yang kering dan tipis seperti selaput. Penutup yang juga dinamakan tunika berperan sebagi pelindung terhadap kekeringan dan luka mekanik terhadap umbi. Sisik berdaging tersusun sebagai lapisan kontinu dan konsentris sehingga berstruktur padat. Pada umbi lapis dapat dibedakan bagian-bagian berikut: Subang atau cakram (disicus). Bagian inilah yang merupakan batang yang sesungguhnya, tetapi hanya kecil dengan ruas-ruas yang amat pendek, mempunyai bentuk seperti cakram, padanya terdapat pula kuncup-kuncup; Sisik-sisik (tunika atau squama), yaitu bagian yang merupakan penjelmaan daun-daunnya yang menjadi tebal, lunak dan berdaging, yang seperti telah di sebutkan, merupakan bagian tempat untuk menyimpan zat makanan cadangan. Kuncup-kuncupnya (gemmae), yang dapat di bedakan lagi dalam: Kuncup pokok (gemma bulbi), yang sesungguhnya adalah kuncup ujung, yang terdapat pada bagian atas cakram yang tumbuh ke atas mendukung daun-daun biasa, serta bunga;Kuncup samping, yang biasanya tumbuh merupakan umbi lapis kecil-kecil, berkelompok di sekitar umbi induknya. Bagian ini dinamakan siung (bulbus) atau anak umbi lapis, seperti misalnya pada bawang merah (Allium cepa L.); Akar-akar serabut terdapat pada bagian bawah cakram. Umbi lapis menurut sifat sisiknya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:Yang selapis, jika daunnya merupakan bagian yang terlebar, dan bagin yang lebih luar menyelubungi bagian yang lebih dalam, hingga jika umbi diiris membujur akan tampak jelas susunannya yang berlapis-lapis, misalnya umbi lapis bawang merah; Yang bersisik, jika metamorfosis daun-daunnya tidak merupkan bagin yang lebar yang dapat merupakan selubung seluruh umbi, melainkan tersusun seperti genting, misalnya umbi lapis pada lilia (Lilium candidum L.). Pada bunga leli (Lilium longiflorum) umbi ini tidak memiliki penututp kering. Sisik terpisah dan tidak sama tingginya serta semua melekat pada papan basal. Pada umumnya umbi lapis mudah rusak dan perlu dirawat agar tetap lembab, sebab akan luka bila kekeringan. Di waktu panen tampak bahwa pada umbi terdapat primordium akar. Akar tersebut tidak akan memanjang sebelum umbi ditanam dan memperoleh lingkungan yang tepat. Akar-akar tersebut tersusun dalam lingkaran di tepi bawah papan basal. Banyak jenis leli membentuk akarnya juga di bagin batang di atas umbi. Akar kontraktil yang menempel seiring pula ditemukan dan menarik umbi ke bawah sehingga mnecapai kedalaman yang sesuai. Telah dikemukakan, bahwa umbi pada umunya adalah alat tempat menimbun zat-zat makanan cadangan. Oleh sebab itu jika mulai tumbuh tunas yang baru tumbuhan makanan akan berkurang dan akhirnya umbi akan berkeriput sama sekali. Keadaan demikian nyata sekali kelihatan pada umbi yang kasip pemanenan umbinya.
Umbi batang, umumnya tidak mempunyai sisa–sisa daun atau penjelmaannya, oleh sebab itu seringkali permukaannya tampak licin, buku-buku batang dan ruas-ruasnya tidak tampak jelas. Karena tidak adanya sisa daun sering kali dinamakan umbi telanjang (tuber nodus), seperti terdapat pada kentang (Solonum tuberosum L.) dan ketela rambat (Ipomoea batatas Polr.). Bahwasanyan umbi batang adalah penjelmaan batang masih terlihat dari terdapatnya kuncup-kuncup (mata) pada umbi ini, yang jika waktunya telah tiba lalu dapat bertunas dan menghasilkan tumbuhan baru. Umbi pada kentang putih adalah ujung rhizoma yang membengkak dan dikhususkan untuk menyimpan makanan. “Mata” yang tersusun dalam pola spiral di sekitar kentang adalah tunas aksiler yang menandai buku. Pada pangkal batang kentang di atas tanah tumbuh sejumlah geragih yang memasuki tanah dan menjadi panjamg. Di satu saat kegiatan meristem apeks di ujung geragih terhenti, sehingga tidak bertambah panjang, sebagian menjadi umbi kentang. Seperti halnya untuk batang yang bersumbu tegak, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan menanam sebagian batang dengan tunas ketiak padanya. Hal ini biasanya dilakukan dengan memotong umbi kentang menjadi bagin-bagian yang masing-masing memiliki beberapa tunas ketiak, yang krmudian ditanam.
Cabang pembelit (sulur dahan atau sulur cabang), yaitu alat pembelit yang terjadi dari cabang atau tunas, yang biasanya terlihat dari tempatnya, yaitu dalam ketiak daun atau berhadapan dengan daun, dan seringklali masih mendukung daun-daun kecil, misalnya pada air mata pengantin (Antigonon leptatus Hook et Arn.), markisah (Passiflora quadrangularis L.).
Duri dahan (spina caulogenum), jika merupakan penjelmaan dahan atau cabang, misalnya pada bugenvil (Bougainvillae spectabilis Willd.). Bagian tengah terdiri dari kayu yang bersambungan dengan bagian kayu dalam batang.
Geragih (flagellum, stolo) atau stolon adalah cabang yang panjang dan ramping yang berkembang dari tunas ketiak daun-daun di bagian bawah batang. Geragih berbaring di atas tanah. Pada buku-bukunya kuncup ketiak tumbuh menghasilkan daun-daun pada sumbu baru yang tegak, sedangkan di bagian bawahnya dibentuk akar sehingga terjadilah tanaamn yang baru. Jika bagin geragih diantara dua buku itu dihancuurkan dan mati akan terdapapt tanaman-tanaman baru yang saling berpisah. Cabang yang demikian dapat dibedakan lagi menjadi dua macam: Merayap di atas tanah, misalnya pada daun kaki kuda (Centella asiatika Urb.), dan arbei (Fragraria vesca L.). Merayap di dalam tanah, misalnya teki (Cyperus rotundatus L.), kentang (Solonum tuberosum L.).Stolon yang ditunjukkan tumbuhan strowberi, tumbuh pada permukaan tanah. “Pelari” ini memungkinkan suatu tumbuhan mengkoloni dan menduduki suatu daerah yang luas dan untuk bereproduksi secara aseksual jika tumbuhan tetua tunggalnya mengalami fragmentasi menghasilkan banyak keturunan yang kecil.

