Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Ulat Api dan Cara Pengendalianya



Advertisements

Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang ditemukan adalahThosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallida dan Birthamula chara (Norman dan Basri, 1992). Jenis ulat api yang paling merusak di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, S. nitens dan D. trima.

Siklus Hidup

Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari (Hartley, 1979). Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. 

Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama± 39,7 hari. Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. 

Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari S. asigna yaitu 42 hari (Hartley, 1979). Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4-7 hari. Ulat mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Stadia ulat dan kepompong masing-masing berlangsung sekitar 50 hari dan 17-27 hari. Ngengat mempunyai lebar rentangan sayap sekitar 35 mm. Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. 

Ulat api Darna trima mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari (Hartley, 1979). Telur bulat kecil, berukuran sekitar 1,4 mm, berwarna kuning kehijauan dan diletakkan secara individual di permukaan bawah helaian daun kelapa sawit. Seekor ngengat dapat meletakkan telur sebanyak 90-300 butir. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari. Ulat yang baru menetas berwarna putih kekuningan kemudian menjadi coklat muda dengan bercak-bercak jingga, dan pada akhir perkembangannya bagian punggung ulat berwarna coklat tua. Stadia ulat berlangsung selama 26-33 hari. Menjelang berkepompong ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon berwarna coklat tua, berbentuk oval, berukuran sekitar panjang 5 mm dan lebar 3 mm. Lama stadia kepompong sekitar 10-14 hari. Ngengat berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm. Sayap depan berwarna coklat gelap, dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam. Sayap belakang berwarna abu-abu tua.

Biologi dan Ekologi

Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Untuk S. asigna, selama perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm². Perilaku S. nitens sama dengan S. asigna.Untuk D. trima, ulat mengikis daging daun dari permukaan bawah dan menyisakan epidermis daun bagian atas, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. 

Ulat menyukai daun kelapa sawit tua, tetapi apabila daun-daun tua sudah habis ulat juga memakan daun-daun muda. Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah daun tua dengan posisi terbalik (kepala di bawah). Pada D. trima, di waktu siang hari, ngengat suka hinggap di daun-daun yang sudah kering dengan posisi kepala di bawah dan sepintas seperti ulat kantong.

Perbedaan perilaku yang tampak antara ketiga jenis ulat api yang paling merugikan tersebut juga berbeda. S. nitens dan S. asigna berpupa pada permukaan tanah tetapi D. trima hanya di ketiak daun atau pelepah daun. Pengetahuan mengenai biologi dan perilaku sangat penting ketika akan menerapkan tindakan pengendalian hama sehingga efektif. Kokon dapat dijumpai menempel pada helaian daun, di ketiak pelepah daun atau di permukaan tanah sekitar pangkal batang dan piringan.

Kerusakan dan Pengaruhnya di Lapangan

Eksplosi hama ulat api telah dilaporkan pertama pada tahun 1976. Di Malaysia, antara tahun 1981 dan 1990, terdapat 49 kali eksplosi hama ulat api, sehingga rata-rata 5 kali setahun (Norman dan Basri, 1992). Semua stadia tanaman rentan terhadap serangan ulat api seperti halnya ulat kantong.

Peranan Mikoriza Bagi Tanaman | Petani Hebat



Advertisements

Mikoriza pertama kali dipublikasikan pada tahun 1840 ketika Robert Hartig menemukan adanya cendawan pada akar tanaman pinus. Tahun 1885 A. B. Frank menamakan asosiasi tersebut sebagai mikoriza. Berdasarkan penemuan tersebut diketahui bahwa mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme 9

cendawan (myces) dengan akar (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi yang terjadi dalam jaringan akar tanaman atau pada permukaan akar (Rao, 1994).

Mikoriza berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang digolongkan menjadi tiga tipe yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza (Imas et al.,1989), sedangkan Rao (1994) membagi mikoriza menjadi dua tipe besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza saja. Ektomikoriza mempunyai beberapa perbedaan dengan endomikoriza. Menurut Imas et al. (1989) ektomikoriza mempunyai lapisan mantel tebal, struktur jala, dan hifa yang tidak masuk sel (berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks), serta menyebabkan akar yang terkena infeksi membesar. Endomikoriza mempunyai stuktur berbentuk oval (vesikel), percabangan hifa (arbuskula), dan hifa yang masuk dalam jaringan korteks, serta tidak menyebabkan perakaran yang terinfeksi membesar. Ektendomikoriza mempunyai ciri-ciri antara ekto dan endomikoriza yaitu dapat menginfeksi dinding sel korteks maupun korteksnya dan mempunyai jaringan hartig (Fakuara,1988).

Vesikula Arbuskula Mikoriza (VAM) yang sering disebut dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) merupakan endomikoriza. Diagnostik ciri utama CMA adalah adanya vesikel dan arbuskula di dalam korteks akar. Vesikel mengembang inter dan intraseluler, membengkok sepanjang atau pada ujung hifa (Fakuara, 1988) serta berfungsi sebagai tempat penyimpanan berisi lipid (Paul dan Clark, 1996). Arbuskula merupakan struktur internal pada korteks akar berupa hifa bercabang mirip dengan haustoria patogen yang membantu transfer nutrisi dari tanah ke sistem perakaran (Rao, 1994).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) digolongkan ke dalam kelas Zygomycetes ordoGlomales dengan dua sub ordo yaitu Glominae dan Gigasporinae. Pembagian genus dilakukan berdasarkan perbedaan morfologi dari spora dorman (klamidospora).Glominae terbagi menjadi enam genus yaitu Sclerocystis (membentuk sporocarp),Glomus (klamidospora tebal dan terminal), Paraglomus, Acaulospora (klamidospora tunggal, terminal, aseptat), Entrophospora dan Archaeospora. Gigasporinae terdiri dari dua genus yaitu Gigaspora dan Scutellospora (Paul dan Clark, 1996 ; INVAM, 2008). 10

Simbiosis mikoriza memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik tanaman maupun cendawan. Menurut Fakuara (1988) cendawan memberikan keuntungan pada tanaman dan sebaliknya cendawan juga mendapatkan karbohidrat dan zat-zat tertentu dari tanaman inang. Mikoriza yang berasosiasi dengan akar tanaman mampu menggunakan sukrose dalam tanaman inang dan mengubahnya menjadi bentuk yang tidak dapat diubah oleh inang seperti gula, alkohol dan glikogen (Islami dan Utomo, 1995).

Kemampuan tanaman untuk berfotosintesis dalam rangka menyuplai C-organik bagi cendawan merupakan dasar simbiosis yang baik (Fakuara, 1988). Simbiosis mutualisme tersebut dapat berubah menjadi hubungan yang merugikan. Parasitisme dapat terjadi bila cendawan tidak dapat mengekstrak nutrisi yang dibutuhkan atau tanaman tidak memperoleh manfaat atau imbal balik atas C-organik yang telah diberikan kepada cendawan (Paul dan Clark, 1996).

Simbiosis mikoriza dipengaruhi oleh kelembaban, aerasi dan pH tanah, suhu, cahaya serta spesifikasi inang. Sebagian besar cendawan mikoriza menyukai kondisi asam pada pH 3.5-6, bersifat aerobik, mesothermal dengan suhu optimum 18oC-25oC dan tidak suka cahaya (Imas et al., 1989). Setiap jenis mikoriza mempunyai inang yang spesifik atau mikoriza yang berbeda jenis memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan inangnya (Mukerji et al., 1991).

Peran Mikoriza bagi Tanaman

Mikoriza memberikan berbagai macam manfaat bagi tanaman inang. Menurut Imas et al. (1989) ; Fakuara (1988) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn), produksi hormon dan zat pengatur tumbuh, serta ketahanan kekeringan dan serangan patogen akar. Mikoriza juga dapat mengurangi kandungan logam berat disekitar perakaran, selain sebagai proteksi terhadap patogen akar dan nematoda (Paul dan Clark, 1996).

Berdasarkan penelitian-penelitian telah dikaji manfaat mikoriza pada tanaman perkebunan maupun tanaman pangan khususnya dalam serapan hara. Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan P dan hasil padi gogo varietas IR 64 (Kabirun, 2002), meningkatkan mineralisasi P organik pada 11

kelapa sawit (Widiastuti et al., 2003), serta meningkatkan serapan P sebanyak 0.3881 ppm dan hasil jagung sebesar 280.15 g/tanaman (Hasanudin dan Gonggo, 2004). Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan kadar N sebesar 11.5%, kadar P sebesar 14.9% dan kadar K sebesar 12.2% pada padi gogo (Saragih, 2005).

