bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
karakteristik lahan (FAO, 1976).
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah
bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan
laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi
matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel berikut :
Tempratur Karakterisitik lahan dari variabel Temperatur
udara (tc) yang digunakan dalam penilaian kelas kesesuaian lahan, ditentukan
dari karakteristik Rata-rata Temperatur udara alam sekitarnya
Sumber:
DJAENUDIN et
al. (2000)
Jumlah curah hujan yang baik adalah 2.00 – 2500
mm/thn, tidak terdapat deficit air dan hujan agak merata sepanjang tahun. Hal
ini bukan berarti kurang dari 200 mm tidak baik, karena kebutuhan efekti
tanaman kelapa ssawit hanya 1.300 – 1500 mm, yang terpenting adalah tidak terdapat
defisit air 2500 mm. Lebih dari 2.500 mm juga bukan tidak baik asal saja curah
hujan tidak terlalu banyak misalnya lebih dari 180 hari (Lubis 1992).
Sumber data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993
Adalah Penilaian terhadap ketersediaan air
dengan kondisi bulan kering t dengan tingkat kriteria sepertitable di bawah ini
Sumber
data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993
Kelembaban
tanah merupakan faktor penting untuk kehidupan dan sangat menarik untuk dikaji.
Fungsi utama dari kelembaban tanah adalah mengontrol pembagian air hujan yang turun
ke bumi menjadi run off ataupun infiltrasi. Kelembaban tanah sangat penting untuk studi
potensi air dan studi neraca air.
Sumber: DJAENUDIN et al. (2000)
Curah Hujan 1750
– 3000 mm
1 bulan kering;
lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Sumatera Utara
bagian timur, Aceh bagian timur, Bagian utara dan selatan Kepala Burung
Papua, Pantai utara Papua dan sebagian di selatan Papua
Water Deficit
sekitar 200 mm per tahun;
Sangat Sesuai
untuk Kelapa Sawit
Curah Hujan 1750
– 3000 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Hampir seluruh
wilayah Riau, Jambi bagian timur,Sumatera Selatan, Pulau Aru, sebagian kecil
di selatan Papua.
Water Deficit
rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di
musim kemarau.
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam per hari
Aceh
bagian Barat, Sumatera Utara bagian Barat, Pulau Nias, Sumatera
Barat bagian utara.
Water Deficit
rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di
musim kemarau.
Curah Hujan 2500- 3000 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Kalimantan Barat
dan Papua bagian Barat
Water Deficit
kurang dari 200 mm per tahun; Sesuai untuk Kelapa Sawit
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Sumatera Barat
bagian selatan dan bagian utara Bengkulu
Water Deficit
rendah namun radiasi matahari sangat kuat, sehingga produksi dapat turun di
musim kemarau.
Curah Hujan 1450
– 1750 mm
1 –
2 bulan kering; lama penyinaran matahari 5 – 5,5 jam
per hari
Sebagian kecil
di utara Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah (kecuali Palu dan sekitarnya) dan
bagian utara Maluku
Water Deficit
200 – 300 mm radiasi matahari lemah, sehingga produksi rendah.
Curah Hujan 1450
– 1750 mm
1 –
3 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Sumatera Selatan
bagian selatan, Bangka Belitung,Lampung bagian timur, sebagian kecil
Kalimantan Tengah, Hampir seluruh Sulawesi Selatan dan perbatasan Papua
dengan Papua Nugini bagian selatan
Water Deficit
300 – 400 mm, kontribusinya menyebabkan produksi sawit rendah.
Curah Hujan 1750–3000 mm
3 –
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari
Lampung bagian
barat dan sebagian kecil Jawa Barat
Water Deficit
200 – 300 mm, sehingga produksi rendah selama musim kemarau
Curah Hujan 1250
– 1450mm
3 –
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 5,5 – 6 jam per hari
Palu dan
sekitarnya, hampir seluruh Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah dan Maluku
Selatan
Water Deficit
300 – 400mm, menyebabkan produksi sawit rendah.
Curah Hujan 1250
– 1450mm
>
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Bagian timur
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, bagian selatan Sulawesi Selatan
dan bagian selatan Sulawesi Tenggara.