Arsitektur Batang

Adanya buku-buku, ruas-ruas, tunas terminal dan tunas aksilar amat penting dalalm penampilan morfologi tumbuhan. Baik kuncup aksilar yang berkembang menjadi cabang maupun perilaku kuncup terminal akan menentukan bentuk dari percabangan, bahkan keseluruhan arsitertur tumbuhan tersebut. Di bawah ini beberapa model arsitektur yang terdapat pada pohon bercabang dan pohon tak bercabang:

Pohon tak bercabang

Pohon tak bercabang adalah pohon yang bagian vegetatifnya terdiri hanya dari satu sumbu yang dihasilkan oleh satu meristem. Meristem lain pada sumbu yakni yang terdapat di kuncup aksilar tidak tumbuh dan berkembang. Berikut ini diberikan dua model yang dikenal yaitu:

Model Holttum, pada model Holttum ini batang tumbuh terbatas, ada perbungaan terminal dan tidak bercabang kecuali pada perbungaan. Contoh: Agave sp. (Agaveceae) dan Gebang (Coripha umbraculifera).
Model Corner, pada model Corner ini batang monopodial dengan perbungaan lateral dan tak bercabang. Karena posisi perbungaannnya yang lateral maka meristem apikal dapat tumbuh terus. Contoh: kelapa sawit (Elaeis guineensis, Palmae).

Pohon bercabang

Ke dalam kelompok ini termasuk semua pohon yang bagian batang di atas tanah memperlihatkan lebih dari satu sumbu dan dibentuk oleh lebih dari satu sumbu meristem. Kelompok pohon bercabang dapat dibagi menjadi tiga subkelompok sebagai berikut: Sumbu vegetatif semuanya ekivalen dan ortotrop.

Pohon terdiri dari sejumlah sumbu vegetatif yang bersambungan menjadi sumbu batang semu atau simpodiom. Berikut ini tiga model percabangan yang dikenal yaitu:

Model Tomlinson, sumbu batang ortotrop dan membentuk cabang ortotrop dari kuncup ketiak di bagian batang di bawah tanah. Sumbu baru terbentuk berulang kali dan ekivalen dengan sumbu induk dan membentuk perakaran sendiri. Pembentukan sumbu baru atau kolumner itu bisa terjadi beberapa kali. Contoh bambu yang tidak bercabang (misalnya Gaaziophyta sp.), pisang (Musa paradisiaca). Pada Euterpe oleracea (Palmae di hutan rawa Amerika tropis), perbungaan aksilar memungkinkan sumbu tumbuh terus.
Model Leeuwenberg, batang berupa simpodium, namun setiap kolumner menghasilkan lebih dari satu kolumner anak di ujungnya, yang menempati ruang yang ada. Contoh: Tabernaemontana crassa (Apocynaceae).
Model Chamberlina, sumbu vegetatif di atas tanah tumbuh tegak dan lurus, terdiri dari sejumlah kolumner yang bersinambungan menjadi sumbu semu yang lurus. Contoh: Clerodendron paniculatum (Verbenaceae), Jatropha multifida (Ephorbiaceae).

Istilah diferensiasi di sini berarti bahwa diantara sumbu-sumbu baru yang dibentuk terjadi perbedaan morfologi dan terdapat spesialisasi fungsional. Berikut ini diberiakan lima model yang dikenal:

Model Koriba, batang merupakan simpodium, kuncup terminal terhenti tumbuh karena jaringan meristem apeks berdiferensiasi menjadi parenkim. Kuncup aksilar membentuk kolumner yang semula identik namun kemudian terjadi perbedaan. Satu menjadi kolumner batang dan yang lain menjadi kolumner cabang. Contoh: pulai (Alstonia macrophylla).
Model Aubreville, batang merupakan monopodium yang tumbuh ritmis, sehingga mengakibatkan cabang plagiotrop tersusun dalam lapisan-lapisan terpisah. Contoh: ketapang (Terminalia catappa, Combretaceae).
Model Rauh, batang merupakan monopodium ortotrop. Pertumbuhan ritmis mengakibatkan cabang tersusun dalam karangan, cabang juga bersifat ortotro. Oleh karena monopodium maka sumbu dapat tumbuh tak terbatas. Contoh: getah perca (Hevea brasiliensis, Euphorbiaceae) dan Pinus merkusi (Pinaceae).
Model Massart, batang merupakan monopodium ortotrop, pertumbuha rutmis mengakibatkan cabang tersusun dalam karangan. Filotaksis pada batang adalah spiral. Cabang bersifat plagiotrop dengan filotaksis distrik atau cenderung distrik. Cabang dapat bersifat simpodial atau monopodial. Contoh: pala (Myristica fragrans, Myristicaceae), kapok (Ceiba pentandra, Bombaceae).
Model Raux, batang merupakan monopodium ortotrop. Cabang bersusun kontinu atau tersebar dan fiotaksis batang adalah spiral. Cabang plagiotrop dan filotaksis distrik atau cenderung distrik. Cabang dapat simpodial maupun lebih sering monopodial. Contoh kopi (Coffea arabica, Rubiaceae), kenanga (Cananga odorata, Annonaceae), durian (Duriozibethinus, Bombaceae).

Pohon bercabang, tinggi pohon dicapai dengan penyambungan sumbu yang ekivalen namun struktur setiap sumbu itu sendiri berupa campuran. Setiap sumbu terdiri dari bagian bawah yang vertikal dan bagian ujung yang horizontal, dan kedua bagian itu dipisahkn oleh lengkungan. Berikut ini diberikan dua model yang dikenal:

Model Champagnat, batang berupa simpodium. Bagian distal setiap kolumner melengkung karena terlalu berat dan tidak didukung oleh jaringan penyokong yang cukup. Filotaksis spiral terdapat pada sumbu. Bagian distal dapat menghasilkan beberapa sumbu yang juga melengkung. Contoh: Sambucus nigra (Caprifoliaceae), Thunbergia erecta (Acanthaceae), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima, Caesalpinieae).
Model Troll, batang berupa simpodiuum, semua sumbu berarah plagiotrop sejak dini, sehingga semua sumbu bersifat horizontal, sifat dorsifentral, filotaksis distik atau cenderung distik. Pohon berbunga setelah dewasa. Pembentukan batang yang tegak terjadi setelah daun gugur. Contoh flamboyan (Delonix regia, Caesalpinioideae). Sumbu-sumbu pertama ortotrop namun sumbu berikutnya akan berbeda dan setelah dewasa sumbu baru yang dihasikan hamyalah plagiotrop. Contoh lain sirsak (Annona muricata, Annonaceae) dan daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea, Caesalpinioideae).[ps]

Tanaman pertanian, Tanaman perkebunan, Tanaman hutan, dan Tanaman air

Tanaman pertanian, Tanaman perkebunan, Tanaman hutan, dan Tanaman air

1) Tanaman pertanian

Tanaman pertanian merupakan tanaman hasil pertanian yang meliputi hasil sawah, tegal dan ladang. Contoh tanaman pertanian adalah padi, sayur-sayuran, buah-buahan, gandum dan ubi.

2) Tanaman perkebunan

Tanaman perkebunan terdiri dari tanaman perkebunan di dataran tinggi dan di dataran rendah. Contoh tanaman perkebunan di dataran tinggi adalah cengkih, teh dan tembakau. Sedangkan contoh tanaman perkebunan di dataran rendah adalah kelapa, karet, tebu, dan kelapa sawit. Masing-masing tanaman perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Misalnya karet digunakan untuk membuat ban, tebu untuk membuat gula dan kelapa sawit untuk membuat minyak goreng.

3) Tanaman hutan

Tanaman hutan merupakan tanaman yang tumbuh di hutan. Tanaman hutan biasanya tidak dipelihara manusia. Tanaman hutan banyak dimbil kayunya sebagai bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Sebagai contoh adalah kayu jati, kayu kruing, kayu meranti, dan rotan.

4) Tanaman air

Tanaman air yang banyak dimanfaatkan antara lain rumput laut dan alga. Rumput laut dimanfaatkan untuk membuat agar-agar. Sedangkan alga ada yang langsung dikonsumsi. Ada pula jenis alga tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetik dan industri makanan.

Alasan Perlunya Sistem Pertanian Terpadu

Sekitar 200 tahun yang lalu, Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya hingga saat ini. Dalam teorinya, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang. Malthus melukiskan sebuah kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur atau tingkat geometrik setiap 30 – 40 tahun. Sementara itu karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik (Todaro dan Smith, 2004).

Sebagai gambaran yang bisa mendukung teori Malthus adalah bahwa populasi penduduk dunia pada tahun 1950 hanya 2,5 milyar dan meningkat menjadi 5,3 milyar pada 1990 dan pada 2030 akan menjadi 8,9 milyar. Maka benarlah jika pertumbuhan populasi penduduk mengikuti deret ukur sebagaimana disampaikan oleh teori Malthus. Besarnya pertumbuhan penduduk selanjutnya akan meningkatan permintaan akan pangan. 