Menurut Imas et al. (1989) mekanisme peningkatan penyerapan unsur hara terjadi karena adanya selubung hifa yang tebal, peningkatan metabolisme akar akibat peningkatan konsumsi oksigen, dan enzim phospatase. Mikoriza dapat mengeluarkan suatu enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang konsentasinya rendah dalam larutan tanah (Fakuara, 1988). Mikoriza dengan adanya selubung hifa tebal dapat meningkatkan luas permukaan sistem perakaran sehingga meningkatkan bidang penyerapan (Islami dan Utomo, 1995). Menurut Dighton (2003) adanya hifa cendawan memberikan keuntungan dalam pengam-bilan unsur hara, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan ruang jelajah yang lebih luas akibat diameter yang lebih kecil, serta memberikan bidang penyerapan nutrisi yang lebih luas.

Mikoriza dapat meningkatkan hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin dan vitamin. Auksin dapat mencegah penuaan dan suberinisasi pada akar sehingga memperlama fungsi akar sebagai penyerap hara dan air (Imas et al., 1989). Sitokinin dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis dan transpirasi, penyerapan P dan transpor ion (Paul dan Clark, 1996).

Tanaman bermikoriza akan lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Menurut Zak (1967) dalam Imas et al. (1989), ada tiga mekanisme perlindungan mikoriza. Mekanisme pertama yaitu adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik. Mekanisme kedua yaitu adanya lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen, karena mikoriza menyerap semua kelebihan karbohirdrat dan eksudat akar. Mekanisme ketiga adalah adanya antibiotik yang dihasilkan cendawan.

Peningkatan ketahanan terhadap logam berat merupakan salah satu manfaat yang penting dari mikoriza. Oleh karena itu mikoriza sering digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang. Logam berat tersebut diikat dan dikelilingi oleh gugus karboksil dari senyawa pektat (hemiselulose) yang dihasilkan diantara matriks cendawan dan tanaman inang (Paul dan Clark, 1996).

Incoming search terms:

Cara Menanam Pohon Gaharu | Petani Hebat

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menanam pohon gaharu adalah : 

A. Tanah 

Kita tidak perlu bingung mengenai struktur tanah untuk menanam Pohon Gaharu karena pohon ini memeiliki sifat tidak memilih tanah (0 – 1200 M dpl), yang terpenting tanah tidak terendam air seperti sawah atau rawa. 

B. Pola Tanam Kayu gaharu 

1. Pola Tanam MONOKULTUR 

Yang dimaksud pola tanam MONOKULTUR adalah sebagai berikut : 

Satu areal lahan perkebunan khusus ditanami Pohon Gaharu. 
Jarak tanam yang dapat digunakan antar pohon boleh 1m x 1m, 2m x 2m, 3m x 3m (menyesuaikan lahan yang ada). 
Setelah bibit ditanam perlu perawatan ekstra selama 6 – 12 bulan karena pohon ini adalah jeni

Klasifikasi Tanaman | Petani Hebat



Advertisements

Klasifikasi adalah proses pengaturan tumbuhan dalam tingkat-tingkat kesatuan kelasnya yang sesuai secara ideal. Menurut Rideng (1989) klasifikasi adalah pembentukan takson-takson dengan tujuan mencari keseragaman dalam keanekaragaman. Dikatakan pula bahwa klasifikasi adalah penempatan organisme secara berurutan pada kelompok tertentu (takson) yang didasarkan oleh persamaan dan perbedaan. Sedangkan (Tjitrosoepomo, 1993) mengatakan bahwa dasar dalam mengadakan klasifikasi adalah keseragaman, kesamaan-kesamaan itulah yang dijadikan dasar dalam mengadakan klasifikasi. Jadi setiap kesatuan taksonomi mempunyai sejumlah kesamaan sifat dan ciri. 

Kesatuan taksonomi yang anggotanya menunjukkan kesamaan sifat dan ciri yang banyak tentulah merupakan unit kesatuan taksonomi yang lebih kecil dibandingkan dengan kesatuan taksonomi yang anggotanya menunjukkan kesamaan yang lebih sedikit. Klasifikasi ini dicapai untuk menyatukan golongan-golongan yang sama dan memisahkan golongan-golongan yang berbeda. Hasilnya merupakan proses pengaturan yaitu suatu sistem klasifikasi.


Dasar-dasar Klasifikasi

Berdasarkan Persamaan : Kita dapat mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaannya. Menurut kalian, berdasarkan ciri-cirinya, pisang dan jagung dapat dikelompokkan sebagai makhluk hidup apa? Dengan mengamati ciri-cirinya, kita dapat memasukkan pisang dan jagung dalam kelompok tumbuhan. Karena memiliki daun, batang, dan akar, keduanya merupakan kelompok tumbuhan. Atau, dapat pula dikelompokkan sebagai tumbuhan terna, karena memiliki batang berair.


Berdasarkan Perbedaan : Meskipun pisang dan jagung merupakan satu kelompok, yaitu tumbuhan berbiji, kita dapat pula memisahkan keduanya sebagai kelompok yang berbeda berdasarkan perbedaan cirinya. Misalnya dengan melihat kelengkapan daun. Pisang memiliki pelepah daun, tangkai daun, dan helaian daun, sehingga masuk dalam kelompok tumbuhan berdaun lengkap. Sedangkan jagung, hanya memiliki elepah daun dan helaian daun, sehingga masuk dalam kelompok tumbuhan berdaun tidak lengkap.
Berdasarkan Manfaat : Pengelompokan merupakan salah satu upaya dalam mengklasifikasi. Hampir setiap orang melakukan klasifikasi terhadap makhluk hidup. Dalam dunia tumbuhan, kita mengelompokkan kamboja, anggrek, nusa indah, soka, anyelir, dan kembang sepatu ke dalam kelompok tanaman hias. Lengkuas, kunyit, jahe, lada, cengkeh, dan pala dikelompokkan ke dalam tanaman rempah-rempah. Kacang tanah, kacang panjang, dan kacang merah dikelompokkan ke dalam tanaman kacang. Kambing, sapi, kerbau, dan kelinci dikelompokkan ke dalam hewan ternak. Klasifikasi dapat dilakukan oleh siapa saja, asal memiliki dasar dan tujuan yang jelas. Misalnya pisang, anggur, stroberi, jambu air, jeruk, jambu biji, dan mangga dimasukkan dalam satu kelompok tanaman buah-buahan. Dasar pengelompokan itu adalah bahwa tanaman-tanaman tersebut dapat digunakan buahnya untuk dimakan, sedangkan tujuannya adalah untuk memudahkan manusia dalam memanfaatkan tanaman-tanaman tersebut sebagai buah-buahan.
Berdasarkan Ciri Morfologi dan Anatomi : Klasifikasi didasarkan pada persamaan atau perbedaan ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri yang digunakan terutama ciri-ciri morfologi dan anatomi. Morfologi adalah ciri-ciri yang tampak di bagian luar tubuh makhluk hidup, sedangkan anatomi adalah ciri-ciri yang ada di bagian dalam tubuh makhluk hidup. Pada tumbuh-tumbuhan, ciri-ciri yang dapat digunakan dalam mengklasifikasi dapat berupa ciri-ciri morfologi, misalnya warna bunga, bentuk bunga, bentuk biji, kekerasan biji, bentuk pohon, bentuk batang, bentuk daun, dan lain-lain. Selain itu, dapat pula menggunakan ciriciri anatomi, misalnya ada- tidaknya berkas pengangkut, ada-tidaknya kambium, dan ada-tidaknya sel trakea.
Berdasarkan Ciri Biokimia : Dalam perkembangannya, ciri-ciri yang dapat digunakan dalam klasifikasi tidak hanya ciri-ciri morfologi dan anatomi, tetapi juga ciri-ciri biokimia, misalnya jenis-jenis protein, jenis-jenis enzim, ada-tidaknya membrane organela sel. DNA atau asam nukleat juga digunakan untuk menetukan hubungan kekerabatan makhluk hidup. Misalnya untuk menentukan ayah seorang bayi, dapat dibandingkan DNA-nya. Meskipun ciri wajah dan tubuh tidak mirip, jika DNA-nya mirip, dapat dipastikan orang tersebut merupakan ayah si bayi.


