Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Masa Panen dan Penanganan Panen Kelapa Sawit

Masa Panen dan Penanganan Panen Kelapa Sawit

Produktivitas ; produktivitas tanaman kelapa sawit varietas Tenera (128 pokok/hektar) secara umum pada lahan klas S1, S2 dan S3 dalam siklus umur 3 – 25 tahun, untuk lahan klas S1 rata-rata produksi 24 ton/ha/tahun, jumlah tandan 11/pokok/tahun, rata-rata berat tandan 21 kg; lahan klas S2 rata-rata produksi 22 ton/ha/tahun, jumlah tandan 10/pokok/tahun, rata-rata berat tandan 20 kg; lahan klas S3 rata-rata produksi 20 ton/ha/tahun, jumlah tandan 10/pokok/tahun, rata-rata berat tandan 19 kg;

Pematangan Buah ; proses pematangan buah terjadi pembentukan komponen buah, setelah terjadi kejenuhan setiap unsur komponen, fase pematangan buah di

Olahan Limbah Sawit Menambah Pendapatan



Advertisements

Pohon kelapa sawit pada dasarnya ada 4 kelompok /bagian yang dapat dimanfaatkan yaitu daging buah, biji sawit tandan kosong dan batang pohon. Dari keempat kelompok tersebut hanya bagian daging buah dan biji sawit yang menghasilkan minyak. Daging buah menghasilkan minyak sawit, sedangkan biji sawit menghasilkan minyak inti. Sedangkan bagian bagian lain seperti sabut, endapan lumpur, cangkang, bungkil, tandan kosong maupun maupun batang pohon, sering dianggapnya sebagai limbah kelapa sawit. Limbah tersebut ternyata kalau diolah akan menghasilkan uang yang dapat menambah penghasilan ataupun dapat menekan biaya usaha tani.

Berdasarkan hasil penelitian, Limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, seperti berikut ini.

1. Sabut 

Sabut dapat digunakan untuk pulp kertas bubur untuk pembuatan kertas , energi /tenaga maupun papan partikel 

2. Sludge atau Endapan Lumpur 

Sludge yang dihasilkan dari pabrik biasanya berupa lumpur. Endapan lumpur tersebut dapat digunakan untuk makanan ternak, sabun maupun pupuk 

3. Cangkang

Cangkang atau yang sering disebut tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi. Selain itu dapat digunakan untuk bahan pengisi , maupun papan partikel . 

4. Bungkil

Bungkil dapat digunakan untuk makanan ternak maupun pebuatan pupuk organik.

5. Tandan kosong

Tandan kosong dapat digunakan untuk : 

a) Pulp Kertas, kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat; 

b) Pupuk, pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah Pemanfaatan Limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi; 

c) Kompos, pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Hasil kompos yang dihasilkan mudah diserap oleh tanaman. Disamping itu tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 1.00 ppm Mn, 400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCl; 2,2 ton kiersit; dan 0,7 ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9; 

d) Serat, tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri; 

e) Batang pohon dan pelepah, batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap; 

f) Batang pohon, batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3.

Incoming search terms:

Pemeliharaan Penutup Tanah Pada Tanaman Kelapa Sawit



Advertisements

Tanaman penutup tanah pada kebun kelapa sawit pada kelapa sawit yang belum menghasilkan berfungsi menahan air yang masuk ke dalam tanah lebih lama, sehingga kelembaban tanah terjaga dengan baik. Tanaman penutup tanah yang dapat ditanam di lokasi perkebunan kelapa sawit adalah jenis tanaman kacang-kacangan, diantaranya Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan Calopogonium mucunoides. 

Biasanya penanaman tanaman kacangan ini dilakukan tercampur (tidak hanya satu jenis). Setiap hektar lahandapat ditanami tanaman penutup tanah sebanyak 4 kg Peuraria javanica, 8 kg Centrosema pubessent dan 8 kg Collopogonium muconoides. 

Penanamannya dilakukan dengan cara membuat larikan sebanyak 5 – 7 setiap gawangan, kemudian biji ditaburkan dalam larikan dan ditutup. Sebelum ditanam, biji kacang-kacangan dicampur dulu dengan pupuk Agrophos dengan perbandingan 1 : 1. Penanaman tanaman kacang-kacangan ini sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.Rotasi/pergiliran pemeliharaan penutup tanah dilakukan 2 – 3 minggu. 

Penanaman tanaman kacang-kacangan untuk penutup tanah pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi dan mempertahankan kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma. Pengendalian gulma pada tanaman penutup tanah kacangan ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi areal kebun sawit agar tetap murni kacangan dengan cara menyingkirkan semua jenis gulma yang tumbuh di areal kacangan tersebut. 

Teknik Pengendalian Gulma; Teknik pengendalian gulma pada areal kacangan yang ada di perkebunan sawit dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Mencabut atau membersihkan semua gulma yang tumbuh di antara tanaman penutup tanah kacangan dengan rotasi yang teratur dengan memakai garuk.

2. Membersihkan semua gulma yang tumbuh di piringan pohon secara teratur dengan alat garuk sehingga piringan pohon selalu bersih dan tidak mengganggu perakaran tanaman pokok.

3. Membalik dengan tangan atau memotong sulur akcangan yang amsuk ke piringan atau yang membelit daun dan pohon kelapa sawit.

4. Mendongkel gulma berkayu yang tumbuh pada areal penutup tanah kacangan. 

Tingkat Penyiangan Gulma; Berbagai tingkat penyiangan gulma yang dikenal adalah sebagai berikut :

1. Po : Penyiangan yang dilakukan dengan menyingkirkan semua gulma dari permukaan tanah, sehingga tanah benar-benar bersih dari tanaman selain tanaman pokok. 

2. P1 : Penyiangan dilaksanakan dengan mencabut semua gulma yang tumbuh di antara penutup tanah kacangan sehingga akan diperoleh areal penutup tanah kacangan 100 %. Dilaksanakan pada umur tanaman 0 – 6 bulan dengan rotasi 2 minggu.

3. P2 : Penyiangan yang dilaksanakan dengan mencabut gulma yang tumbuh di antara penutup tanah kacangan sampai keadaan penutup tanahnya terdiri campuran kacangan ± 85 % dan rumput lunak ± 15 %. Dilaksanakan pada umur tanaman 7 – 12 bulan dengan rotasi 3 minggu.

4. P3 : Penyiangan yang dilakukan dengn mencabut gulma yang tumbuh di antara penutup tanah/kacangan dan menyingkirkan rumput-rumputan lunak lainnya yang tumbuh menggerombol di antara penutup tanah, sampai keadaan penutup tanah terdiri dari tanaman kacangan ± 70 % dan rumput lunak ± 30 %. Dilaksanakan pada umur tanaman 7-12 bulan apabila P2 tidak dapat dilaksanakan dengan rotasi 3 minggu. 

5. P4 : Penyiangan dengan mencangkul atau mendongkel gulma perdu (Mikania, Euphatorium, Mimosa dll) yang tumbuh diantara tanaman kacang-kacangan penutup tanah yang telah yang telah bercampur dengan rumput lunak. Dilaksanakan pada umur tanaman 13 – 30 bulan dengan rotasi 4 minggu.

6. P5 : Penyiangan yang dilaksanakan dengan membabat sampai batas tinggi yang dikehendaki (± 30 cm) di atas permukaan tanah segala jenis gulma kecuali alang-alang yang perlakuannya tetap di-wiping serta mendongkel sampai ke akar-akarnya, tumbuhan liar perdu yang berkayu keras. Dalam kondisi ini terlihat bahwa penutup tanah kacangan yang tinggal sedikit sekali bercampur dengan rumput lunak

Wiping alang-alang dilakukan secara rutin agar areal tanaman selalu dalam kondisi bebas alang-alang. Wiping alang-alang menggunakan herbisida glyphosat dengan konsentrasi 0,5 %. Areal bebas alang-alang dosis pemakaian herbisida 6 – 10 cc/ha/rotasi 

Untuk melaksanakan wiping alang-alang bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Larutkan herbisida yang digunakan glyphosat konsentrasi 0,5 %.

2. Kain lap dicelupkan ke larutan, diperas sedikit sebelum diangkat dari ember agar tidak terlalu banyak larutan yang menetes terbuang ke tanah.

3. Kain lap diperas sedikit pada pangkal batang alang-alang tersebut. Selanjutnya kain lap ditarik ke atas untuk membasahi daun alang-alang.