The World Food Summit-FAO di Roma pada 1997 memprediksi bahwa produksi pangan dan pakan di negara berkembang harus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050. Peningkatan tersebut untuk memenuhi tuntutan populasi manusia yang diperkirakan meningkat dua kali lipat dan aspirasi mereka untuk standart hidup yang lebih tinggi. Menurut laporan PBB tahun 2005, permintaan pangan meningkat 70 – 85 % dalam 50 tahun kedepan dan air bersih meningkat antara 30 – 85 %. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan pangan sehingga terdapat satu disparitas yang tumbuh antara peningkatan populasi dunia dengan kapasitas produksi pangan dunia yang lajunya lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk. Disparitas tersebut ditunjukkan oleh penyediaan pangan perkapita terus menurun di dunia.

Dunia telah berusaha dalam meningkatkan produksi pangan agar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Revolusi hijau telah berhasil mencukupi pangan pada era 60 – 80 an melalui penggunaan mesin, pupuk, pestisida dan bibit unggul. Banyak negara yang menikmati hasil dari revolusi hijau termasuk Indonesia yang berhasil mencapai swasembada beras pada 1984 melalui program Bimas. Namun saat ini, revolusi hijau telah terbukti menimbulkan beragam masalah. 

Tanah menjadi berkurang kesuburannya akibat penggunaan pupuk yang berlebihan. Indikator rusaknya tanah akibat pengunnaan pupuk kimia yang berlebihan adalah tanah pertanian yang teksturnya semakin keras. Selain itu, kenaikan produksi dapat terjadi jika dibarengi dengan peningkatan penggunaan pupuk. Efek negatif lainnya adalah degradasi lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Banyak produk pertanian yang terkontaminasi oleh pestisida dan berakibat buruk pada kesehatan terutama penyebab penyakit degeneratif. Penggunaan pestisida yang berlebihan juga menimbulkan banyak hama yang resisten apalagi didukung oleh penanaman yang sejenis (monokultur).

Yang paling penting untuk ditindaklanjuti adalah berkurangnya nilai yang diterima petani akibat besarnya biaya input dalam pertanian. Revolusi hijau menuntut input dengan biaya yang besar seperti benih, pupuk, pestisida, energi, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja. Besarnya biaya input menyebabkan hasil yang diperoleh petani semakin kecil, terutama petani rakyat yang mempunyai lahan kecil dan menggantungkan modalnya kepada rentenir. Apalagi nilai hasil pertanian saat ini secara nominal lebih tinggi namun secara riil semakin berkurang.

Data Bank Dunia dalam “2001 World Development Indicators” memperlihatkan bahwa secara agregat indeks harga pertanian pada 1960 nilainya 208, dan pada 2000 menjadi 87 sehingga nilai riil pertanian berkurang 2,39 kali. Secara lebih rinci, dengan menggunakan nilai dolar pada 1990 maka harga riil pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1960, beberapa komoditas pertanian penting semuanya menjadi lebih murah. Harga beras tahun 2000 lebih murah 2,58 dari tahun 1960. Begitu juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi arabika, teh, kelapa sawit, beras, jagung, dan gula. Maka wajar jika banyak petani mengeluhkan nilai komoditas pertanian yang semakin murah dan tidak ada harganya dibandingkan dengan komoditas non pertanian. 

Jika pada tahun 1980 petani dengan lahan 1 ha saja sudah bisa menjadi saudagar maka saat ini petani dengan lahan 1 ha hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan catatan tidak ada gagal panen. Ketidakadilan yang dialami petani rakyat dalam skala yang lebih luas juga terjadi karena negara berkembang hanya dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan menjadi pasar dari hasil pengolahan bahan baku yang dilakukan oleh negara berkembang. Petani menjual produk dengan harga murah dan terus murah dan membeli hasil olahan yang mahal dan terus mahal.

Peran Peternakan dalam Sub Sektor Pertanian

Peternakan adalah salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari peternakan dapat digambarkan melalui pemanfaatan produk-produknya. Produk peternakan diasosiasikan dengan standart hidup yang tinggi dimana ketika standart hidup meningkat maka konsumsi produk ternak meningkat. Daging, telur dan susu berikut produk olahannya selalu dijadikan standart kecukupan protein. Dan konsumsi produk peternakan di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara lain khususnya negara maju atau dengan kata lain standart kehidupan di Indonesia cukup rendah.

Namun permasalahan yang cukup mengkhawatirkan dalam peternakan adalah persaingan antara pakan dan pangan. Sistem pemberian pakan dalam peternakan menggunakan sumberdaya yang sama dengan yang dimakan manusia. Serealia dan tepung kedele adalah komponen terbesar pakan ternak yang juga dikonsumsi oleh manusia. Diperkirakan hampir 50% dari supply biji-bijian dunia dikonsumsi ternak. Jika semua biji-bijian dunia dicadangkan untuk konsumsi manusia saja maka akan cukup untuk memberi makan 9 – 10 milyar penduduk dunia pada titik mana populasi dunia diharapkan akan stabil.

Oleh karena itu, pemecahan terhadap masalah memenuhi kebutuhan pangan di tahun mendatang adalah mengembangkan sistem produksi ternak yang tidak tergantung pada biji-bijian serealia.