Macam-macam Klasifikasi

Tujuan klasifikasi makhluk hidup adalah menyederhanakan objek-objek yang dipelajarinya sehingga dikenali secara mudah dan akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Sejumlah organisme dapat diklasifikasikan menurut sistem tertentu atau sistem yang dianutnya. Dengan membandingkan ciri-cirinya dan sifat-sifatnya yang menunjukkan banyak/sedikitnya persamaan maupun perbedaan yang ada antara organisme satu dengan lainnya, kita dapat menentukan jauh dekatnya kekerabatannya. Untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup dengan klasifikasinya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: mengidentifikasinya dengan benda/contoh/gambarnya, menanyakan kepada ahlinya, dan menggunakan kunci Determinasi Dikotomi. Dari waktu ke waktu, sistem klasifikasi mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan kemajuan teknologinya. Ada tiga macam sistem klasifikasi pada makhluk hidup, yaitu berdasarkan Sistem Buatan (Artifisial), Sistem Alami (Natural), dan Sistem Filogeni.
Sistem Klasifikasi Buatan (Artifisial)

Sistem klasifikasi ini banyak dihubungkan dengan kepentingan hidup manusia, habitat, atau kebiasaan hidup organisme sehingga lebih mudah dikenali atau dipahaminya. Tujuannya adalah agar lebih mudah mengenal xylem/sifat dan manfaat dari organisme yang dipelajarinya, dan dengan begitu akan mudah diupayakan untuk budidayanya sesuai kebutuhannya. Kelemahan dari klasifikasi buatan ini adalah suatu organisme memiliki manfaat yang bermacam-macam, sehingga tidak dapat digolongkan dalam satu golongan saja. Misalnya, tanaman cabe (Capsicum annuum) dapat digolongkan sebagai tanaman sayuran, tanaman obat, tanaman semusim, tanaman hortikultur, tanaman herba, tanaman industri (saos sambal), tanaman hias, dan lainnya. Demikian pula, ayam dapat digolongkan sebagai unggas petelur atau pedaging, dan juga kelas Aves yang merupakan bagian dari sub-filum Vertebrata. Pada tumbuhan dikenal beberapa dasar penggolongan, seperti:

Berdasarkan umur: Ada tumbuhan semusim atau setahun (contoh: cabe merah dan bunga matahari) dan ada tumbuhan tahunan (contoh: pinus, jati, rasamala, mangga, jati, alpuket, dan sebagainya.
Berdasarkan kegunaannya: Ada tanaman pangan (contoh: padi, jagung, gandum), ada tanaman hortikultura (Contoh: tanaman hias, sayuran, dan buah), ada tanaman perkebunan (contoh: tanaman karet, kelapa sawit, tebu), dan ada tanaman penyegar (contoh: kopi, coklat), serta tanaman obat (contoh: kunyit, jahe, temu-temuan), dan sebagainya.
Berdasarkan kemampuan adaptasi/habitatnya: Ada tumbuhan hidrofit (tumbuhan menyukai lingkungan air, seperti: kangkung, genjer, eceng), ada tumbuhan serofit (tumbuhan tahan daerah kering, seperti: kaktus), dan ada tumbuhan mesofit (tumbuhan yang menyukai tanahnya mengandung air secara cukup saja, atau menyukai daerah yang mengalami pergiliran musim kemarau dan hujan seimbang, seperti: mahoni, jati).
Berdasarkan kebiasaan hidupnya (habitus): Ada tumbuhan herba (basah, rerumputan, seperti: kol, wortel), ada tumbuhan perdu (pohon kecil berkayu, seperti kembang sepatu, kapas), ada tumbuhan pohon (contoh: mangga, jati), dan ada tumbuhan liana (memanjat, seperti: gadung), ada tumbuhan epipit (tumbuhan hidup menempel pada tumbuhan lainnya, seperti: anggrek), dan tumbuhan parasit (tumbuhan hidupnya menumpang dan bersifat merugikan inang contohnya: benalu, tali putri.
Berdasarkan kandungan gizinya atau zat utamanya: Ada tanaman sumber karbohidrat (contohnya: padi, singkong, jagung, sagu), ada tanaman sumber protein (contohnya: kedelai, kacang hijau, tanaman sumber lemak (contohnya: kemiri, kelapa, kelapa sawit), dan tanaman sumber vitamin dan mineral (contohnya: berbagai macam sayuran dan buah).
Sistem Klasifikasi Alami (Natural)

Sistem Klasifikasi Alami adalah didasarkan kepada ciri-ciri alaminya yang mudah dikenalinya seperti ciri-ciri morfologi akar, batang, daun, dan bunganya atau alat reproduksinya. Dalam sistem klasifikasi alami/tradisional antara lain dipelopori oleh Carolus Linnaeus (1707-1778) yang meletakkan dasar-dasar klasifikasi secara teratur dalam pemberian nama ilmiahnya. Dalam sistem klasifikasinya, ia sangat memperhatikan urutan takson sebagaimana telah dikemukakan di atas. Ia membagi dunia makhluk hidup menjadi dua Kingdom, yaitu: Plantae dan Animalia.

Sistem Klasifikasi Filogeni

Sistem klasifikasi filogeni adalah mendasarkan penggolongan organisme menurut garis evolusinya atau sifat perkembangan genetik organisme sejak sel pertama hingga menjadi bentuk masa kininya. Sistem klasifikasi ini dipengaruhi oleh perkembangan teori evolusi. 

Organisme secara morfologisnya berbeda, ternyata tidak mesti memiliki genetik yang berbeda sebagai akibat interaksi gena-gena dengan lingkungannya seperti yang dijelaskan di awal uraian modul ini, yaitu sebagai akibat keanekaragaman tingkat gen pada individu. Kelebihan sistem klasifikasi filogeni adalah mudah melihat tingkat kekerabatan antar individunya. 

Kelompok individu pada tingkat takson jenis adalah menunjukkan individu ini bisa disilangkan dan menghasilkan keturunan yang fertil. Sebab, individu pada tingkat genus yang sama bisa saja disilangkan, hanya menghasilkan keturunan yang steril seperti persilangan antara singa (Felis leo) dengan macam tutul (Felis tigris) menghasilkan jenis Leopons (berkepala singa, tetapi berbadan harimau) yang mandul, apalagi pada tingkat takson yang lebih tinggi. Aliran klasifikasi filogeni seperti Whitaker (1969) menilai bahwa pembagian Dunia (Kingdom) Makhluk Hidup menjadi dua golongan adalah tidak tepat, karena ada beberapa golongan makhluk hidup masih dikategorikan kepada keduanya. 

Misalnya, Euglena, Volvoc, Chlamydomonas, dll. adalah memiliki klorofil dan bergerak bebas dengan flagelnya sehingga merupakan bentuk antara tumbuhan dan hewan, maka ia memasukkannya menjadi Kingdom tersendiri, yaitu Protista. Demikian pula, golongan jamur memiliki sifat heterotrof (saprofit), tidak memiliki klorofil, dan kandungan cadangan makanannya adalah glikogen, serta jaringan tubuhnya tidak pernah membentuk jaringan kompleks yang menunjukkan hal yang jauh berbeda sifat dengan tumbuhan, sehingga ia dimasukkan Kingdom sendiri, yaitu Mycota. 

Satu hal lagi adalah golongan bakteri, sekalipun selnya memiliki dinding yang terbuat dari selulosa, tetapi organisme ini tidak mampu membentuk jaringan (hanya mampu membentuk koloni), bahkan tidak mampu mengorganisasikan DNA/ADN menjadi kromosom maupun ketidakmampuannya mengemas materi inti sel menjadi satu organel nucleus, sehingga ia merupakan kelompok organisme prokariotik. Golongan organisme prokariotik ini seumur hidupnya hanya mampu membentuk tubuh satu sel atau koloni saja, sehingga ia menamakannya sebagai Kingdom Monera.