4. Untuk menandai alang-alang yang sudah diwiping, ujung daun alang-alang dipotong sedikit.

5. Rotasi wiping alang-alang pada suatu areal harus terjamin ketepatan waktunya.

6. Pengawasan yang teliti menjadi faktor penting untuk keberhasilan pengendalian alang-alang

Incoming search terms:

Alasan Perlunya Pertanian Terpadu | Petani Hebat



Advertisements

Sekitar 200 tahun yang lalu, Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya hingga saat ini. Dalam teorinya, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang. Malthus melukiskan sebuah kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur atau tingkat geometrik setiap 30 – 40 tahun. Sementara itu karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik (Todaro dan Smith, 2004).

Sebagai gambaran yang bisa mendukung teori Malthus adalah bahwa populasi penduduk dunia pada tahun 1950 hanya 2,5 milyar dan meningkat menjadi 5,3 milyar pada 1990 dan pada 2030 akan menjadi 8,9 milyar. Maka benarlah jika pertumbuhan populasi penduduk mengikuti deret ukur sebagaimana disampaikan oleh teori Malthus. Besarnya pertumbuhan penduduk selanjutnya akan meningkatan permintaan akan pangan. The World Food Summit-FAO di Roma pada 1997 memprediksi bahwa produksi pangan dan pakan di negara berkembang harus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.


Peningkatan tersebut untuk memenuhi tuntutan populasi manusia yang diperkirakan meningkat dua kali lipat dan aspirasi mereka untuk standart hidup yang lebih tinggi. Menurut laporan PBB tahun 2005, permintaan pangan meningkat 70 – 85 % dalam 50 tahun kedepan dan air bersih meningkat antara 30 – 85 %. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan pangan sehingga terdapat satu disparitas yang tumbuh antara peningkatan populasi dunia dengan kapasitas produksi pangan dunia yang lajunya lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk. Disparitas tersebut ditunjukkan oleh penyediaan pangan perkapita terus menurun di dunia.

Dunia telah berusaha dalam meningkatkan produksi pangan agar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Revolusi hijau telah berhasil mencukupi pangan pada era 60 – 80 an melalui penggunaan mesin, pupuk, pestisida dan bibit unggul. Banyak negara yang menikmati hasil dari revolusi hijau termasuk Indonesia yang berhasil mencapai swasembada beras pada 1984 melalui program Bimas. Namun saat ini, revolusi hijau telah terbukti menimbulkan beragam masalah. Tanah menjadi berkurang kesuburannya akibat penggunaan pupuk yang berlebihan. Indikator rusaknya tanah akibat pengunnaan pupuk kimia yang berlebihan adalah tanah pertanian yang teksturnya semakin keras. Selain itu, kenaikan produksi dapat terjadi jika dibarengi dengan peningkatan penggunaan pupuk. Efek negatif lainnya adalah degradasi lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Banyak produk pertanian yang terkontaminasi oleh pestisida dan berakibat buruk pada kesehatan terutama penyebab penyakit degeneratif. Penggunaan pestisida yang berlebihan juga menimbulkan banyak hama yang resisten apalagi didukung oleh penanaman yang sejenis (monokultur).

Yang paling penting untuk ditindaklanjuti adalah berkurangnya nilai yang diterima petani akibat besarnya biaya input dalam pertanian. Revolusi hijau menuntut input dengan biaya yang besar seperti benih, pupuk, pestisida, energi, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja. Besarnya biaya input menyebabkan hasil yang diperoleh petani semakin kecil, terutama petani rakyat yang mempunyai lahan kecil dan menggantungkan modalnya kepada rentenir. Apalagi nilai hasil pertanian saat ini secara nominal lebih tinggi namun secara riil semakin berkurang.

Data Bank Dunia dalam “2001 World Development Indicators” memperlihatkan bahwa secara agregat indeks harga pertanian pada 1960 nilainya 208, dan pada 2000 menjadi 87 sehingga nilai riil pertanian berkurang 2,39 kali. Secara lebih rinci, dengan menggunakan nilai dolar pada 1990 maka harga riil pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1960, beberapa komoditas pertanian penting semuanya menjadi lebih murah. Harga beras tahun 2000 lebih murah 2,58 dari tahun 1960. Begitu juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi arabika, teh, kelapa sawit, beras, jagung, dan gula. Maka wajar jika banyak petani mengeluhkan nilai komoditas pertanian yang semakin murah dan tidak ada harganya dibandingkan dengan komoditas non pertanian. Jika pada tahun 1980 petani dengan lahan 1 ha saja sudah bisa menjadi saudagar maka saat ini petani dengan lahan 1 ha hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan catatan tidak ada gagal panen. Ketidakadilan yang dialami petani rakyat dalam skala yang lebih luas juga terjadi karena negara berkembang hanya dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan menjadi pasar dari hasil pengolahan bahan baku yang dilakukan oleh negara berkembang. Petani menjual produk dengan harga murah dan terus murah dan membeli hasil olahan yang mahal dan terus mahal.

Peran Peternakan dalam Sub Sektor Pertanian

Peternakan adalah salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari peternakan dapat digambarkan melalui pemanfaatan produk-produknya. Produk peternakan diasosiasikan dengan standart hidup yang tinggi dimana ketika standart hidup meningkat maka konsumsi produk ternak meningkat. Daging, telur dan susu berikut produk olahannya selalu dijadikan standart kecukupan protein. Dan konsumsi produk peternakan di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara lain khususnya negara maju atau dengan kata lain standart kehidupan di Indonesia cukup rendah.

Namun permasalahan yang cukup mengkhawatirkan dalam peternakan adalah persaingan antara pakan dan pangan. Sistem pemberian pakan dalam peternakan menggunakan sumberdaya yang sama dengan yang dimakan manusia. Serealia dan tepung kedele adalah komponen terbesar pakan ternak yang juga dikonsumsi oleh manusia. Diperkirakan hampir 50% dari supply biji-bijian dunia dikonsumsi ternak. Jika semua biji-bijian dunia dicadangkan untuk konsumsi manusia saja maka akan cukup untuk memberi makan 9 – 10 milyar penduduk dunia pada titik mana populasi dunia diharapkan akan stabil.

Oleh karena itu, pemecahan terhadap masalah memenuhi kebutuhan pangan di tahun mendatang adalah mengembangkan sistem produksi ternak yang tidak tergantung pada biji-bijian serealia.

Keuntungan lain dari alternatif sistem pakan bukan biji-bijian akan membawa kepada pengurangan kontaminasi lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan keragaman hayati dan produk ternak yang lebih baik mutunya. Karenanya tiap intervensi yang melibatkan ternak harus didasarkan pada peran sinergis mereka dalam manfaat sistem pertanian keseluruhan ketimbang sebagai penghasil daging, susu atau telur yang menggunakan pakan bersaing dengan kebutuhan manusia. Sistem peternakan yang menggunakan pakan sama dengan pangan hanya akan mengakumulasi masalah dimasa mendatang, apalagi sekarang pangan tidak hanya digunakan sebagai pakan tetapi juga energi. Tentu diperlukan terobosan dalam bidang peternakan untuk menjaga keberlanjutan sistem pertanian secara keseluruhan.

Pernyataan Ahli tentang Pertanian Terpadu dan Keberlanjutan

Berikut ini adalah pernyataan para ahli mengenai pertanian terpadu dan keberlanjutan yang sangat relevan untuk dikembangkan lebih lanjut. Prof Chan menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk berharap pembangunan berkelanjutan bila tetap menghambur-hamburkan sumber daya alam. Hari dimana orang menyadari bahwa limbah sekali waktu adalah makanan dan ilmu dan teknologi bergandengan dengan akal budi manusia merubah limbah menjadi sumber daya, baru kita bicara mengenai keberlanjutan. Selain itu, Preston dan Murgueitio (1994) juga menyatakan bahwa penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam terbarukan akan difasilitasi ketika pakan ditanam, hewan diberi pakan dan kotoran didaur ulang pada lahan yang dapat mengurangi penggunaan input impor termasuk energi.

Definisi Sistem Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.

Cakupan pertanian sendiri sangat luas, namun sesunguhnya pertanian merupakan interaksi dalam suatu ekosistem yang membentuk pertanian secara keseluruhan. Contohnya adalah suatu kawasan yang ditanami jagung. Apa yang terjadi bila di kawasan tersebut tidak tersedia ternak ruminansia? Hubungan timbal balik akan terjadi bila ada ternak di kawasan tersebut. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Ekspedisi Sungai Citarum yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan bagaimana limbah peternakan di daerah Lembang mencemari sungai dari hulu hingga hilir padahal banyak orang yang bergantung pada keberlangsungan sungai Citarum.

Bagaimana Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu

Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Model Sistem Pertanian Terpadu di Pedesaan

Sistem pertanian terpadu konvensional Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani kita pada masa lalu,namun sekarang sudah banyak ditinggalkan.
Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme).
Sistem pertanian terpadu sekaligus manajemen limbah terpadu (IF-IWM)
Sistem Pertanian Organik

Sistem Pertanian Terpadu Konvensional.

Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani di masa lalu, namun saat ini sudah banyak ditinggalkan. Tumpang sari antara peternakan ayam dan balong ikan dimana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan dimana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum mencerminkan siklus yang berkelanjutan.

Model pertanian terpadu konvensional

1). Tumpang sari antara petemakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagal pakan lkan

2). Tumpang sari antara tanaman palawija dan petemakan, di mana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan temak kambing atau sapi dan kotoran temak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan.

3). Cina tradisional, kandang hewan dibangun di atas kolam sehingga limbah hewan jatuh langsung ke dalam air memberi bahan bakar kepada ekosistem kolam. Atau di Jawa Barat MCK dibangun di atas kolam ikan. Diperoleh ikan dan air kolam dengan ekstra unsur hara untuk mengairi tanaman. Sisa-sisa tanaman dibuang balik kedalam kolam untuk menciptakan satu “sistem tertutup”

4). Sistem kuno yang menggunakan limbah manusia dan hewan (night soil) untuk menyuburkan kolam ikan direintroduksi dengan simpul baru: satu bioreaktor yang memungkinkan bakteri anaerobik memroses limbah lebih cepat dan lebih aman menjadi sumberdaya pertanian yang bermanfaat.

Sistem Terpadu dengan Teknologi EM (effective micro-organisme).

Sistem Pertanian Terpadu Modern.

Sistem pertanian terpadu modern memadukan pertanian dan peternakan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada dalam sistem. Petani bisa menanam padi, jagung, palawija dan hasil pertanian lainnya. Selain itu petani juga beternak sapi, kambing, ayam atau hewan ternak lainnya. Hasil yang bisa diperoleh petani dari pertanian adalah hasil utama seperti beras, jagung, kedele, dll. Dari hasil utama ini maka petani bisa menjualnya atau dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil sampingnya adalah limbah pertanian yang berupa jerami padi, dedak, bekatul, jerami jagung. Limbah pertanian tersebut bisa digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki nutrisi yang tinggi dan tahan lama. Caranya adalah mencampur limbah pertanian dengan mikroorganisme dekomposisi dan ditambah urea plus tetes. Hasilnya adalah pakan ternak yang bergizi dan mampu tahan hingga 1 tahun lamanya. Bayangkan jika seluruh limbah pertanian diolah dan digunakan sebagai pakan ternak. Tentu para petani tidak akan kekurangan pakan ternak yang pada musim kemarau sulit di dapat. Selain itu akan menurunkan biaya produksi karena rendahnya biaya pakan. Bekatul, dedak, limbah kacang, limbah kedele, ampas tahu dan ampas tempe bisa digunakan sebagai pakan konsentrat untuk meningkatkan pertumbuhan ternak.

Hasil utama yang didapat petani dari peternakan adalah daging, susu, telur dan bibit (anakan). Hasil utama tersebut sudah biasa dalam sistem peternakan karena memang hasil tersebutlan yang ingin didapatkan. Hasil samping dari peternakan adalah berupa kotoran dan dari kotoran ternaklah terutama ternak ruminansia banyak manfaat yang bisa diperoleh. Manfaat tersebut Pertama adalah kompos. Kompos diperoleh dari kotoran ternak yang difermentasi dan dicampur dengan dedak selama 3-5 hari. Kompos digunakan sebagai pupuk untuk tanaman yang bisa memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan kemampuan kemampuan menahan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah, meningkatkan pH tanah, dll. Bila satu hari saja kotoran yang didapat dari satu ekor sapi sebanyak 25 kg, bisa dibayangkan berapa banyak kompos yang bisa dihasilkan. Banyaknya kompos yang dihasilkan bisa dijadikan substitusi bagi pupuk kimia yang mengurangi biaya input bagi petani. Potensi pengembangannyapun semakin besar karena nilai hasil pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan dengan pertanian biasa. Selain itu, pemasok pertanian organik masih sedikit sehingga ada peluang besar bagi yang memanfaatkannya.

Manfaat ketiga adalah bokhasi. Bokashi mirip dengan kompos, namun komponen utamanya adalah jerami padi atau limbah pertanian lainnya yang diolah menjadi pupuk. Penggunaanya pun mirip dengan kompos namun cara membuatnya sedikit lebih lama daripada kompos. Keempat adalah biogas. Biogas adalah sebuah sistem dari bakteri pembentuk gas metan secara anaerob dengan memanfaatkan bahan-bahan organik. Sumber utama bakteri pembentuk gas metan adalah hewan ruminansia. Dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai sumber bakteri gas metan maka akan didapatkan sumber energi yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan. Dari 1 ekor sapi maka energi biogas yang diperoleh setara dengan memasak 2-3 jam penuh. Bisa dibayangkan jika sapi di Indonesia yang jumlahnya 10 juta bisa digunakan sebagai sumber energi biogas? Akan banyak manfaat yang bisa diperoleh darinya. Selain menghasilkan biogas, reaktor biogas juga menghasilkan pupuk cair dan pupuk padat organik yang siap digunakan. Pupuk organik yang dihasilkan dari reaktor biogas memiliki nilai yang lebih tinggi karena manfaatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Biogas juga berperan dalam memutus siklus penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena kotoran ternak yang mengandung penyakit akan masuk ke dalam reaktor yang anaerob. Hanya bakteri penghasil gas metanlah yang mampu hidup di dalamnya dan hampir semua organisme aerob termasuk mikroorganisme penyakit akan mati. Oleh karena wajar jika biogas dapat dijadikan pemutus rantai penyakit.

Kelima adalah urine ternak dan limbah cair lainnya dari yang bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair. Limbah cair paling banyak dihasilkan dari peternakan sapi perah, namun peternakan yang lain juga menghasilkan limbah cair yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kegunaan pupuk cair banyak untuk pupuk tanaman hias yang diberikan secara semprot atau kegunaan lainnya. Manfaat terakhir adalah kotoran ternak sebagai pakan ternak. Kotoran ternak yang bisa digunakan sebagai pakan ternak adalah kotoran ayam karena kandungan protein kotoran ayam yang masih tinggi. Begitu juga kotoran kambing juga layak dijadikan pakan ternak. Cara pemanfaatannya adalah kotoran ternak diberikan mikroorganisme dekomposisi dan di simpan selama waktu tertentu yang kemudian ditepungkan untuk siap digunakan. Karena nilai proteinnya masih tinggi maka tepung kotoran ternak bisa dijadikan substitusi jagung, kedele atau sumber protein lainnya yang biasa digunakan sebagai pakan ternak. Namun pemanfaatan kotoran ternak sebagai pakan masih belum banyak dilakukan karena adanya nilai kepantasan bagi yang mengkonsumsi.

Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bagaimana sistem pertanian terpadu bekerja. Pertanian menghasilkan hasil utama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh petani. Namun hasil samping pertanian menjadi input bagi peternakan. Petani juga bisa mendapatkan hasil utama peternakan dan hasil samping peternakan menjadi input bagi pertanian. Ketersediaan input dari dalam sistem pertanian terpadu sangat memberikan manfaat bagi petani dan lingkungan. Dan alamlah yang memberikan contoh dalam menerapkan keseimbangan sistem pertanian terpadu.

Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali serta beberapa wilayah sentra pertanian di Indonesia.
Memadukan budl.daya tanaman, perkebunan,petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan.
Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan, misalnya padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan sebagainya.
Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali.
Limbah organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang cepat.
Bokhasi dapat digunakan sebagal pupuk pertanian dan pakan ternak atau ikan.
Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik.
Ide dasar pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
Model pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi darl luar sistern pertanian untuk menghasilkan produk pertanian.
Proses fermentasi dapat menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak. Sehingga masukan energi dari luar sistem pertanian dapat diperkecil atau ditiadakan sama sekali.
Demikian juga dalam bidang budi daya tanaman, limbah tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kemball sebagai pupuk melalui proses fermentasi.

Hakekat Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.

Pengertian Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.

Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah.

Penerapan Pertanian Terpadu

Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.

Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. 

Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.

Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.

Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : 

tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, 
meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, 
meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, 
mengurangi penggunaan herbisida, 
meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan 
meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. 
Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.

Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P. Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.

Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu…….Kenapa Tidak???

1). Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara

2). Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.

3). Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan

4). Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja

Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak azasi mereka.

Incoming search terms:

Produk-produk Oleokimia Kelapa Sawit | Petani Hebat



Advertisements

Bahan baku utama oleokimia pada awalnya adalah tallo dan minyak kelapa yang masing-masing merupakan sumber asam lemak C16 &C 18 dan C12 & C14. Namun peningkatan produksi tallow dan produksi minyak kelapa sangat sedikit sehingga diperkirakan tidak dapat memenuhi kebutuhan sumber bahan baku oleokimia dimasa yang akan datang. Alternatif pengganti tallow dan minyak kelapa sebagai bahan baku oleokimia adalah CPO dan PKO, karena masing-masing mengandung asam lemak C 16 & C 18 dan C 12 & C 14. 