Keuntungan lain dari alternatif sistem pakan bukan biji-bijian akan membawa kepada pengurangan kontaminasi lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan keragaman hayati dan produk ternak yang lebih baik mutunya. Karenanya tiap intervensi yang melibatkan ternak harus didasarkan pada peran sinergis mereka dalam manfaat sistem pertanian keseluruhan ketimbang sebagai penghasil daging, susu atau telur yang menggunakan pakan bersaing dengan kebutuhan manusia. Sistem peternakan yang menggunakan pakan sama dengan pangan hanya akan mengakumulasi masalah dimasa mendatang, apalagi sekarang pangan tidak hanya digunakan sebagai pakan tetapi juga energi. Tentu diperlukan terobosan dalam bidang peternakan untuk menjaga keberlanjutan sistem pertanian secara keseluruhan.

Pernyataan Ahli tentang Pertanian Terpadu dan Keberlanjutan

Berikut ini adalah pernyataan para ahli mengenai pertanian terpadu dan keberlanjutan yang sangat relevan untuk dikembangkan lebih lanjut. Prof Chan menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk berharap pembangunan berkelanjutan bila tetap menghambur-hamburkan sumber daya alam. Hari dimana orang menyadari bahwa limbah sekali waktu adalah makanan dan ilmu dan teknologi bergandengan dengan akal budi manusia merubah limbah menjadi sumber daya, baru kita bicara mengenai keberlanjutan. Selain itu, Preston dan Murgueitio (1994) juga menyatakan bahwa penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam terbarukan akan difasilitasi ketika pakan ditanam, hewan diberi pakan dan kotoran didaur ulang pada lahan yang dapat mengurangi penggunaan input impor termasuk energi.

Definisi Sistem Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.

Cakupan pertanian sendiri sangat luas, namun sesunguhnya pertanian merupakan interaksi dalam suatu ekosistem yang membentuk pertanian secara keseluruhan. Contohnya adalah suatu kawasan yang ditanami jagung. Apa yang terjadi bila di kawasan tersebut tidak tersedia ternak ruminansia? Hubungan timbal balik akan terjadi bila ada ternak di kawasan tersebut. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Ekspedisi Sungai Citarum yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan bagaimana limbah peternakan di daerah Lembang mencemari sungai dari hulu hingga hilir padahal banyak orang yang bergantung pada keberlangsungan sungai Citarum.

Bagaimana Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu

Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Model Sistem Pertanian Terpadu di Pedesaan

Sistem pertanian terpadu konvensional Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani kita pada masa lalu,namun sekarang sudah banyak ditinggalkan.
Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme).
Sistem pertanian terpadu sekaligus manajemen limbah terpadu (IF-IWM)
Sistem Pertanian Organik

Sistem Pertanian Terpadu Konvensional.

Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani di masa lalu, namun saat ini sudah banyak ditinggalkan. Tumpang sari antara peternakan ayam dan balong ikan dimana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan dimana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum mencerminkan siklus yang berkelanjutan.

Model pertanian terpadu konvensional

Tumpang sari antara petemakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagal pakan lkan
Tumpang sari antara tanaman palawija dan petemakan, di mana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan temak kambing atau sapi dan kotoran temak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan.
Cina tradisional, kandang hewan dibangun di atas kolam sehingga limbah hewan jatuh langsung ke dalam air memberi bahan bakar kepada ekosistem kolam. Atau di Jawa Barat MCK dibangun di atas kolam ikan. Diperoleh ikan dan air kolam dengan ekstra unsur hara untuk mengairi tanaman. Sisa-sisa tanaman dibuang balik kedalam kolam untuk menciptakan satu “sistem tertutup”
Sistem kuno yang menggunakan limbah manusia dan hewan (night soil) untuk menyuburkan kolam ikan direintroduksi dengan simpul baru: satu bioreaktor yang memungkinkan bakteri anaerobik memroses limbah lebih cepat dan lebih aman menjadi sumberdaya pertanian yang bermanfaat.
Sistem Terpadu dengan Teknologi EM (effective micro-organisme).

Sistem Pertanian Terpadu Modern.

Sistem pertanian terpadu modern memadukan pertanian dan peternakan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada dalam sistem. Petani bisa menanam padi, jagung, palawija dan hasil pertanian lainnya. Selain itu petani juga beternak sapi, kambing, ayam atau hewan ternak lainnya. Hasil yang bisa diperoleh petani dari pertanian adalah hasil utama seperti beras, jagung, kedele, dll. Dari hasil utama ini maka petani bisa menjualnya atau dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil sampingnya adalah limbah pertanian yang berupa jerami padi, dedak, bekatul, jerami jagung. 

Limbah pertanian tersebut bisa digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki nutrisi yang tinggi dan tahan lama. Caranya adalah mencampur limbah pertanian dengan mikroorganisme dekomposisi dan ditambah urea plus tetes. Hasilnya adalah pakan ternak yang bergizi dan mampu tahan hingga 1 tahun lamanya. Bayangkan jika seluruh limbah pertanian diolah dan digunakan sebagai pakan ternak. Tentu para petani tidak akan kekurangan pakan ternak yang pada musim kemarau sulit di dapat. Selain itu akan menurunkan biaya produksi karena rendahnya biaya pakan. Bekatul, dedak, limbah kacang, limbah kedele, ampas tahu dan ampas tempe bisa digunakan sebagai pakan konsentrat untuk meningkatkan pertumbuhan ternak.