Incoming search terms:

Konsep Pemupukan Kelapa Sawit Terbaik



Advertisements

Konsep Pemupukan Kelapa Sawit Terbaik – Pemupukan adalah salah satu kegiatan yang sangat penting dalam memelihara tanaman termasuk tanaman kelapa sawit. seperti kita ketahui bahwa untuk tumbuh dan menghasilkan produksi maka akan di butuhkan unsur hara akibatnya unsur hara yang ada di dalam tanah akan habis sehingga kita akan membutuhkan pergantiannya di dalam tanah agar produksi tandan buah segar kita dapat tetap stabil dan meningkat.

Apakah itu pupuk?

Pupuk adalah suatu bahan yang berisi dari satu atau beberapa unsur hara yang akan dibutuhkan oleh tanaman karena ketersediaannya di dalam tanah telah berkurang atau habis.

Latar Belakang pemupukan kelapa sawit adalah :

Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang akibat pertumbuhan tanaman
Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang melalui hasil panen dalam hal ini adalah tandan buah segar
Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang akibat erosi
Untuk mengganti ketersediaan unsur hara yang hilang karena proses kimia lainnya

Nah setelah kita mengetahui kenapa kita harus melakukan pemupukan kelapa sawit maka selanjutnya kita akan membahas konsep dalam pemupukan kelapa sawit yang terbaik. Adapun konsep pemupukan kelapa sawit terbaik adalah 4 T alias empat T yaitu :

Tepat Tempat

Yaitu pupuk harus ditaburkan dipirngan dengan jarak minimal 50 cm dari pangkal batang

Tepat Dosis

Dosis yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman kelapa sawit

Tepat Cara

Penaburan pupuk harus dilakukan dengan cara menabur secara merata di piringan bukan melingkar berbentuk cincin

Tepat waktu

Waktu penaburan pupuk harus sesuai dengan karakter pupuk yang ditaburkan

Konsep pemupukan kelapa sawit terbaik haruslah mengikuti aturan main dari 4 T tersebut diatas sehingga produksi tanaman kelapa sawit yang di usahai akan meningkat dan tandan buah segar yang dihasilkan akan lebih besar.

Jika ada pembaca ingin bertanya mengenai cara untuk melakukan konsep diatas atau berdiskusi masalah sawit silahkan menulis dibagian komentar dan dengan senang hati penulis akan membantu.

Dosis dan Cara Pemupukan Kelapa Sawit

Dosis dan Cara Pemupukan Kelapa Sawit. Ada beberapa rekan dari petani kelapa sawit yang bertanya lewat email yang menanyakan kenapa produksi kelapa sawit mereka rendah setelah mereka mengirimkan fotonya barulah solusi dapat di berikan oleh konsultasisawit dan biasanya permasalahan produksi yang rendah tersebut disebabkan oleh bibit yang kurang jelas dan faktor yang kedua adalah kurangnya pemahaman petani tentang pemupukan kelapa sawit. Oleh karena itu maka dalam psoting kali ini disampaikan tentang dosis pemupukan kelapa sawit. Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P, K, Mg dan B (Urea, TSP, KCl, Kiserit dan Borax). Pemupukan tambahan dengan pupuk Borax pada tanaman muda sangat penting, karena kekurangan Borax (Boron deficiency) yang berat dapat mematikan tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan umur tanaman atau sesuai dengan anjuran Balai Penelitian Kelapa Sawit.

Dosis pemupukan pada tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan :

1. Urea 2,0-2,5 diberikan 2x aplikasi

2. KCl 2,5-3,0 diberikan 2x aplikasi

3. Kiserit 1,0-1,5 diberikan 2x aplikasi

4. SP-36 0,75-1,0 diberikan 1x aplikasi

5. Borax 0,05-0,1 diberikan 2x aplikasi

Pupuk N ditaburkan merata mulai jarak 50 cm dari pokok sampai di pinggir luar piringan. Pupuk P, K dan Mg harus ditaburkan merata pada jarak 1-3 m dari pokok. Pupuk B ditaburkan merata pada jarak 30-50 cm dari pokok. Waktu pemberian pupuk sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan (September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim hujan (Maret-April) untuk pemupukan yang kedua. 

Untuk tanaman yang belum menghasilkan, yang berumur 0-3 tahun, dosis pemupukan per pohon per tahunnya adalah sebagai berikut :

1. Urea 0,40-0,60 diberikan 2 x aplikasi

2. KCl 0,20-0,50 diberikan 2 x aplikasi

3. Kiserit 0,10-0,20 diberikan 2 x aplikasi

4. SP-36 0,25-0,30 diberikan 1 x aplikasi

5. Borax 0,02- 0,05 diberikan 2 x aplikasi

Pupuk N, P, K, Mg, B ditaburkan merata dalam piringan mulai jarak 20 cm dari pokok sampai ujung tajuk daun. Waktu pemupukan sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan (September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim hujan (Maret-April) untuk pemupukan yang kedua.

Incoming search terms:

Ciri-ciri Bibit Sawit Abnormal di Main Nursery

Berikut adalah Ciri-ciri Bibit Sawit Abnormal di Main Nursery yang harus anda ketahui, jika anda tidak tahu nanti akan berakibat fatal pada budidaya sawit anda, dan berikut ciri-cirinya : 

Kerdil (runt/stunted)
BIbit erect, akibat faktor genetik, daun tumbuh dengan sudut yang sangat sempit/tajam terhadap sumbu vertikal sehingga tumbuh tegak.
Bibit yang layu dan lemah (limp)
Bibit Flat top,akibat faktor genetik, daun yang baru tumbuh dengan ukuran yang makin pendek dari daun yang lebih tua, sehingga tajuk bibit terlihat rata.
Short Internode, Jarak antara daun dan tulang pelepah (rakhis) terlihat sangat dekat dan bentuk pelepah tampak pendek.
Wide Internode, Jarak antara daun pada rakh

Teknik Pembibitan Utama (Main nursery) Kelapa Sawit

Pembibitan utama merupakan tahap kedua dari sistem pembibitan dua tahap. Di pembibitan utama bibit dipelihara dari umur 3 bulan hingga 12 bulan.

Persiapan dan Pengolahan Tanah

Persiapan dilakukan dengan meratakan areal yang akan dijadikan sebagai lokasi pembibitan utama. Membersihkan semua areal dari gulma dan kayu-kayuan yang dapat menganggu dari proses pelaksanaan pembibitan utama.

Pemancangan

Jarak tanam bibit di pembibitan main-nursery tergantung dari lamanya bibit di pelihara di main-nursery. Setelah persiapan areal pembibitan selesai/bersih, kemudian dibagi menjadi blok-blok, tiap blok di bagi lagi menjadi petak-petak dan anak petak, jalan serta parit maka pelaksanaan pemancan

Alasan Perlunya Sistem Pertanian Terpadu



Advertisements

Sekitar 200 tahun yang lalu, Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya hingga saat ini. Dalam teorinya, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang. Malthus melukiskan sebuah kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur atau tingkat geometrik setiap 30 – 40 tahun. Sementara itu karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik (Todaro dan Smith, 2004).

Sebagai gambaran yang bisa mendukung teori Malthus adalah bahwa populasi penduduk dunia pada tahun 1950 hanya 2,5 milyar dan meningkat menjadi 5,3 milyar pada 1990 dan pada 2030 akan menjadi 8,9 milyar. Maka benarlah jika pertumbuhan populasi penduduk mengikuti deret ukur sebagaimana disampaikan oleh teori Malthus. Besarnya pertumbuhan penduduk selanjutnya akan meningkatan permintaan akan pangan. 

The World Food Summit-FAO di Roma pada 1997 memprediksi bahwa produksi pangan dan pakan di negara berkembang harus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050. Peningkatan tersebut untuk memenuhi tuntutan populasi manusia yang diperkirakan meningkat dua kali lipat dan aspirasi mereka untuk standart hidup yang lebih tinggi. Menurut laporan PBB tahun 2005, permintaan pangan meningkat 70 – 85 % dalam 50 tahun kedepan dan air bersih meningkat antara 30 – 85 %. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan pangan sehingga terdapat satu disparitas yang tumbuh antara peningkatan populasi dunia dengan kapasitas produksi pangan dunia yang lajunya lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk. Disparitas tersebut ditunjukkan oleh penyediaan pangan perkapita terus menurun di dunia.

Dunia telah berusaha dalam meningkatkan produksi pangan agar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Revolusi hijau telah berhasil mencukupi pangan pada era 60 – 80 an melalui penggunaan mesin, pupuk, pestisida dan bibit unggul. Banyak negara yang menikmati hasil dari revolusi hijau termasuk Indonesia yang berhasil mencapai swasembada beras pada 1984 melalui program Bimas. Namun saat ini, revolusi hijau telah terbukti menimbulkan beragam masalah. 