Produk oleokimia terbagi menjadi 2 bagian, yaitu oleokimia dasar dan turunan atau produk hilirnya (downstream product). Oleokimia dasar terdiri dari asam lemak, fatty ester, fatty alcohol, fatty amin dan gliserin, sedangkan turunannya antara lain sabun,, produk pembersih, produk kosmetik dan perawatan kulit, lilin, surfaktan,pelumas, tinta cetak, agrokimia, pakan ternak dan sebagainya. 

Produk-produk Oleokimia Kelapa Sawit

Produk-produk Oleokimia.

Fatty acid (asam lemak): Asam lemak merupakan oleokimia yang paling banyak diperlukan. Secara umum, produksi asam lemak di dunia lebih besar dibandingkan konsumsinya. Asam lemak yang berasal dari Amerika dan Eropa pada umumnya disintesis dari tallow, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak rapeseed dan lain-lain.

Asam lemak dapat dibuat degan cara splitting CPO atau PKO pada suhu dan tekanan tinggi. Selanjutnya asam lemak tersebut didistilasi atau difraksionasi untuk memperoleh asam lemak dengan kemurnian tinggi. Sementara itu produk sampingnya yang berupa gliserin setelah dimurnikan akan menghasilkan gliserin yang sesuai dengan standar farmasi.

Produk-produk turunan dari asam lemak sepeti fatty ester, fatty alcohol, dan fatty amina lainnya digunakan untuk menggantikan produk-produk petrokimia.

Fatty ester: Fatty ester sebagian besar (± 80%) diubah menjadi fatty alcohol, yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi produk hilir terutama suftaktan. Disamping itu fatty ester juga digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel. Metil ester dapat dibuat dengan cara transesterifikasi CPO atau PKO dengan methanol pada suhu 60oC dan tekanan satu atmosfir. Selanjutnya dilakukan distilasi dan fraksionasi untuk memperoleh metal ester dengan kemurnian tinggi. Produk samping yang dihasilkan pada proses ini adalah gliserin yang dapat digunakan sebagai bahan baku industry farmasi dan kosmetik.

Fatty alkohol: Fatty alkohol merupakan oleokimia dasar yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku surfaktan seperti fatty alkohol sulfat (FAS), fatty alkohol etoksilat (FAE) dan fatty alokohol etoksi sulfat (FAES). Sekitar 70% fatty alcohol digunakan untuk membuat surfaktan nonionic dan anionic. Fatty alkohol dapat dibuat dari asam lemak maupun metal ester dengan cara hidrogenasi pada suhu dan tekanan tinggi menggunakan katalis kimia. Selanjutnya dilakukan distilasi untuk menghasilkan fatty alkohol dengan kemurnian tinggi.

Fatty amina: Fatty amina merupakan turunan nitrogen dan paling banyak digunakan untuk membuat senyawa ammonium quartener seperti senyawa distearyl-dimethylammonium yang digunakan sebagai pelembut pakaian dan hair conditioners. 

Gliserin: Gliserin dapat dibuat dari minyak atau lemak alami sebagai hasil samping dari asam lemak, ester atau sabun, Meskipun merupakan produk samping, gliserin umumnya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Mulai tahun 1980-2010, produksi gliserin sintetik (dari minyak bumi) mulai menurun, sementra produksi gliserin alami semakin meningkat. 

Bioemollent dari asam lemak sawit: Industri kosmetik merupakan konsumen minyak nabati dan asam lemak yang sangat potensial Salah satu bahan baku kosmetik yang banyak digunakan dalam hampir seluruh formulasi produk kosmetik adalah emollient. Fungsi emollient adalah sebagai pelembut dan pelembab kulit pada produk kosmetik yang berbentuk krim, lotion, lipstick dan sabun . Produk emollient yang dibuat dari minyak sawit disebut bioemollient, mempunyai keunggulan yang tidak dijumpai pada produk sintetis dari minyak bumi. Emollient disintesis dengan cara esterifikasi antara asam lemak dengan alkohol. 

Biodiesel sawit: Biodiesel sawit dapat dibuat dari hampir semua fraksi sawit seperti CPO, palm kernel oil )PKO), refined bleached and deodorized palm oil (RBDPO) dan olein. Pada prinsipnya biodiesel atau metal ester diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida pada minyak sawit dengan methanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Gliserol akan terpisah di bagian bawah reaktor sehingga dengan mudah dapat dipisahkan. Ester yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa kalatis dan methanol. Proses dapat dilakukan secara curah (bach) atau disambung (continuous) pada suhu 50-70o C.

Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku adalah kandungan asam lemak bebas dan harga. Untuk asam lemak yang mengandung asam lemak bebas > 1% perlu dilakukan perlakuan pendahuluan berupa penetralan atau penghilangan asam lemak (deasidifikasi). Proses ini dapat dilakukan dengan penguapan, saponifikasi atau esterifikasi asam dengan katalis padat.

Biodiesel atau metal ester dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk oleokimia yang biasanya dibuat dari asam lemak nabati. Apabila harga jual biodiesel kurang menarik, pengolahan lebih lanjut biodiesel menjadi produk-produk oleokimia merupakan salah satu alternatif pemanfaatan biodiesel. 

Sumber : Diversifikasi Produk Industri Hilir Kelapa Sawit, Makalah Seminar oleh Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Pengolahan Tanaman Jarak Pagar | Petani Hebat



Advertisements

Saat ini banyak pihak, baik perorangan, perusahaan swasta maupun Negara, Pemda dan kelompok tani telah dihinggapi demam bertanam jarak pagar, karena tanaman ini merupakan salah satu bahan bakar alternative untuk menghasilkan bahan bakar nabati (biofuel). Dengan semakin menipisnya cadangan minyak di perut bumi membuat banyak kalangan berusaha mencari energy alternative terbarukan yang dapat digunakan sebagai substitusi minyak bumi.

Sebelum tahun 2005, tanaman jarak pagar tidak mendapat perhatian khusus di Indonesia. Namun, ditengah krisis BBM yang melanda Indonesia pada tahun 2005, tanaman jarak pagar diingat kembali karena minyak lampunya. Ternyata, minyak nabati dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi dan atau energy fosil ( solar, minyak tanah, dan minyak bakar). Jarak pagar dapat menjadi sumber energy (BBM) alternative dan menjadi bahan bakar hayati. Karena dapat beregenerasi, tanaman jarak pagar pengganti minyak nabati bisa disebut dengan sumber energy terbarukan (renewable energy) atau lebih tepatnya energy hijau yang terbarukan (biofuel). Sejak mei 2005 terjadi “demam jarak” di Indonesia. Dinamai demikian karena tanaman ini lazim ditanam di Indonesai sebagai pagar pembatas tanah lading, pagar batas desa, pagar kuburan, bahkan pengganti nisan. Tanaman jarak pagar juga biasa tumbuh liar di tepi jalan. Tanaman ini sering digunakan sebagai pagar karena daunnya tidak disukai hewan ternak (sapi dan kambing) sehingga dapat melindungi tanaman yang ada di bagian dalam pagar.

Tanaman Jarak Pagar

Menurut data Automotif Diesel Oil (ADO), konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri dan diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 10-15 tahun depan. Untuk menjawab kelangkaan dan keterbatasan energy fosil tersebut, beberapa gerakan telah dicanangkan oleh Presiden RI antara lain program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan dengan salah satu fokusnya adalah pengembangan Research and Development (R&D) melalui pemanfaatan biodiesel berbahan baku hasil tanaman di jatiluhur Jawa Barat dan melaksanakan menghematan energy di segala lapisan masyarakat. 

Dalam rangka menjamin pasokan energy dalam negeri, telah diterbitkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan biofuel pada tahun 2025 minimal 5% dari kebutuhan energy nasional. Untuk menyiapkan penyediaan biofuel ini, telah dikeluarkan instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) kepada 13 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan di instruksikan untuk melakukan percepatan penyedian bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. 