Hasil utama yang didapat petani dari peternakan adalah daging, susu, telur dan bibit (anakan). Hasil utama tersebut sudah biasa dalam sistem peternakan karena memang hasil tersebutlan yang ingin didapatkan. Hasil samping dari peternakan adalah berupa kotoran dan dari kotoran ternaklah terutama ternak ruminansia banyak manfaat yang bisa diperoleh. 

Manfaat tersebut Pertama adalah kompos. Kompos diperoleh dari kotoran ternak yang difermentasi dan dicampur dengan dedak selama 3-5 hari. Kompos digunakan sebagai pupuk untuk tanaman yang bisa memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan kemampuan kemampuan menahan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah, meningkatkan pH tanah, dll. Bila satu hari saja kotoran yang didapat dari satu ekor sapi sebanyak 25 kg, bisa dibayangkan berapa banyak kompos yang bisa dihasilkan. Banyaknya kompos yang dihasilkan bisa dijadikan substitusi bagi pupuk kimia yang mengurangi biaya input bagi petani. Potensi pengembangannyapun semakin besar karena nilai hasil pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan dengan pertanian biasa. Selain itu, pemasok pertanian organik masih sedikit sehingga ada peluang besar bagi yang memanfaatkannya.

Manfaat ketiga adalah bokhasi. Bokashi mirip dengan kompos, namun komponen utamanya adalah jerami padi atau limbah pertanian lainnya yang diolah menjadi pupuk. Penggunaanya pun mirip dengan kompos namun cara membuatnya sedikit lebih lama daripada kompos. Keempat adalah biogas. Biogas adalah sebuah sistem dari bakteri pembentuk gas metan secara anaerob dengan memanfaatkan bahan-bahan organik. Sumber utama bakteri pembentuk gas metan adalah hewan ruminansia. Dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai sumber bakteri gas metan maka akan didapatkan sumber energi yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan. 

Dari 1 ekor sapi maka energi biogas yang diperoleh setara dengan memasak 2-3 jam penuh. Bisa dibayangkan jika sapi di Indonesia yang jumlahnya 10 juta bisa digunakan sebagai sumber energi biogas? Akan banyak manfaat yang bisa diperoleh darinya. Selain menghasilkan biogas, reaktor biogas juga menghasilkan pupuk cair dan pupuk padat organik yang siap digunakan. Pupuk organik yang dihasilkan dari reaktor biogas memiliki nilai yang lebih tinggi karena manfaatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Biogas juga berperan dalam memutus siklus penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. 

Hal ini disebabkan karena kotoran ternak yang mengandung penyakit akan masuk ke dalam reaktor yang anaerob. Hanya bakteri penghasil gas metanlah yang mampu hidup di dalamnya dan hampir semua organisme aerob termasuk mikroorganisme penyakit akan mati. Oleh karena wajar jika biogas dapat dijadikan pemutus rantai penyakit.

Kelima adalah urine ternak dan limbah cair lainnya dari yang bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair. Limbah cair paling banyak dihasilkan dari peternakan sapi perah, namun peternakan yang lain juga menghasilkan limbah cair yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kegunaan pupuk cair banyak untuk pupuk tanaman hias yang diberikan secara semprot atau kegunaan lainnya. Manfaat terakhir adalah kotoran ternak sebagai pakan ternak. Kotoran ternak yang bisa digunakan sebagai pakan ternak adalah kotoran ayam karena kandungan protein kotoran ayam yang masih tinggi. Begitu juga kotoran kambing juga layak dijadikan pakan ternak. 

Cara pemanfaatannya adalah kotoran ternak diberikan mikroorganisme dekomposisi dan di simpan selama waktu tertentu yang kemudian ditepungkan untuk siap digunakan. Karena nilai proteinnya masih tinggi maka tepung kotoran ternak bisa dijadikan substitusi jagung, kedele atau sumber protein lainnya yang biasa digunakan sebagai pakan ternak. Namun pemanfaatan kotoran ternak sebagai pakan masih belum banyak dilakukan karena adanya nilai kepantasan bagi yang mengkonsumsi.

Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bagaimana sistem pertanian terpadu bekerja. Pertanian menghasilkan hasil utama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh petani. Namun hasil samping pertanian menjadi input bagi peternakan. Petani juga bisa mendapatkan hasil utama peternakan dan hasil samping peternakan menjadi input bagi pertanian. Ketersediaan input dari dalam sistem pertanian terpadu sangat memberikan manfaat bagi petani dan lingkungan. Dan alamlah yang memberikan contoh dalam menerapkan keseimbangan sistem pertanian terpadu.

Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali serta beberapa wilayah sentra pertanian di Indonesia.
Memadukan budl.daya tanaman, perkebunan,petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan.
Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan, misalnya padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan sebagainya.
Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali.
Limbah organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang cepat.
Bokhasi dapat digunakan sebagal pupuk pertanian dan pakan ternak atau ikan.
Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik.
Ide dasar pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
Model pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi darl luar sistern pertanian untuk menghasilkan produk pertanian.
Proses fermentasi dapat menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak. Sehingga masukan energi dari luar sistem pertanian dapat diperkecil atau ditiadakan sama sekali.
Demikian juga dalam bidang budi daya tanaman, limbah tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kemball sebagai pupuk melalui proses fermentasi.

Hakekat Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. 

Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.

Pengertian Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.

Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. 

Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah.

Penerapan Pertanian Terpadu

Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. 

Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.

Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. 

Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.

Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. 

Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.

Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : 

tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, 
meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, 
meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, 
mengurangi penggunaan herbisida, 
meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan 
meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.

Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P. Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.

Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu…….Kenapa Tidak???

Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara
Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.
Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan
Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja
Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak azasi mereka.

Teknik Pembibitan Utama (Main nursery) Kelapa Sawit

Pembibitan utama merupakan tahap kedua dari sistem pembibitan dua tahap. Di pembibitan utama bibit dipelihara dari umur 3 bulan hingga 12 bulan.

Persiapan dan Pengolahan Tanah

Persiapan dilakukan dengan meratakan areal yang akan dijadikan sebagai lokasi pembibitan utama. Membersihkan semua areal dari gulma dan kayu-kayuan yang dapat menganggu dari proses pelaksanaan pembibitan utama.

Pemancangan

Jarak tanam bibit di pembibitan main-nursery tergantung dari lamanya bibit di pelihara di main-nursery. Setelah persiapan areal pembibitan selesai/bersih, kemudian dibagi menjadi blok-blok, tiap blok di bagi lagi menjadi petak-petak dan anak petak, jalan serta parit maka pelaksanaan pemancangan dapat dimulai sesuai dengan jarak tanam yang dikehendaki, sedangkan jumlah baris, polibag perbaris dan arah barisan tergantung dari bentuk areal.

Pengisian Tanah ke Polibag

Pengisian tanah dengan lapisan atas tanah mineral harus cukup padat, pada waktu pengisian polibag perlu diguncang (bump) untuk menghilangkan rongga-rongga udara. Pengisian tanah di usahakan sampai kurang lebih 3 – 5 cm. Media tanah sebelum diisikan ke polibag sebaiknya digemburkan dan diayak untuk menghindarkan terikutnya kerikil dan akar. Setelah pengisian, penyiraman perlu dilakukan selama 7 – 10 hari. Polibag yang isian tanahnya kurang dan jika memungkinkan isian tanah ditambah atau bibir polibag terpaksa dilipat agar air penyiraman dapat masuk kedalam polibag, tanah isian sebaiknya cukup gembur dan halus maupun bebas dari akar, batuan dan penyakit busuk pangkal batang (ganoderma sp). Pencampuran media tanah dengan fosfat sangat dianjurkan.

Pembuatan Lubang Tanam di Polibag

Untuk mempercepat dan mempermudah pembuatan lubang tanam pada media tanam dipolibag perlu dibantu dengan alat khusus seperti sekop kecil, tugal dan bor tanah, kedalaman lubang disesuaikan dengan ukuran polibag kecil. Berapa hal yang perlu diperhatikan pada saat persiapan tranplanting:

Media tanam polibag perlu disiram air sampai jenuh sehari sebelumnya untuk mempermudah pembuatan lubang.
Pembuatan lubang dengan alat tanam diusahakan pada bagian tengah permukaan tanah polibag agar pertumbuhan akar tanaman merata.
Pada setiap lubang tanam diberikan pupuk NPKMg 15 – 15 – 6 – 4 sebanyak 5 gr.

Penanaman Bibit

Pemindahan bibit dari pre-nursery dapat dilakukan pada saat bibit berumur 3 – 3,5 bulan atau telah berdaun 3 -4 helai (pelepah) dan setelah dilakukan seleksi dengan ketat. Umur tersebut sampai saat ini merupakan standard baku yang dianggap paling baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemindahan dan penanaman bibit dari pre-nursery ke main-nursery adalah:

Pemindahan sebaiknya dilakukan pada umur yang tepat yaitu 3-3,5 bulan (atau bibit berdaun 3-4 helai)
Pemindahan bibit berumur muda dapat meningkatkan resiko kematian/kerusakan bibit.
Sedangkan pemindahan bibit berumur >5 bulan menyebabkan stagnasi dan biasanya bibit telah mengalami etiolasi di pembibitan pre-nursery.

Ciri-ciri Bibit Sawit Abnormal di Main Nursery

Berikut adalah Ciri-ciri Bibit Sawit Abnormal di Main Nursery yang harus anda ketahui, jika anda tidak tahu nanti akan berakibat fatal pada budidaya sawit anda, dan berikut ciri-cirinya : 

Kerdil (runt/stunted)
BIbit erect, akibat faktor genetik, daun tumbuh dengan sudut yang sangat sempit/tajam terhadap sumbu vertikal sehingga tumbuh tegak.
Bibit yang layu dan lemah (limp)
Bibit Flat top,akibat faktor genetik, daun yang baru tumbuh dengan ukuran yang makin pendek dari daun yang lebih tua, sehingga tajuk bibit terlihat rata.
Short Internode, Jarak antara daun dan tulang pelepah (rakhis) terlihat sangat dekat dan bentuk pelepah tampak pendek.
Wide Internode, Jarak antara daun pada rakhis terlihat sangat lebar. Bibit terlihat sangat terbuka dan lebih tinggi dari normal.
Anak daun yang sempit dan melidi (narrow leaf)
Anak daun tidak pecah (Ijuvenile)
Daun berkerut (crinkle leaf)
Chimaera, Sebagian atau seluruh daun secara seragam berubah menjadi pucat atau bergaris kuning terang yang sangat kontras dengan warna hijau gelap dari jaringan normal.
Terserang crown disease, akibat faktor genetik, pelepah menjadi bengkok, melintir dan mudah patah.
Blast, bibit biasanya berubah secara progressif ke arah cokelat dan mati perlahan-lahan dimulai dari daun yang lebih tua dan bergerak ke atas daun yang lebih muda.
Bibit yang terserang busuk pada pucuk daun.
dll, diamati kira-kira mana bibit yang tidak normal, atau beda dari teman-temannya.