Tidak Sesuai
untuk Kelapa Sawit
>
4 bulan kering; lama penyinaran matahari 6 jam per hari
Sebagian Nusa
Tenggara Barat dan seluruh Nusa Tenggara Timur
Sangat tidak
direkomendasikan untuk Kelapa Sawit.
Ketersediaan Oksigen di wakili oleh parameter drainase tanah, Drainase
tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang
menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan
pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman,
terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase
tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan
karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7
sering jenuh air dan kekurangan oksigen.
Karakterisitik lahan
dari variabel Ketersediaan Oksigen (oa) yang digunakan dalam penilaian kelas
kesesuaian lahan, ditentukan dari kondisi Drainase, yaitu:
Sumber : Balai Penelitian Tanah
dan World Agroforestry Centre
Keadaan penampang tanah pada tanah-tanah yang berdrainase baik,
agak baik, agak terhambat dan sangat terhambat
5. MEDIA
PERAKARAN
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm)
yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti
disajikan pada Tabel berikut, atau berdasarkan data hasil analisis di
laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar
dibawah ini
Sangat kasar sekali, tidak
membentuk gulungan, serta tidak melekat
Sangat kasar, membentuk bola
yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
Agak kasar, membentuk bola
yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.
Rasa tidak kasar dan tidak
licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat, dan melekat.
Licin membentuk bola teguh,
dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat serta serta agak melekat.
Rasa licin sekali, membentuk
bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak
melekat.
Rasa agak kasar, membentuk
bola teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur serta agak melekat.
Rasa kasar agak jelas,
membentuk bola teguh (lembab) membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta
melekat.
Rasa licin jelas, membentuk
bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.
Rasa licin agak kasar,
membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta
melekat.
Rasa agak licin, membentuk
bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung serta melekat .
Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering
sangat keras, basah sangat melekat.
b. Bahan
kasar
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi atas
kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi, jika
bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, makan bagian tersebut
yang dipakai sebagai batas kedalaman tanah, sebaliknya, jika bagian yang telah
mengalami pelapukansangat dalam, maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut
tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi.
Pada umumnya pembatasan tanah dalam bidang pertanian
dibatasi kedalam sekitar 2,0 m, kedalaman ini sangat berbeda dengan kedalaman
tanah dibidang ketehnikan yang dapat mencapai puluhan meter (Islamo dan Utomo,
1995) Kedalaman tanah berhubungan dengan ketebalan lapisan atas dan lapisan
bawah sampai lapisan batuan induk, tanah dangkal merupakan masalah terbesar
dalam managemen lahan dan perkembangannya. Tanah dengan kedalaman dangkal akan
membatasi ketersediaan air dan pertumbuhan akar, demikian juga pada areal yang
datar dengan permeabilitas rendah akan mungkin tergenang secara musiman (Baja,
2002)
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Gambut
diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari
tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan
tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut
dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila
diremas kandungan seratnya < 15%.
Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk,
sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas
bahan seratnya 15 – 75%.
Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan
asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya
masih tersisa.
gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan
mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur
biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau
laut.
mesotrofik
adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa
sedang
gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin
mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari
pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik (Radjagukguk 1997)
Karakterisitik lahan
dari variabel Kondisi Gambut ditentukan dari 3 (tiga) karakteristik berikut,
yaitu:
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari sisa-sisa
vegetasi hutan rawa air payau (mangrove) atau hutan rawa air tawar. Faktor
penting yang berpengaruh terhadap pembentukan gambut adalah iklim, topografi
dan sifat kimia dari air tanah. Oleh sebab itu, sebagian besar gambut yang ada
terbentuk di daerah subtropiks yakni jika:
Tanaman dapat tumbuh dan mengalami akumulasi pada kondisi tergenang, penyediaan hara untuk tanaman dimungkinkan karena air tergenang masih kaya unsur mineral, maka akan terbentuk gambut bansin atau fen peat;
Penyebaran curah hujan tahunan melebihi evaporasi tanah maka akan terbentuk kubah gambut. Gambut di kawasan tropik bahan penyusunnya berasal dari tumbuhan berkayu yang mempunyai waktu regenerasi sangat panjang. (Noor, 2001).