Oleh karena itu, pengembangan tanaman penghasilan minyak nabatisebagai bahan baku bahan bakar nabati harus segera diupayakan. Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati cukup tersedia, seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak pagar dan lain-lain. Namun mengingat minyak kelapa sawit dan kelapa merupakan minyak makan (edible oil), maka jarak pagar mempunyaio peluang yang sangat besar terutama pada lahan-lahan marginal. Kebijakan Pemerintah Menurut data Automotif Diesel Oil (ADO), konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri dan diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 10-15 tahun depan. Untuk menjawab kelangkaan dan keterbatasan energy fosil tersebut, beberapa gerakan telah dicanangkan oleh Presiden RI antara lain program revitalisasi pertanian,perikanan dan kehutanan dengan salah satu fokusnya adalah pengembangan

Research and Development (R&D) melalui pemanfaatan biodiesel berbahan baku hasil tanaman di jatiluhur Jawa Barat dan melaksanakan menghematan energy di segala lapisan masyarakat. Dalam rangka menjamin pasokan energy dalam negeri, telah diterbitkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan biofuel pada tahun 2025 minimal 5% dari kebutuhan energy nasional. Untuk menyiapkan penyediaan biofuel ini, telah dikeluarkan instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) kepada 13 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan di instruksikan untuk melakukan percepatan penyedian bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. 

Oleh karena itu, pengembangan tanaman penghasilan minyak nabati sebagai bahan baku bahan bakar nabati harus segera diupayakan. Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati cukup tersedia, seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak pagar dan lain-lain. Namun mengingat minyak kelapa sawit dan kelapa merupakan minyak makan (edible oil), maka jarak pagar mempunyaio peluang yang sangat besar terutama pada lahan-lahan marginal. ( Penulis: Nanik Anggoro P, SP / Penyuluh Pertanian Pertama BBP2TP

Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman penghasil minyak lampu. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai sumber potensial bahan bakar nabati mempunyai beberapa keunggulan yaitu: 

Relative mudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas kebun, ditanam secara monokultur atau campuran, cocok di daerah beriklim kering, sebagai tanaman konservasi lahan, dapat tumbuh di lahan marginal dan juga dapat ditanam di lahan pekarangan, 
Pemanfaatan biji atau minyak jarak pagar tidak berkompetisi dengan penggunaan lain seperti CPO dengan minyak makan atau industry oleokimia, sehingga harganya diharapkan relative stabil, 
Proses pengolahan minyak jarak pagar untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah dan untuk pembakaran tungku sangat sederhana, sehingga dapat dimanfaatkan sampai daerah terpencil. Disamping itu pengolahan untuk bahan bakar pengganti minyak solar juga tidak memerlukan teknologi tinggi, sehingga biaya investasinya relative murah. Dengan demikian peluang untuk pengembangan jarak pagar masih terbuka luas. Untuk keberhasilan pengembangan jarak pagar masih terbuka luas. 

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsure haranya terbatas atau lahan-lahan marginal. Namun demikian lahan dengan air yang tidak tergenang merupakan tempat yang optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap tanah-tanah masam, terbaik pada pH 5,5-6,5. Curah hujan tidak kurang dari 600 mm/tahun. Bahan tanaman jarak pagar bisa berasal dari biji ataupun setek

Tanaman Jarak Pagar

Manfaat Jarak Pagar secara Ekologi

Pada dasarnya jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai biofuel dan tanaman obat. Jarak pagar bisa ditanam di lahan marginal atau di lahan kritis. Cocok juga untuk program reboisasi atau penghijauan. Lahan marginal dan kritis, biasanya kekurangan air. Sementara jarak pagar tahan terhadap stres air sehingga cocok ditanam di daerah yang kurang air. Pada musim kemarau tanaman jarak pagar akan menggugurkan daunnya, tetapi akarnya tetap mampu menahan air dan tanah. Karena itu, jarak pagar bisa disebut tanaman pioneer, tanaman penahan erosi, dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin. Akar lateralnya yang menyebar di permukaan tanah, jika ditanam bersama tanaman akar wangi atau serai wangi akan mampu melindungi tanggul kecil dari kerusakan erosi akibat aliran air permukaan. Upaya penghijauan dengan jarak pagar sangat bermanfaat untuk menyerap polusi udara. Kemampuan jarak pagar menyerap gas kanbondioksida dari atmosfer cukup tinggi, sebesar 1,8 kg/kg bagian kering tanaman.

Tingkat Kemasakan Buah Jarak 

Buah muda ditandai dengan kulit buah berwarna hijau muda, biji berwarna putih, daging biji belum terbentuk masih berupa air yang keruh, biji ini belum mengandung minyak. Buah setengah tua ditandai dengan kulit buah yang berwarna hijau, kulit biji berwarna coklat muda keputih-putihan, daging biji telah terbentuk namun masih lunak, biji juga belum mengandung minyak. Buah tua, ditandai dengan kulit buah berwarna hijau tua, biji berwarna hitam dank eras, biji telah mengandung minya walaupun masih rendah. Buah masak kulit buah berwarna kuning sampai hitam, biji telah berwarna hitam mengkilat dank eras, kandungan minyak paling tinggi. Buah lewat masak, buah telah kering atau jatuh, tergantung pada kondisi lingkungan, jika kondisi kering maka buah dapat tergantung di pohon selama 2-3 bulan ditandai dengan kulit buah telah mongering dengan warna coklat kehitaman. Sedang jika kondisi basah, buah akan jatuh dan berkecambah, kondisi demikian kandungan minyak sangat rendah.

Kandungan Minyak jarak Pagar

Buah berwarna kuning mempunyai kandungan minyak sebesar 30,32%. Buah berwarna hitam memiliki kandungan minyak sebesar 31,47%. Tiga tingkat buah tua dengan kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam memiliki kandungan minyak sebesar 20,70%.

Pemanenan Buah dan Pengolahan

Tanaman jarak pagar sudah dapat dipanen mulai berumur 4-5 bulan setelah tanam dan dapat dipanen terus menerus sampai umur 50 tahun. Jika ditanam pada kondisi optimal jarak pagar dapat dipanen 3 sampai 4 kali dalam setahun. Kriteria buah yang dapat dipanen sangat tergantung pada jenis pemanfaatannya. Untuk pemanfaatan sebagai benih, buah jarak pagar yang dipanen harus sudah matang dengan kulit buah berwarna kuning. Untuk pemanfaatan sebagai sumber energy dalam menghasilkan JCO buah dapat dipanen sekaligus pada berbagai tingkat kemasan buah. Namun demikian, buah jarak pagar yang memiliki kandungan minyak tertinggi adalah yang berwarna hitam baik kulit maupun bijinya.

Tahapan pemanenan terdiri dari pemetikan buah/kapsul yang sudah matang dari pohon, pengumpulan kapsul dari areal pertanaman ke tempat prosesing, sortasi kapsul jarak pagar sesuai dengan jenis pemanfaatannya, seperti untuk sumber benih maupun untuk produksi JCO. Biji yang telah dipanen dikeringanginkan kemudian dikupas secara manual guna memisahkan bijidari kulitnya. Biji yang telah dikupas langsung dipecah untuk memisahkan tempurung biji dengan daging biji, kemudian dikeringkan dan dipres menggunakan mesin pengepres untuk mendapatkan minyak. Minyak yang masih kotor dimurnikan. Untuk menghasilkan biodiesel, minyak yang telah dimurnikan dicampur dengan methanol atau etanol guna mengurangi viskositas (kekentalan) dan meningkatkan daya pembakaran. 

Biji jarak yang telah dipanen harus segera diolah, karena penyimpanan akan menurunkan rendemen. Pengolahan lebih lanjut terhadap minyak jarak pagar menjadi biodesel melalui proses transesterifikasi dengan menggunakan methanol bertujuan agar minyak tersebut dapat digunakan sesuai standar minyak diesel. Proses ini juga bertujuan untuk mengurangi kekentalan minyak dan meningkatkan daya pembakaran, dengan mengubah trigliserida menjadi metal ester (biodiesel) dan gliserin. Masing-masing bagian tumbuhan seperti cabang pohon, buah, biji mempunyai potensi menghasilkan bahan bakar untuk memasak, penerangan dan digunakan dalam sector industry. Penggunaan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar untuk memasak di pedesaan adalah untuk menggantikan kayu bakar dan sebagai bahan bakar untuk penggerak generator (straight jatropha oil).

Minyak jarak pagar (Crude Jatropha Curcas Oil) terbuat dari daging buah (kernel) Jatropha curcas. Para peneliti menyebutnya minyak jarak alami ini dengan nama straight vegetable oil(SVO), unmodified vegetable oil, atau straight jatropha oil (SJO).