Tanah menjadi berkurang kesuburannya akibat penggunaan pupuk yang berlebihan. Indikator rusaknya tanah akibat pengunnaan pupuk kimia yang berlebihan adalah tanah pertanian yang teksturnya semakin keras. Selain itu, kenaikan produksi dapat terjadi jika dibarengi dengan peningkatan penggunaan pupuk. Efek negatif lainnya adalah degradasi lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Banyak produk pertanian yang terkontaminasi oleh pestisida dan berakibat buruk pada kesehatan terutama penyebab penyakit degeneratif. Penggunaan pestisida yang berlebihan juga menimbulkan banyak hama yang resisten apalagi didukung oleh penanaman yang sejenis (monokultur).

Yang paling penting untuk ditindaklanjuti adalah berkurangnya nilai yang diterima petani akibat besarnya biaya input dalam pertanian. Revolusi hijau menuntut input dengan biaya yang besar seperti benih, pupuk, pestisida, energi, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja. Besarnya biaya input menyebabkan hasil yang diperoleh petani semakin kecil, terutama petani rakyat yang mempunyai lahan kecil dan menggantungkan modalnya kepada rentenir. Apalagi nilai hasil pertanian saat ini secara nominal lebih tinggi namun secara riil semakin berkurang.

Data Bank Dunia dalam “2001 World Development Indicators” memperlihatkan bahwa secara agregat indeks harga pertanian pada 1960 nilainya 208, dan pada 2000 menjadi 87 sehingga nilai riil pertanian berkurang 2,39 kali. Secara lebih rinci, dengan menggunakan nilai dolar pada 1990 maka harga riil pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1960, beberapa komoditas pertanian penting semuanya menjadi lebih murah. Harga beras tahun 2000 lebih murah 2,58 dari tahun 1960. Begitu juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi arabika, teh, kelapa sawit, beras, jagung, dan gula. Maka wajar jika banyak petani mengeluhkan nilai komoditas pertanian yang semakin murah dan tidak ada harganya dibandingkan dengan komoditas non pertanian. 

Jika pada tahun 1980 petani dengan lahan 1 ha saja sudah bisa menjadi saudagar maka saat ini petani dengan lahan 1 ha hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan catatan tidak ada gagal panen. Ketidakadilan yang dialami petani rakyat dalam skala yang lebih luas juga terjadi karena negara berkembang hanya dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan menjadi pasar dari hasil pengolahan bahan baku yang dilakukan oleh negara berkembang. Petani menjual produk dengan harga murah dan terus murah dan membeli hasil olahan yang mahal dan terus mahal.

Peran Peternakan dalam Sub Sektor Pertanian

Peternakan adalah salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari peternakan dapat digambarkan melalui pemanfaatan produk-produknya. Produk peternakan diasosiasikan dengan standart hidup yang tinggi dimana ketika standart hidup meningkat maka konsumsi produk ternak meningkat. Daging, telur dan susu berikut produk olahannya selalu dijadikan standart kecukupan protein. Dan konsumsi produk peternakan di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara lain khususnya negara maju atau dengan kata lain standart kehidupan di Indonesia cukup rendah.

Namun permasalahan yang cukup mengkhawatirkan dalam peternakan adalah persaingan antara pakan dan pangan. Sistem pemberian pakan dalam peternakan menggunakan sumberdaya yang sama dengan yang dimakan manusia. Serealia dan tepung kedele adalah komponen terbesar pakan ternak yang juga dikonsumsi oleh manusia. Diperkirakan hampir 50% dari supply biji-bijian dunia dikonsumsi ternak. Jika semua biji-bijian dunia dicadangkan untuk konsumsi manusia saja maka akan cukup untuk memberi makan 9 – 10 milyar penduduk dunia pada titik mana populasi dunia diharapkan akan stabil.

Oleh karena itu, pemecahan terhadap masalah memenuhi kebutuhan pangan di tahun mendatang adalah mengembangkan sistem produksi ternak yang tidak tergantung pada biji-bijian serealia.

Keuntungan lain dari alternatif sistem pakan bukan biji-bijian akan membawa kepada pengurangan kontaminasi lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan keragaman hayati dan produk ternak yang lebih baik mutunya. Karenanya tiap intervensi yang melibatkan ternak harus didasarkan pada peran sinergis mereka dalam manfaat sistem pertanian keseluruhan ketimbang sebagai penghasil daging, susu atau telur yang menggunakan pakan bersaing dengan kebutuhan manusia. Sistem peternakan yang menggunakan pakan sama dengan pangan hanya akan mengakumulasi masalah dimasa mendatang, apalagi sekarang pangan tidak hanya digunakan sebagai pakan tetapi juga energi. Tentu diperlukan terobosan dalam bidang peternakan untuk menjaga keberlanjutan sistem pertanian secara keseluruhan.

Pernyataan Ahli tentang Pertanian Terpadu dan Keberlanjutan

Berikut ini adalah pernyataan para ahli mengenai pertanian terpadu dan keberlanjutan yang sangat relevan untuk dikembangkan lebih lanjut. Prof Chan menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk berharap pembangunan berkelanjutan bila tetap menghambur-hamburkan sumber daya alam. Hari dimana orang menyadari bahwa limbah sekali waktu adalah makanan dan ilmu dan teknologi bergandengan dengan akal budi manusia merubah limbah menjadi sumber daya, baru kita bicara mengenai keberlanjutan. Selain itu, Preston dan Murgueitio (1994) juga menyatakan bahwa penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam terbarukan akan difasilitasi ketika pakan ditanam, hewan diberi pakan dan kotoran didaur ulang pada lahan yang dapat mengurangi penggunaan input impor termasuk energi.

Definisi Sistem Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.

Cakupan pertanian sendiri sangat luas, namun sesunguhnya pertanian merupakan interaksi dalam suatu ekosistem yang membentuk pertanian secara keseluruhan. Contohnya adalah suatu kawasan yang ditanami jagung. Apa yang terjadi bila di kawasan tersebut tidak tersedia ternak ruminansia? Hubungan timbal balik akan terjadi bila ada ternak di kawasan tersebut. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Ekspedisi Sungai Citarum yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan bagaimana limbah peternakan di daerah Lembang mencemari sungai dari hulu hingga hilir padahal banyak orang yang bergantung pada keberlangsungan sungai Citarum.

Bagaimana Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu

Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Model Sistem Pertanian Terpadu di Pedesaan

Sistem pertanian terpadu konvensional Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani kita pada masa lalu,namun sekarang sudah banyak ditinggalkan.
Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme).
Sistem pertanian terpadu sekaligus manajemen limbah terpadu (IF-IWM)
Sistem Pertanian Organik

Sistem Pertanian Terpadu Konvensional.

Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani di masa lalu, namun saat ini sudah banyak ditinggalkan. Tumpang sari antara peternakan ayam dan balong ikan dimana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan dimana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum mencerminkan siklus yang berkelanjutan.

Model pertanian terpadu konvensional

Tumpang sari antara petemakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagal pakan lkan
Tumpang sari antara tanaman palawija dan petemakan, di mana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan temak kambing atau sapi dan kotoran temak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan.
Cina tradisional, kandang hewan dibangun di atas kolam sehingga limbah hewan jatuh langsung ke dalam air memberi bahan bakar kepada ekosistem kolam. Atau di Jawa Barat MCK dibangun di atas kolam ikan. Diperoleh ikan dan air kolam dengan ekstra unsur hara untuk mengairi tanaman. Sisa-sisa tanaman dibuang balik kedalam kolam untuk menciptakan satu “sistem tertutup”
Sistem kuno yang menggunakan limbah manusia dan hewan (night soil) untuk menyuburkan kolam ikan direintroduksi dengan simpul baru: satu bioreaktor yang memungkinkan bakteri anaerobik memroses limbah lebih cepat dan lebih aman menjadi sumberdaya pertanian yang bermanfaat.
Sistem Terpadu dengan Teknologi EM (effective micro-organisme).

Sistem Pertanian Terpadu Modern.