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
b. Gambut
dengan Sisipan/Pengkayaan Bahan Mineral:
Adalah Penilaian terhadap lahan
termasuk tanah gambut tetapi dengan sisipan /pengkayaan bahan mineral dengan
ketebalan yang ditetapkan sesuai table berikut
Sumber
: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
c. Tingkat
Kematangan Gambut
Adalah Penilaian terhadap tanah dengan tingkat
kematangan gambut dengan tingkat criteria sebagai berikut table di bawah ini
Sumber
: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Retensi hara merupakan kemampuan untuk
memegang dan melepaskan hara, dalam retensi hara ini dipengaruhi oleh, Kapasitas tukar kation (KTK) dan Reaksi
Tanah. Karakterisitik
lahan dari variabel Retensi Hara (nr) ditentukan dari 4 (empat) karakteristik
berikut, yaitu:
Nilai kejenuhan
basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation (KTK) yang
ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium, magnesium, dan
natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah.
Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB.
Laju pelepasan kation terjerab bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan
basa tanah. Kejenuhan basa tanah berkisar 50%-80% tergolong mempunyai kesuburan
sedang dan dikatakan tidak subur jika kurang dari 50% (Tan, 1991).
Keasaman atau kealkalian tanah (pH tanah)
adalah suatu parameter penunjuk keaktifan ion H+ dalam suatu larutan , yang
berkesetimbangan dengan H- tidak terdesosiasi dari senyawa-senyawa dapat larut
dan tidak larut yang ada didalam sistem. Jadi intensitas keasaman dari suatu
sistem dinyatakan dengan ph dan kapasitas keasaman dinyatakan dengan takaran H+
terdesosiasi ditambah H- tidak terdesosiasi dalam sistem. Sistem tanah yang
dirajai oleh ion-ion H+ akan bersuasana asam.
Penyebaba keasaman tanah adalah ion H+
dan Al3+ yang berada dalam larutan tanah dan kompleks jerapan. Kedua kation ini
mempengaruhi keasaman tanah dengan cara berbeda. Perbedaan itu berkaitan dengan
sumber dan watak muatan yang menjerap kation-kation itu.(Buckman dan
Brady,1972)
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Sumber
data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
·
Sama dengan 0,4%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan
S2.
Karakterisitik lahan
dari variabel Toksisitas (xc) ditentukan dari karakteristik: Salinitas (dS/m),
yaitu apabila salinitas:
Kurang dari 4 (dS/m)
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
Antara 4 dS/m s/d 6
dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
Antara 6 dS/m s/d 8
dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
Lebih dari 8 dS/m,
maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.
Karakterisitik lahan dari variabel
Sodisitas (xn) ditentukan dari karakteristik: Prosentase Alkalinitas atau
Prosentase ESP, yaitu apabila prosentase alkalinitas
Kurang dari 15%, maka
termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
Antara 15% s/d 20%,
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
Antara 20% s/d 25%,
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
Lebih dari 25%, maka
termasuk kelas kesesuaian lahan N.
Karakterisitik lahan dari variabel
Bahaya Sulfidik (xs) ditentukan dari karakteristik: Kedalaman Sulfidik (cm),
yaitu:
Lebih dari 100 cm, maka termasuk kelas
kesesuaian lahan S1;
Antara 75 cm s/d 100 cm, maka termasuk
kelas kesesuaian lahan S2;
Antara 40 cm s/d 75 cm, maka termasuk
kelas kesesuaian lahan S3; dan
Kurang dari 40 cm, maka termasuk kelas
kesesuaian lahan N.
Tingkat
bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara
memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill
erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi
tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan
memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan
tanah yang tidak tererosi
Secara umum kelerengan lahan dihitung berdasarkan % tase
dan relief muka bumi seperti pada table berikut :
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Karakterisitik lahan
dari variabel Kelerengan ditentukan dari karakteristik lereng relief muka bumi
berdasarkan kelas lahan untuk kelayakan kesesuaian lahan
Sumber data, PPM (
Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
Karakterisitik lahan dari variabel Kelerengan
ditentukan dari karakteristik bahaya erosi pengikisan permukaan tanah.
Sumber data, PPM (
Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman
banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui
wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol
Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya
banjir)
Letak dan Tinggi Tempat (m)