Demikianlah Ciri-ciri Bibit Sawit Abnormal di Main Nursery, semoga bermanfaat

Konsep Pemupukan Kelapa Sawit Terbaik

Konsep Pemupukan Kelapa Sawit Terbaik – Pemupukan adalah salah satu kegiatan yang sangat penting dalam memelihara tanaman termasuk tanaman kelapa sawit. seperti kita ketahui bahwa untuk tumbuh dan menghasilkan produksi maka akan di butuhkan unsur hara akibatnya unsur hara yang ada di dalam tanah akan habis sehingga kita akan membutuhkan pergantiannya di dalam tanah agar produksi tandan buah segar kita dapat tetap stabil dan meningkat.

Apakah itu pupuk?

Pupuk adalah suatu bahan yang berisi dari satu atau beberapa unsur hara yang akan dibutuhkan oleh tanaman karena ketersediaannya di dalam tanah telah berkurang atau habis.

Latar Belakang pemupukan kelapa sawit adalah :

Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang akibat pertumbuhan tanaman
Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang melalui hasil panen dalam hal ini adalah tandan buah segar
Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang akibat erosi
Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang karena proses kimia lainnya

Nah setelah kita mengetahui kenapa kita harus melakukan pemupukan kelapa sawit maka selanjutnya kita akan membahas konsep dalam pemupukan kelapa sawit yang terbaik. Adapun konsep pemupukan kelapa sawit terbaik adalah 4 T alias empat T yaitu :

Tepat Tempat

Yaitu pupuk harus ditaburkan dipirngan dengan jarak minimal 50 cm dari pangkal batang

Tepat Dosis

Dosis yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kelapa sawit

Tepat Cara

Penaburan pupuk harus dilakukan dengan cara menabur secara merata di piringan bukan melingkar berbentuk cincin

Tepat waktu

Waktu penaburan pupuk harus sesuai dengan karakter pupuk yang ditaburkan

Konsep pemupukan kelapa sawit terbaik haruslah mengikuti aturan main dari 4 T tersebut diatas sehingga produksi tanaman kelapa sawit yang di usahai akan meningkat dan tandan buah segar yang dihasilkan akan lebih besar.

Jika ada pembaca ingin bertanya mengenai cara untuk melakukan konsep diatas atau berdiskusi masalah sawit silahkan menulis dibagian komentar dan dengan senang hati penulis akan membantu.

Dosis dan Cara Pemupukan Kelapa Sawit

Dosis dan Cara Pemupukan Kelapa Sawit. Ada beberapa rekan dari petani kelapa sawit yang bertanya lewat email yang menanyakan kenapa produksi kelapa sawit mereka rendah setelah mereka mengirimkan fotonya barulah solusi dapat di berikan oleh konsultasisawit dan biasanya permasalahan produksi yang rendah tersebut disebabkan oleh bibit yang kurang jelas dan faktor yang kedua adalah kurangnya pemahaman petani tentang pemupukan kelapa sawit. Oleh karena itu maka dalam psoting kali ini disampaikan tentang dosis pemupukan kelapa sawit. Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P, K, Mg dan B (Urea, TSP, KCl, Kiserit dan Borax). Pemupukan tambahan dengan pupuk Borax pada tanaman muda sangat penting, karena kekurangan Borax (Boron deficiency) yang berat dapat mematikan tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan umur tanaman atau sesuai dengan anjuran Balai Penelitian Kelapa Sawit.

Dosis pemupukan pada tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan :

1. Urea 2,0-2,5 diberikan 2x aplikasi

2. KCl 2,5-3,0 diberikan 2x aplikasi

3. Kiserit 1,0-1,5 diberikan 2x aplikasi

4. SP-36 0,75-1,0 diberikan 1x aplikasi

5. Borax 0,05-0,1 diberikan 2x aplikasi

Pupuk N ditaburkan merata mulai jarak 50 cm dari pokok sampai di pinggir luar piringan. Pupuk P, K dan Mg harus ditaburkan merata pada jarak 1-3 m dari pokok. Pupuk B ditaburkan merata pada jarak 30-50 cm dari pokok. Waktu pemberian pupuk sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan (September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim hujan (Maret-April) untuk pemupukan yang kedua. 

Untuk tanaman yang belum menghasilkan, yang berumur 0-3 tahun, dosis pemupukan per pohon per tahunnya adalah sebagai berikut :

1. Urea 0,40-0,60 diberikan 2 x aplikasi

2. KCl 0,20-0,50 diberikan 2 x aplikasi

3. Kiserit 0,10-0,20 diberikan 2 x aplikasi

4. SP-36 0,25-0,30 diberikan 1 x aplikasi

5. Borax 0,02- 0,05 diberikan 2 x aplikasi

Pupuk N, P, K, Mg, B ditaburkan merata dalam piringan mulai jarak 20 cm dari pokok sampai ujung tajuk daun. Waktu pemupukan sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan (September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim hujan (Maret-April) untuk pemupukan yang kedua.