Sistem pertanian terpadu modern memadukan pertanian dan peternakan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada dalam sistem. Petani bisa menanam padi, jagung, palawija dan hasil pertanian lainnya. Selain itu petani juga beternak sapi, kambing, ayam atau hewan ternak lainnya. Hasil yang bisa diperoleh petani dari pertanian adalah hasil utama seperti beras, jagung, kedele, dll. Dari hasil utama ini maka petani bisa menjualnya atau dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil sampingnya adalah limbah pertanian yang berupa jerami padi, dedak, bekatul, jerami jagung. 

Limbah pertanian tersebut bisa digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki nutrisi yang tinggi dan tahan lama. Caranya adalah mencampur limbah pertanian dengan mikroorganisme dekomposisi dan ditambah urea plus tetes. Hasilnya adalah pakan ternak yang bergizi dan mampu tahan hingga 1 tahun lamanya. Bayangkan jika seluruh limbah pertanian diolah dan digunakan sebagai pakan ternak. Tentu para petani tidak akan kekurangan pakan ternak yang pada musim kemarau sulit di dapat. Selain itu akan menurunkan biaya produksi karena rendahnya biaya pakan. Bekatul, dedak, limbah kacang, limbah kedele, ampas tahu dan ampas tempe bisa digunakan sebagai pakan konsentrat untuk meningkatkan pertumbuhan ternak.

Hasil utama yang didapat petani dari peternakan adalah daging, susu, telur dan bibit (anakan). Hasil utama tersebut sudah biasa dalam sistem peternakan karena memang hasil tersebutlan yang ingin didapatkan. Hasil samping dari peternakan adalah berupa kotoran dan dari kotoran ternaklah terutama ternak ruminansia banyak manfaat yang bisa diperoleh. 

Manfaat tersebut Pertama adalah kompos. Kompos diperoleh dari kotoran ternak yang difermentasi dan dicampur dengan dedak selama 3-5 hari. Kompos digunakan sebagai pupuk untuk tanaman yang bisa memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan kemampuan kemampuan menahan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah, meningkatkan pH tanah, dll. Bila satu hari saja kotoran yang didapat dari satu ekor sapi sebanyak 25 kg, bisa dibayangkan berapa banyak kompos yang bisa dihasilkan. Banyaknya kompos yang dihasilkan bisa dijadikan substitusi bagi pupuk kimia yang mengurangi biaya input bagi petani. Potensi pengembangannyapun semakin besar karena nilai hasil pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan dengan pertanian biasa. Selain itu, pemasok pertanian organik masih sedikit sehingga ada peluang besar bagi yang memanfaatkannya.

Manfaat ketiga adalah bokhasi. Bokashi mirip dengan kompos, namun komponen utamanya adalah jerami padi atau limbah pertanian lainnya yang diolah menjadi pupuk. Penggunaanya pun mirip dengan kompos namun cara membuatnya sedikit lebih lama daripada kompos. Keempat adalah biogas. Biogas adalah sebuah sistem dari bakteri pembentuk gas metan secara anaerob dengan memanfaatkan bahan-bahan organik. Sumber utama bakteri pembentuk gas metan adalah hewan ruminansia. Dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai sumber bakteri gas metan maka akan didapatkan sumber energi yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan. 

Dari 1 ekor sapi maka energi biogas yang diperoleh setara dengan memasak 2-3 jam penuh. Bisa dibayangkan jika sapi di Indonesia yang jumlahnya 10 juta bisa digunakan sebagai sumber energi biogas? Akan banyak manfaat yang bisa diperoleh darinya. Selain menghasilkan biogas, reaktor biogas juga menghasilkan pupuk cair dan pupuk padat organik yang siap digunakan. Pupuk organik yang dihasilkan dari reaktor biogas memiliki nilai yang lebih tinggi karena manfaatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Biogas juga berperan dalam memutus siklus penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. 

Hal ini disebabkan karena kotoran ternak yang mengandung penyakit akan masuk ke dalam reaktor yang anaerob. Hanya bakteri penghasil gas metanlah yang mampu hidup di dalamnya dan hampir semua organisme aerob termasuk mikroorganisme penyakit akan mati. Oleh karena wajar jika biogas dapat dijadikan pemutus rantai penyakit.

Kelima adalah urine ternak dan limbah cair lainnya dari yang bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair. Limbah cair paling banyak dihasilkan dari peternakan sapi perah, namun peternakan yang lain juga menghasilkan limbah cair yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kegunaan pupuk cair banyak untuk pupuk tanaman hias yang diberikan secara semprot atau kegunaan lainnya. Manfaat terakhir adalah kotoran ternak sebagai pakan ternak. Kotoran ternak yang bisa digunakan sebagai pakan ternak adalah kotoran ayam karena kandungan protein kotoran ayam yang masih tinggi. Begitu juga kotoran kambing juga layak dijadikan pakan ternak. 

Cara pemanfaatannya adalah kotoran ternak diberikan mikroorganisme dekomposisi dan di simpan selama waktu tertentu yang kemudian ditepungkan untuk siap digunakan. Karena nilai proteinnya masih tinggi maka tepung kotoran ternak bisa dijadikan substitusi jagung, kedele atau sumber protein lainnya yang biasa digunakan sebagai pakan ternak. Namun pemanfaatan kotoran ternak sebagai pakan masih belum banyak dilakukan karena adanya nilai kepantasan bagi yang mengkonsumsi.

Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bagaimana sistem pertanian terpadu bekerja. Pertanian menghasilkan hasil utama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh petani. Namun hasil samping pertanian menjadi input bagi peternakan. Petani juga bisa mendapatkan hasil utama peternakan dan hasil samping peternakan menjadi input bagi pertanian. Ketersediaan input dari dalam sistem pertanian terpadu sangat memberikan manfaat bagi petani dan lingkungan. Dan alamlah yang memberikan contoh dalam menerapkan keseimbangan sistem pertanian terpadu.

Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali serta beberapa wilayah sentra pertanian di Indonesia.
Memadukan budl.daya tanaman, perkebunan,petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan.
Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan, misalnya padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan sebagainya.
Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali.
Limbah organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang cepat.
Bokhasi dapat digunakan sebagal pupuk pertanian dan pakan ternak atau ikan.
Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik.
Ide dasar pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
Model pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi darl luar sistern pertanian untuk menghasilkan produk pertanian.
Proses fermentasi dapat menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak. Sehingga masukan energi dari luar sistem pertanian dapat diperkecil atau ditiadakan sama sekali.
Demikian juga dalam bidang budi daya tanaman, limbah tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kemball sebagai pupuk melalui proses fermentasi.

Hakekat Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. 

Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.

Pengertian Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.

Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. 

Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah.

Penerapan Pertanian Terpadu

Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. 

Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.

Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. 

Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.

Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. 

Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.

Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : 

tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, 
meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, 
meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, 
mengurangi penggunaan herbisida, 
meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan 
meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.

Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P. Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.

Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu…….Kenapa Tidak???

Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara
Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.
Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan
Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja
Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak azasi mereka.

Tanaman pertanian, Tanaman perkebunan, Tanaman hutan, dan Tanaman air

Tanaman pertanian, Tanaman perkebunan, Tanaman hutan, dan Tanaman air
1) Tanaman pertanian
Tanaman pertanian merupakan tanaman hasil pertanian yang meliputi hasil sawah, tegal dan ladang. Contoh tanaman pertanian adalah padi, sayur-sayuran, buah-buahan, gandum dan ubi.
2) Tanaman perkebunan
Tanaman perkebunan terdiri dari tanaman perkebunan di dataran tinggi dan di dataran rendah. Contoh tanaman perkebunan di dataran tinggi adalah cengkih, teh dan tembakau. Sedangkan contoh tanaman perkebunan di dataran rendah adalah kelapa, karet, tebu, dan kelapa sawit. Masing-masing tanaman perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Misalnya karet digunakan untuk membuat ban, tebu

Bagian Batang Tumbuhan | Petani Hebat



Advertisements

Bagian Batang Tumbuhan merupakan sistem berselang-seling yang terdiri dari Buku (node),tempat dimana daun melekat pada batang, Ruas (internode), bagian batang di antara buku-buku; Tunas axiler (axillary bud),yang terbentuk antara sudut masing-masing daun dengan batang dan memiliki potensi unutk membentuk suatu tunas cabang. Sebagin besar tunas aksiler yang masih muda dorman. Setelah mengakhiri masa dormansi, suatu tunas aksiler akan menjadi cabang vegetatif yang lemgkap dengan tunas terminal, daun-daun dan tunas aksiler dan Tunas terminal (terminal bud), merupakan pusat pertumbuhan tunas yang masih muda, terletak pada bagian apeks (ujung) batang.