Pemanfaatan minyak jarak alami (CJCO)

Minyak jarak alami berpotensi sebagai pengganti minyak tanah (kerosin) untuk memasak di dapur. Namun, desain kompor minyak tanah yang lazim digunakan di dapur harus diubah karena kekntalan CJCO cukup tinggi sehingga sumbu kompor tidak mampu mengisap CJCO. Karena itu, sumbu kompor harus diganti dengan sumbu yang terbuat dari bahan khusus. Jika menggunakan kompor bertekanan udara seperti yang digunakan oleh para penjual gorengan di tepi jalan, CJCO dapat langsung digunakan sebagai pengganti minyak tanah. Seandainya terdapat 10% dari 40 juta rumah di pedesaan Indonesia ditanami Jatropha curcas sebagai pagar rumah dengan panjang pagar 40 meter, berarti akan ada pagar sepanjang 160 juta meter atau 160.000 km. Minyak CJCO banyak berperan di dunia perindustrian. Minyak jarak alami (CJCO) berpotensi menggantikan minyak bakar atau minya residu (IDO) pada biler pembangkit tenaga uap. Potensi ini sekarang yang sedang diupayakan oleh PT RNI agar dapat menghemat penggunaan 10 juta liter IDO untuk Sembilan buah pabrik gulanya. Minyak kasar juga bisa digunakan pada berbagai pompa air.

Sumber : 

Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar oleh Prof. Dr R Sudrajat. MSc, Penebar Swadaya 2006; 
Petunjuk Budidaya Jarak Pagar oleh Rama Prihandana dan Roy Hendroko, Agromedia 2006; 
Teknik Budidaya Jarak Pagar, Badan Litbang Pertanian 2008)

Incoming search terms:

Jenis Tanaman Hijauan Sebagai Pakan Ternak



Advertisements

Bahan pakan adalah sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak, dicerna dan diserap baik sebagian maupun seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada ternak yang bersangkutan. Bahan pakan dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun dari hewan. Ternak ruminansia lebih memerlukan bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan ternak non-ruminansia memerlukan bahan pakan baik dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Hijauan yang biasa digunakan sebagai pakan pada usaha peternakan rakyat di pedesaan adalah rumput lapangan dan limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami sorghum, daun ubi jalar, daun ubi kayu, dan pucuk tebu. Demikian juga dengan pakan penguat yang biasa digunakan antara lain jagung, dedak halus, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dan lain-lain. 

Berdasarkan kandungan serat kasarnya, bahan makanan ternak dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya jagung, padi, atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau, kacang tanah, dan kacang kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu dan ubi jalar), buah-buahan (misalnya kelapa kopra dan kelapa sawit). Konsentrat dapat juga berasal dari hewan seperti tepung daging, tepung tulang dan tepung ikan. Di samping itu, konsentrat dapat juga berasal dari industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil proses ekstraksi seperti bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu serta limbah dari proses fermentasi seperti ampas bir. 

Bahan Pakan Lokal Pada dasarnya kandungan yang terdapat dalam pakan ternak dapat dibagi menjadi 6 (enam) golongan yaitu: air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Energi sebagai unsur yang vital yang mendukung kehidupan ternak diperoleh dari: 23,5% karbohidrat, 53% lemak, dan 23,5% protein. Sumber energi dapat diperoleh dari jagung kuning, katul, tapioka, sagu, pollard (wheat bran), minyak nabati, minyak hewani, dan lain-lain. 

Sumber protein nabati bisa diperoleh dari bungkil kedelai/soya bean meal (SBM), corn glutten meal (CGM), bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas kecap, biji kapuk, dan lain-lain. Sumber protein hewani bisa diperoleh dari meat bone meal, poultry by product meal, tepung ikan, dan lain-lain. Sumber mineral dapat diperoleh dari tepung tulang, tepung kerang, tepung kepala udang, garam, dan lain-lain. Sumber vitamin dan lainnya bisa diperoleh dari tepung daun, premix/feed additive, asam amino sintetik, pemacu pertumbuhan (growth promotor) koksidiostat, anti jamur, antitoxin, antioksidan, perekat, pigmen, flavor, dan lain-lain. Additive, asam amino sintetik, pemacu pertumbuhan, koksidiostat, anti jamur, antitoxin, antioksidan, perekat, pigmen, flavor. 

Hijauan Pakan Ternak 

Hijauan adalah makanan utama (sumber energi dan protein) bagi ternak ruminansia yang terdiri dari dua macam yakni rumput-rumputan (energi) dan leguminosa (protein). Pada batas tertentu leguminosa dapat diberikan pada monogastrik. Kandungan nutrisinya berfluktuasi menurut spesies, lingkungan, dan cara budidaya. Terdapat beberapa jenis rumput yang umum digunakan antara lain:

Guinea grass, green panic (Panicum Maximum Jacq) yang dikenal dengan nama rumput Benggala atau suket londo. Rumput ini berasal dari Afrika dan tersebar ke Asia, Australia, dan Eropa. Rumput yang memiliki palatabilitas yang sangat baik ini memiliki protein kasar yang bervariasi antara 4-14% dan serat kasar sekitar 28-36%. Kandungan pospor dalam rumput ini umumnya sudah mencukupi kebutuhan ruminansia. 

Rumput Benggala dapat membentuk rumpun dengan tinggi mencapai 1,25 m tergantung varietasnya. Rumput ini cocok untuk dataran rendah dan dataran tinggi (1.700 m dpl) dengan curah hujan 600-1800 mm/th. Pada ketinggian di atas 1400 m dpl, rumput ini tidak dapat berbunga. Namun, jenis ini masih dapat tumbuh pada tanah dengan solum tipis dan berbatu, tahan terhadap naungan dan kekeringan serta dapat tumbuh baik pada pH tanah 5-8. Hijauan segar ini bisa mencapai 100-150 t/ha/th. Dengan produksi berat segar 100 sampai 150 ton/ha/th (satu kali pemotongan interval 45 hari adalah 12.5-18.75 to) berarti dapat mencukupi kebutuhan ternak sebanyak kurang lebih 9-13 ekor sapi dengan berat badan 300 kg. Budidaya jenis ini dapat dilakukan dengan biji dan pols, bisa juga dengan stek batang. Jarak tanam 60 x 60 m atau disesuaikan dengan kondisi tanah. Pemanenan pertama umur 90 hari setelah tanam. Interval panen pada musim hujan 30-40 hari dan musim kemarau 50-60 hari. Tinggi pemotongan sebaiknya 5-10 cm dari permukaan tanah. 

Elephant Grass, Napier Grass (Pennisetum Purpureum Schumach). 

Di Indonesia, rumput ini dikenal dengan nama rumput gajah. Jenis ini berasal dari Afrika daerah tengah dan tersebar luas di seluruh wilayah tropis. Jenis ini masuk ke Indonesia dari Afrika pada akhir masa penjajahan Belanda sejak tahun 1926. Di Indonesia, mula-mula disebarkan di daerah peternakan sapi perah seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Namun, sekarang sudah tersebar pula di wilayah peternakan sapi potong. Rumput ini merupakan hijauan yang populer karena produktivitasnya cukup tinggi. 

Pada rumput muda, bahan keringnya rendah 12-18%, tetapi naik dengan cepat seiring dengan umur. Rumput ini memiliki palabilitas yang cukup baik. Rumput ini tumbuh membentuk rumpun. Perakarannya cukup dalam dengan rhizoma atau rimpang pendek. Pada umur 4-5 tahun, kumpulan batang di bagian bawah membentuk bonggol sehingga perlu diremajakan. Batangnya tegak, berbuku, dan keras bila sudah tua. Tinggi tanamannya bisa mencapai 1,8 sampai 4,5 m tergantung pada kultivasinya dengan diameter batang 3 cm. 

Di Afrika dilaporkan bisa mencapai tinggi 7 m. Sebaliknya, di Amerika dikenal juga rumput gajah kerdil (Kultivar Mott) tetapi nilai gizinya cukup tinggi. Daunnya keras dan berbulu dengan panjang mencapai 90 cm dan lebar 8-35 cm. Bunganya berbentuk tandan (seperti es lilin), tetapi bijinya sulit didapat. Rumput ini dapat tumbuh baik di dataran rendah dan dataran tinggi dan pada berbagai jenis tanah dengan curah hujan di atas 1.000 mm/tahun. Rumput ini dilaporkan juga tahan terhadap naungan. Kandungan protein rumput ini sekitar 7.6% (tergantung pada kultivar), sedangkan daya hasil mencapai 350 sampai 525 ton bobot segar per ha per tahun. Dengan hasil setiap panen (interval 45 hari) 8-12 ton bobot segar berarti cukup untuk kurang lebih 32-46 ekor sapi dengan berat badan 300 kg. Penanaman rumput ini dilakukan dengan pols dan stek. Panjang stek 20-30 cm (mempunyai dua mata tunas). Jarak tanaman 1 m x 1 m dapat disesuaikan dengan kondisi tanah. Pemanenan pertama umur 60-80 hari setelah tanam. Pada musim hujan interval panen 30-40 hari dan musim kemarau 50-60 hari. Tinggi pemotongan 15-20 cm dari permukaan tanah. 