Pola Percabangan Batang

Batang suatu tumbuhan ada yang bercabang ada yang tidak, yang tidak bercabang kebanyakan dari golongan tumbuhan yang berbiji tunggal (Monocotyledoneae), misalnya jagung (Zea mays L.). Umumnya batang memperlihatkan percabangan banyak atau sedikit.

Kerangka tumbuhan diabangun oleh sejumlah sumbu. Suatu sumbu (baik cabang atau sumbu utama) bisa dibangun denngan cara sebagi berikut:

Cara percabangan monopodial, yaitu jika batang pokok selalu lebih jelas, karena lebih besar dan lebih panjang (lebih cepat pertumbuhannya) daripada cabang-cabangnya, misalnya pohon cemara (Casuarina equisetifolia L.).
Percabangan simpodial, sumbu tubuh menghasilakn ruas dan buku namun di suatau saat meristem apikal tidak berfungsi lagi oleh karen membentuk bunga atau berdiferensiasi membentuk parenkim atau karena sebab lain. Dari kuncup aksilar di ketiak daun dekat di daerah meristem apikal yang tidak berfungsi itu akan tumbuh cabang yang arahnya sejajar sumbu sebelumnya dan tumbuh serpeti sumbu yang diagantikannya. Batang pokok sukar ditentukan, karen adalam perkembagan selanjutnya mungkin lalu menghentika pertumbuhannya atau kalah besar dan kalah cepat pertumbuahnnya dibandingkan dengan cabangnya, misalnya pada sawo manila (Achros zapota L.).
Percabangan mengarpu atau dikotom, yaitu cara percabangan, yang batang setiap kali menjadi dua cabang yang sama besarnya, hal ini adalah akibat titik tumbuh menjadi dua bagian yang sama, seperti pada Selaginella, nipah (Nypa fruticans) dan Asclepias. Kadang-kadang percabangan tampak seperti dikotom namun jika diamati secara cermat terlihat ujung sumbu utama yang terhenti. Percabangan seperti ini disebut dikotom semu, misalnya paku rane (Glaichenia linearis). Dikotom semu juga bisa terjadi jika cabang dekat ujung sumbu tumbuh dengan kuat sehingga mencapai penampakan yang setara dengan sumbu utama yang sedikit terdesak dan keduanya bersama-sama tampak seperti garpu.

Modifikasi Batang

Batang pada suatu tumbuhan dapat mengalami sutau modifikasi menjadi bentuk-bentuk lain antara lain:

Rimpang (rhizoma). Rimpang sesungguhnya adalah batang beserta daunnya yang berada di bawah tanah, bercabang-cabang dan tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul di atas tanah dan dapat merupakan suatu tanaman baru. Rimpang selain sebagai alat perkembagbiakan juga merupakan tempat penimbunana zat-zat cadangan makanan, misalnya pada tasbih (Canna udulis Ker.) Dan kerut (Maranta arundinacae L.). Bahwasannya alat ini adalah penjelmaan batang dan bukan akar, dapat dilihat dari tanda-tanda berikut : Beruas-ruas, berbuku-buku, akar tidak pernah bersifat demikian. Ruas biasanya pendek dan tebal seperti pada lengkuas; Berdaun, tetapi daunnya telah menjelma menjadi sisik-sisik, daun yang melekat pada buku berbentuk sisik yang tipis seperti selaput dan tidak hijau; Mempunyai kuncup-kuncup; Tumbuhnya tidak ke pusat bumi atau air, malahan kadang-kadang lalu ke atas, muncul di atas tanah. Diujungnya yang termuda rimpang tumbuh monopodial atau sipodial, dan tunas terminal dapat tumbuh tegak menghasilkan batang yang mengelilingi pelepah daun serta diujungnya menghasilkan bunga. Dalam hal itu percabangan terjadi karena ketiak didekatnya tumbuh horisontal dan memperpanjang rimpang. Sementara itu bagian proksima (pangkal), membusuk. Jika pembusukan mencapai bagian yang panjang maka kedua cabang akan terpisah sehingga terjadilah ramet baru.
Umbi lapis (bulbus). Juga umbi lapis ini jika ditinjau asalnya adalah penjelmaan batang berserta daunnya. Umbi ini dinamakan umbi lapis, karena memperlihatkan susunan yang berlapis-lapis, yaitu yang terdiri atas daun-daun yang telah menjadi tebal, lunak dan berdaging, merupakan bagian umbi yang menyimpan zat makanan cadangan, sedang batangnya sendiri merupakan bagian yang kecil pada bagian bawah umbi lapis itu. Umbi ini terselubung oleh lapisan luar yang kering dan tipis seperti selaput. Penutup yang juga dinamakan tunika berperan sebagi pelindung terhadap kekeringan dan luka mekanik terhadap umbi. Sisik berdaging tersusun sebagai lapisan kontinu dan konsentris sehingga berstruktur padat. Pada umbi lapis dapat dibedakan bagian-bagian berikut: Subang atau cakram (disicus). Bagian inilah yang merupakan batang yang sesungguhnya, tetapi hanya kecil dengan ruas-ruas yang amat pendek, mempunyai bentuk seperti cakram, padanya terdapat pula kuncup-kuncup; Sisik-sisik (tunika atau squama), yaitu bagian yang merupakan penjelmaan daun-daunnya yang menjadi tebal, lunak dan berdaging, yang seperti telah di sebutkan, merupakan bagian tempat untuk menyimpan zat makanan cadangan. Kuncup-kuncupnya (gemmae), yang dapat di bedakan lagi dalam: Kuncup pokok (gemma bulbi), yang sesungguhnya adalah kuncup ujung, yang terdapat pada bagian atas cakram yang tumbuh ke atas mendukung daun-daun biasa, serta bunga;Kuncup samping, yang biasanya tumbuh merupakan umbi lapis kecil-kecil, berkelompok di sekitar umbi induknya. Bagian ini dinamakan siung (bulbus) atau anak umbi lapis, seperti misalnya pada bawang merah (Allium cepa L.); Akar-akar serabut terdapat pada bagian bawah cakram. Umbi lapis menurut sifat sisiknya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:Yang selapis, jika daunnya merupakan bagian yang terlebar, dan bagin yang lebih luar menyelubungi bagian yang lebih dalam, hingga jika umbi diiris membujur akan tampak jelas susunannya yang berlapis-lapis, misalnya umbi lapis bawang merah; Yang bersisik, jika metamorfosis daun-daunnya tidak merupkan bagin yang lebar yang dapat merupakan selubung seluruh umbi, melainkan tersusun seperti genting, misalnya umbi lapis pada lilia (Lilium candidum L.). Pada bunga leli (Lilium longiflorum) umbi ini tidak memiliki penututp kering. Sisik terpisah dan tidak sama tingginya serta semua melekat pada papan basal. Pada umumnya umbi lapis mudah rusak dan perlu dirawat agar tetap lembab, sebab akan luka bila kekeringan. Di waktu panen tampak bahwa pada umbi terdapat primordium akar. Akar tersebut tidak akan memanjang sebelum umbi ditanam dan memperoleh lingkungan yang tepat. Akar-akar tersebut tersusun dalam lingkaran di tepi bawah papan basal. Banyak jenis leli membentuk akarnya juga di bagin batang di atas umbi. Akar kontraktil yang menempel seiring pula ditemukan dan menarik umbi ke bawah sehingga mnecapai kedalaman yang sesuai. Telah dikemukakan, bahwa umbi pada umunya adalah alat tempat menimbun zat-zat makanan cadangan. Oleh sebab itu jika mulai tumbuh tunas yang baru tumbuhan makanan akan berkurang dan akhirnya umbi akan berkeriput sama sekali. Keadaan demikian nyata sekali kelihatan pada umbi yang kasip pemanenan umbinya.
Umbi batang, umumnya tidak mempunyai sisa–sisa daun atau penjelmaannya, oleh sebab itu seringkali permukaannya tampak licin, buku-buku batang dan ruas-ruasnya tidak tampak jelas. Karena tidak adanya sisa daun sering kali dinamakan umbi telanjang (tuber nodus), seperti terdapat pada kentang (Solonum tuberosum L.) dan ketela rambat (Ipomoea batatas Polr.). Bahwasanyan umbi batang adalah penjelmaan batang masih terlihat dari terdapatnya kuncup-kuncup (mata) pada umbi ini, yang jika waktunya telah tiba lalu dapat bertunas dan menghasilkan tumbuhan baru. Umbi pada kentang putih adalah ujung rhizoma yang membengkak dan dikhususkan untuk menyimpan makanan. “Mata” yang tersusun dalam pola spiral di sekitar kentang adalah tunas aksiler yang menandai buku. Pada pangkal batang kentang di atas tanah tumbuh sejumlah geragih yang memasuki tanah dan menjadi panjamg. Di satu saat kegiatan meristem apeks di ujung geragih terhenti, sehingga tidak bertambah panjang, sebagian menjadi umbi kentang. Seperti halnya untuk batang yang bersumbu tegak, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan menanam sebagian batang dengan tunas ketiak padanya. Hal ini biasanya dilakukan dengan memotong umbi kentang menjadi bagin-bagian yang masing-masing memiliki beberapa tunas ketiak, yang krmudian ditanam.
Cabang pembelit (sulur dahan atau sulur cabang), yaitu alat pembelit yang terjadi dari cabang atau tunas, yang biasanya terlihat dari tempatnya, yaitu dalam ketiak daun atau berhadapan dengan daun, dan seringklali masih mendukung daun-daun kecil, misalnya pada air mata pengantin (Antigonon leptatus Hook et Arn.), markisah (Passiflora quadrangularis L.).
Duri dahan (spina caulogenum), jika merupakan penjelmaan dahan atau cabang, misalnya pada bugenvil (Bougainvillae spectabilis Willd.). Bagian tengah terdiri dari kayu yang bersambungan dengan bagian kayu dalam batang.
Geragih (flagellum, stolo) atau stolon adalah cabang yang panjang dan ramping yang berkembang dari tunas ketiak daun-daun di bagian bawah batang. Geragih berbaring di atas tanah. Pada buku-bukunya kuncup ketiak tumbuh menghasilkan daun-daun pada sumbu baru yang tegak, sedangkan di bagian bawahnya dibentuk akar sehingga terjadilah tanaamn yang baru. Jika bagin geragih diantara dua buku itu dihancuurkan dan mati akan terdapapt tanaman-tanaman baru yang saling berpisah. Cabang yang demikian dapat dibedakan lagi menjadi dua macam: Merayap di atas tanah, misalnya pada daun kaki kuda (Centella asiatika Urb.), dan arbei (Fragraria vesca L.). Merayap di dalam tanah, misalnya teki (Cyperus rotundatus L.), kentang (Solonum tuberosum L.).Stolon yang ditunjukkan tumbuhan strowberi, tumbuh pada permukaan tanah. “Pelari” ini memungkinkan suatu tumbuhan mengkoloni dan menduduki suatu daerah yang luas dan untuk bereproduksi secara aseksual jika tumbuhan tetua tunggalnya mengalami fragmentasi menghasilkan banyak keturunan yang kecil.