1. King Grass (Pennisetum Purpurhoides)

Jenis ini merupakan persilangan antara P. Purpureum dan P. Ameriacnum (Amerika tropis). Di Indonesia, rumput ini dikenal sebagai rumput raja. Berasal dari Afrika daerah tropis, rumput ini memiliki kualitas nutrisi lebih baik daripada rumput gajah. Protein kasarnya lebih tinggi daripada rumput gajah. Secara fisik hampir sama dengan rumput gajah tetapi tekstrurnya lebih kasar (berbulu). Tanaman rumput raja memerlukan pemeliharaan yang teratur untuk memperoleh hasil yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat. 

Untuk itu perlu dilakukan penyiangan terhadap gulma agar tidak terjadi persaingan. Pada waktu penyiangan perlu diadakan penggemburan tanah dan pembumbunan disekitar rumpun tanaman. Pemotongan pertama dapat dilakukan pada umur tanaman 2-3 bulan sebagai potong paksa. Hal ini bertujuan untuk menyamakan pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan jumlah anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu musim kemarah waktu potong sebaiknya diperpanjang. Tinggi pemotongan 10-15 cm dari permukaan tanah. Hindari pemotongan yang terlalu tinggi karena akan banyak sisa batang yang mengayu (keras). Jangan dipotong terlalu pendek karena akan mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh.

2. Signal Grass (Brachiaria Decumbens Stapf). 

Di Indonesia, rumput ini dikenal dengan rumput signal atau rumput BD. Jenis ini cocok digunakan untuk padang penggembalaan. Rumput ini berasal dari Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania, dan lain-lain). Kualitas rumput ini dangat baik dengan protein kasar sekitar 6-11% dan serat kasar sampai dengan 37%. Palatabilitas rumput jenis ini cukup baik dan bisa digunakan sebagai tanaman sela dengan tanaman besar (kelapa, karet, sawit, dan lain-lain). 

Perakaran dangkal sampai dalam tergantung varietas. Batang agak kasar dan beruas pendek-pendek. Daun pendek kaku berbulu bertekstur halus. Bunga berbentuk mayang bendera. Rumput ini tumbuh membentuk hamparan lebat dengan tinggi tanaman mencapai 20 sampai 250 cm tergantung pada varietas tanaman. Rumput jenis ini dapat tumbuh pada curah hujan 1000 mm/th dan toleran terhadap jenis tanah dengan kisaran cukup luas mulai dari berstruktur ringan dengan pH 6-7. Tidak hanya itu, rumput BD tahan terhadap kekeringan selama 6 bulan dan terhadap cuaca dingin serta toleran terhadap penggembalaan. 

Kandungan protein dalam rumput ini 8-10 % tergantung kultivarnya. Produksi berat segar 80-150 ton/ha/th tergantung pada varietasnya. Jenis ini responsif terhadap pemupukan nitrogen. Dengan produksi berat segar 100 sampai 150 ton/ha/th atau sekitar 12,5-18,75 ton satu kali pemotongan, berarti mencukupi kebutuhan untuk 9-13 ekor sapi dengan berat badan 300 kg. Penanaman dapat dilakukan dengan pols atau biji. Apabila ditanam dengan pols sebaiknya dengan jarak tanam 30 x 30 cm atau disesuaikan dengan kondisi tanah. Jika ditanam sebagai penguat teras, jarak tanamnya bisa 20 cm. Apabila ditanam dengan biji, takarannya 2 kg/ha. Pemanenan pertama dilakukan saat berumur 60 hari setelah tanam. Pada musim hujan, interval panen 40 hari dan musim kemarau 50-60 hari. Tinggi pemotongan 5-10 cm dari permukaan tanah. 

Selain rumput, terdapat juga beberapa jenis legum untuk makanan ternak antara lain:

1. Sentro Butterfly Pee (Centrosema Pubescent Benth).

dikenal dengan nama kacang sentro. Jenis ini berasal dari Amerika Tengah dan Selatan Tropis. Palatabilitas jenis ini sangat baik dan dapat digunakan sebagai sumber protein yang baik untuk ruminansia. Protein kasarnya berkisar antara 11-24%.

2. Calopogonium (Calopogonium Mucunoides Descv) atau kacang asu

Kacang ini berasal dari Amerika tropis dengan palatabilitas kurang baik karena daun dan batangnya mempunyai bulu. Protein kasarnya tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 15%, tetapi serat kasarnya cukup tinggi yaitu 35%. 

3. Calliandra Calothyrsus (Messn) atau kaliandra. 

Jenis ini berasal dari Amerika Tengah dengan populasi yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Jenis ini pada umumnya tidak mengandung racun dan memiliki protein kasar daun sekitar 24% dengan serat kasar yang relatif rendah yakni 24%.

4. Gliricidia Sepium (Jacq) atau Gamal, Liriksidia. 

Jenis ini berasal dari Amerika Tengah dengan kualitas bervariasi dengan protein kasar sekitar 19% dan akan menurun dengan penambahan umur tanaman. Palatabilitas jenis ini kurang baik sehingga sebaiknya dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan ke ternak.

5. Leucana Leucocephala (Lamk) de Wit atau Klandingan, Lamtoro. 

Jenis ini berasal dari Guatemala dengan protein kasar bervariasi 14-19% dan serat kasar bervariasi besar antara 33-66%. Kandungan vitamin C dan A biasanya tinggi. Jenis ini mengandung antinutrisi minosin yang berbahaya terutama untuk monogastrik. 

6. Sesbania Grandiflora (L) Poiret atau Turi, Toroy, Tuwi. 

Jenis ini berasal dari Asia Tenggara dengan palatabilitas sangat baik. Protein kasar jenis ini cukup tinggi sekitar 29% dan serat kasar cukup rendah yakni 5-15%. Jenis ini mengandung saponin dan tannin dan pada unggas menimbulkan efek negatif.

Sumber: 

Direktorat Pakan Ternak, Dorektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian 2011, 
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian 2006, 
Heri Ahmad Sukria & Rantan Krisnan, Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia.

Incoming search terms:

Pemeliharaan Kelapa Sawit Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)



Advertisements

OM TANI – Tanaman kelapa sawit akan berproduksi optimal tentunya tidak terlepas dari adanya pemeliharaan tanaman yang baik dan benar pada tanaman sudah menghasilkan (TSM) maupun tanaman sebelum menghasilkan (TBM). Tanaman belum menghasilkjan adalah tanaman yang dipelihara sejak bulan pertama penanaman sampai dipanen pada umur 30 – 36 bulan. Pemeliharaan masa tanaman belum menghasilkan merupakan lanjutan dan penyempurnaan dari pekerjaan pembukaan lahan dan persiapan untuk mendapatkan tanaman yang berkualitas prima.. 

Selama masa tanaman belum menghasilkan diperlukan beberapa jenis pekerjaan pemeliharaan yang secara teratur harus dilaksanakan, diantaranya adalah “Penunasan dan Kastrasi”. 

Menunas (Tunas Pasir); Menunas (tunas pasir) adalah pekerjaan memotong daun-daun tua tanaman kelapa sawit yang tidak bermanfaat lagi bagi tanaman. Tanaman muda tidak boleh ditunas sampai umur 15 bulan karena jumlah daun masih < 48 daun. 

Sehubungan dengan itu, penunasan hanya dilakukan dengan memotong daun-daun tua saja yang tidak bermanfaat lagi bagi tanaman,yaitu daun-daun tua yang masih hijau menjelang kering dilihat dari fungsinya sebagai “asimillator” tidak berarti lagi. Selain itu pada daun menjelang kering terjadi transport/pengangkutan zat makanan dari daun tua ke pucuk tanaman, dimana zat-zat makanan itu dipergunakan untuk pertumbuhan bagian lain, terutama unsur yang mobil seperti Kalium (K) dan Mangan (Mn). 

Tujuan menunas pada tanaman belum menghasilkan turutama untuk sanitasi/kebersihan pohon. Peralatan yang diperlukan dalam menunas adalah “Chicel” berukuran 5 cm – 7,5 cm. Pekerjaan penunasan ada 3 jenis, yaitu : 

1. Penunasan Pendahuluan, dilakukan 6 bulan sebelum tanaman dimutasikan masuk menjadi tanaman menghasilkan.

2. Penunasan periodik, dilakukan pada tanaman menghasilkan dengan rotasi/pergiliran yang ditentukan.

3. Penunasan panen dilakukan sekaligus pada saat panen. Kadang-kadang 1 daun – 2 daun samping dari daun penyangga yang ditunas sebelum tandannya dipotong. 

Alat-alat yang digunakan untuk pekerjaan penunasan ini tergantung pada cara penunasan, bisa berupa dosos, kampak dan bisa juga egrek. Agar rotasi tunasan dapat terpenuhi, sebaiknya dibuat rencana penunasan setiap bulan. Penunasan dilakukan pada waktu panen rendah karena saat itu daun yang tidak menyangga tandan lebih banyak 

Kastrasi (Ablasi) ; Kastrasi adalah pemotongan atau pengebiran bunga jantan dan bunga betina yang masih muda pada tahap pembungaan awal yaitu pada tanaman belum menghasilkan, yaitu pada umur 14 – 20 bulan. Pemotongan bunga berlangsung selama 10 bulan – 12 bulan dengan rotasi/pergiliran satu bulan sekali sebelum panen perdana/pertama. Hal ini dilakukan karena bunga muda umumnya masih kecil dan belum sempurna, sering gugur atau aborsi, bunga seperti ini tidak menguntungkan bila dipertahankan. Kastrasi dapat dimulai jika 25 % dari tanaman telah berbunga. 

Keuntungan yang diperoleh dengan adanya kastrasi adalah :

1. Merangsang pertumbuhan vegetatif dan menghemat penggunaan unsur hara dan air, terutama di daerah yang memiliki musim kering panjang.

2. Mendapatkan buah buah dengan berat/tandan yang relatif seragam

3. Memperoleh kondisi tanaman yang bersih sehingga akan mengurangi kemungkinan adanya serangan hama dan penyakit, antara lain ulat Tirathaba, tikus, tupai dan jamur Marasmius.

4. Kastrasi yang diikuti dengan penyerbukan bantuan pada panen pertama akan menghasilkan tandan yang lebih sempurna dan lebih berat, sekaligus meningkatkan kapasitas panen. 

Kastrasi dapat dilakukan dengan memotong bunga yang baru keluar dari ketiak pelepah daun sebelum membesar. Alat potongnya bisa menggunakan chisel,yaitu alat seperti linggis (dodos) yang pada ujungnya berkait. Bunga yang telah terpotong dengan linggis khusus ini kemudian ditarik lurus dengan kait. 

Cara memotongnya, bunga dipotong tanpa melukai batang kelapa sawit dan pangkal pelepah daun. Rotasi (pergiliran) kastrasi dilakukan sekali sebulan sehingga bunga yang keluar belum banyak menyerap unsur hara dar tanaman tersebut. Dalam melaksanakan kastrasi harus dijaga agar pelepah daun tidak terluka atau terpotong. Tandan bunga yang dipotong dikumpulkan ke dalam karung goni dan dipendam dalam tanah

Incoming search terms:

Hama Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros)



Advertisements

Manurut (Zaini, 1991 ) Klasifkasi hama Oryctes rhinoceros ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Scarabaeidae
Genus : Oryctes
Species : Oryctes rhinoceros L.

Kumbang tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama yang utama menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit. O. rhinoceros menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto dan Utomo, 2005)

Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada bagian kepala terdapat tanduk kecil. Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedang pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda diareal peremajaan (Purba. 2005).

Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah. Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf ”V”. Gejala ini merupakan ciri khas kumbang O. rhinoceros (Purba, dkk. 2008). Serangan hama O. rhinoceros dapat menurunkan produksi tandan buah segar pada panen tahun pertama hingga 60 % dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga 25 % (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2009)

Oryctes Rhinoceros menyerang tanaman kelapa yang masih muda maupun yang sudah dewasa. Satu serangan kemungkinan bertambah serangan berikutnya. Tanaman tertentu lebih sering diserang. Tanaman yang sama dapat diserang oleh satu atau lebih kumbang sedangkan tanaman di dekatnya mungkin tidak diserang.. Kumbang dewasa terbang ke ucuk pada malam hari, dan mulai bergerak ke bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah bagian atas pucuk. Biasanya ketiak pelepah ketiga, keempat, kelima dari pucuk merupakan tempat masuk yang paling disukai. Setelah kumbang menggerek kedalam batang tanaman, kumbang akan memakan pelepah daun mudah yang sedang berkembang. Karena kumbang memakan daun yang masih terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka. Bentuk guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa Oryctes (Anonim, 1989)

Berikut ini fase – fase perkembangan mulai dari telur sampai fase dewasa pada kumbang tanduk :

Telur
Mo (1957) dan Anonim (1989), mengemukakan bahwa telur serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat mencapai 70 butir (Bedford, 1980).

Larva
Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan ( Suhadirman, 1996).

Pupa
Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : Lamanya 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam dalam kokon (Suhadirman, 1996).

Imago
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980).

Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa, kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai di tengah pucuk dan tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari, kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Suhadirman, 1996). Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Anonim, 1980).

Ekologi
Semua makhluk hidup dalam proses pertumbuhan dan oerkembangannya dipengaruhi oleh sebagai faktor, baik faktor luar maupun dari dalam: Iklim, musuh alami, makanan dan kegiatan manusia merupakan faktor luar yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan serangga hama . Lingkungan yang cocok bagi suatu serangga untuk hidup dan berkembang biak meliputi beberapa komponen antara lain makanan, iklim, organisme dari spesies yang sama maupun yang berbeda tempat dimana ia hidup ( Untung, 1993).

Perkembangan larva ini dipengaruhi oleh iklim dan keadaan gizi makanan. Pengaruh faktor-faktor ini ialah pada ukuran larva dan waktu yang diperlukan untuk mematangkan larva. Faktor-faktor fisik yang dipengaruhi perkembangan larva kumbang ini ialah suhu, kelembaban, serta intensitas cahaya. Larva tertarik pada amonia dan aseton, tetapi menghindari asam asetat (Anonim,1980).

Pengendalian kumbang tanduk secara konvensional dilakukan dengan cara pengutipan dan menggunakan insektisida kimiawi. Namun, cara tersebut dinilai tidak efektif dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Selain menggunakan pengetahuan dan perilakunya, pengendalian ini juga dapat didukung dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya, Santalus parallelus dan Platymerys laevicollis merupakan predator telur dan larva O. Rhinoceros, sedangkan Agrypnus sp. Merupakan predator larva, beberapa jenis nematoda dan cendawan juga menjadi musuh alami kumbang kelapa. Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan feromon yang dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan kumbang tanduk dengan efektif, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan dengan pengendalian secara konvensional.

Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, sekaligus mangsa, tanaman inang, dan tempat berkembang biaknya. Komponen utama feromon sintetis ini adalah etil- 4 metil oktanoat. Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari biaya penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah, cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Penggunaan feromon di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu alternatif yang sangat baik untuk mengendalikan kumbang tanduk. Feromon adalah substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu organisme ke lingkungannya yang memampukan organisme tersebut mengadakan komunikasi secara intraspesifik dengan individu lain. Feromon bermanfaat dalam monitoring populasi maupun pengendalian hama (Nation, 2002). Ekstrak feromon kasar dapat diperoleh dengan mengekstrak seluruh tubuh serangga atau hanya kelenjar-kelenjar yang mengandung feromon saja seperti di ujung abdomen untuk serangga dari ordo lepidoptera atau usus bagian belakang dari kumbang kulit kayu (bark beetle) (Ordo Coleoptera). Serangga dari ordo Lepidoptera, feromon diekstrak menggunakan metil klorida. Ekstrak tersebut dapat dianalis dengan menggunakan gas-liquid chromatography (Roelofs, 1995 dalam Jelfina, 2007).

Secara hayati pengendalian O. rhinoceros dapat dilakukan dengan menggunakan M. Anisopliae dan Baculovirus oryctes (Untung, 2001)

Selain menggunakan feromon juga menggunakan insektisida butiran Marshal. Aplikasi Marshal 5 GR dengan bahan aktif Karbosulfan 5% dilakukan pada tanaman muda dengan interval 2 bulan sekali. Aplikasi dilakukan pada titik tumbuh tanaman dengan dosis 5 gr / pohon. Hasil aplikasi ini dapat dilihat setelah satu hari aplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Meningkatkan Praktik Manajemen Inovatif di Sektor Kelapa Sawit Indonesia

Industri kelapa sawit Indonesia sedang mengalami perubahan yang mendasar dalam pandangannya terhadap konsep keberlanjutan, yang tadinya dianggap biaya tambahan menjadi sumber inovasi dan bernilai untuk citra perusahaan. Untuk mempercepat dan memperluas transformasi ini, beberapa halangan dan hambatan perlu diatasi. 

Kampanye di tingkat nasional dan internasional menciptakan tuntutan yang luar biasa bagi produsen kelapa sawit untuk menangani dampak sosial dan lingkungan yang sering menimbulkan konflik antara perusahaan, komunitas setempat, dan masyarakat luas. Perusahaan merespon tuntutan ini, seperti terlihat dari semakin banyaknya pelaku usaha yang menjadikan mitigasi dampak sebagai