Arsitektur Batang

Adanya buku-buku, ruas-ruas, tunas terminal dan tunas aksilar amat penting dalalm penampilan morfologi tumbuhan. Baik kuncup aksilar yang berkembang menjadi cabang maupun perilaku kuncup terminal akan menentukan bentuk dari percabangan, bahkan keseluruhan arsitertur tumbuhan tersebut. Di bawah ini beberapa model arsitektur yang terdapat pada pohon bercabang dan pohon tak bercabang:

Pohon tak bercabang

Pohon tak bercabang adalah pohon yang bagian vegetatifnya terdiri hanya dari satu sumbu yang dihasilkan oleh satu meristem. Meristem lain pada sumbu yakni yang terdapat di kuncup aksilar tidak tumbuh dan berkembang. Berikut ini diberikan dua model yang dikenal yaitu:

Model Holttum, pada model Holttum ini batang tumbuh terbatas, ada perbungaan terminal dan tidak bercabang kecuali pada perbungaan. Contoh: Agave sp. (Agaveceae) dan Gebang (Coripha umbraculifera).
Model Corner, pada model Corner ini batang monopodial dengan perbungaan lateral dan tak bercabang. Karena posisi perbungaannnya yang lateral maka meristem apikal dapat tumbuh terus. Contoh: kelapa sawit (Elaeis guineensis, Palmae).

Pohon bercabang

Ke dalam kelompok ini termasuk semua pohon yang bagian batang di atas tanah memperlihatkan lebih dari satu sumbu dan dibentuk oleh lebih dari satu sumbu meristem. Kelompok pohon bercabang dapat dibagi menjadi tiga subkelompok sebagai berikut: Sumbu vegetatif semuanya ekivalen dan ortotrop.

Pohon terdiri dari sejumlah sumbu vegetatif yang bersambungan menjadi sumbu batang semu atau simpodiom. Berikut ini tiga model percabangan yang dikenal yaitu:

Model Tomlinson, sumbu batang ortotrop dan membentuk cabang ortotrop dari kuncup ketiak di bagian batang di bawah tanah. Sumbu baru terbentuk berulang kali dan ekivalen dengan sumbu induk dan membentuk perakaran sendiri. Pembentukan sumbu baru atau kolumner itu bisa terjadi beberapa kali. Contoh bambu yang tidak bercabang (misalnya Gaaziophyta sp.), pisang (Musa paradisiaca). Pada Euterpe oleracea (Palmae di hutan rawa Amerika tropis), perbungaan aksilar memungkinkan sumbu tumbuh terus.
Model Leeuwenberg, batang berupa simpodium, namun setiap kolumner menghasilkan lebih dari satu kolumner anak di ujungnya, yang menempati ruang yang ada. Contoh: Tabernaemontana crassa (Apocynaceae).
Model Chamberlina, sumbu vegetatif di atas tanah tumbuh tegak dan lurus, terdiri dari sejumlah kolumner yang bersinambungan menjadi sumbu semu yang lurus. Contoh: Clerodendron paniculatum (Verbenaceae), Jatropha multifida (Ephorbiaceae).

Istilah diferensiasi di sini berarti bahwa diantara sumbu-sumbu baru yang dibentuk terjadi perbedaan morfologi dan terdapat spesialisasi fungsional. Berikut ini diberiakan lima model yang dikenal:

Model Koriba, batang merupakan simpodium, kuncup terminal terhenti tumbuh karena jaringan meristem apeks berdiferensiasi menjadi parenkim. Kuncup aksilar membentuk kolumner yang semula identik namun kemudian terjadi perbedaan. Satu menjadi kolumner batang dan yang lain menjadi kolumner cabang. Contoh: pulai (Alstonia macrophylla).
Model Aubreville, batang merupakan monopodium yang tumbuh ritmis, sehingga mengakibatkan cabang plagiotrop tersusun dalam lapisan-lapisan terpisah. Contoh: ketapang (Terminalia catappa, Combretaceae).
Model Rauh, batang merupakan monopodium ortotrop. Pertumbuhan ritmis mengakibatkan cabang tersusun dalam karangan, cabang juga bersifat ortotro. Oleh karena monopodium maka sumbu dapat tumbuh tak terbatas. Contoh: getah perca (Hevea brasiliensis, Euphorbiaceae) dan Pinus merkusi (Pinaceae).
Model Massart, batang merupakan monopodium ortotrop, pertumbuha rutmis mengakibatkan cabang tersusun dalam karangan. Filotaksis pada batang adalah spiral. Cabang bersifat plagiotrop dengan filotaksis distrik atau cenderung distrik. Cabang dapat bersifat simpodial atau monopodial. Contoh: pala (Myristica fragrans, Myristicaceae), kapok (Ceiba pentandra, Bombaceae).
Model Raux, batang merupakan monopodium ortotrop. Cabang bersusun kontinu atau tersebar dan fiotaksis batang adalah spiral. Cabang plagiotrop dan filotaksis distrik atau cenderung distrik. Cabang dapat simpodial maupun lebih sering monopodial. Contoh kopi (Coffea arabica, Rubiaceae), kenanga (Cananga odorata, Annonaceae), durian (Duriozibethinus, Bombaceae).

Pohon bercabang, tinggi pohon dicapai dengan penyambungan sumbu yang ekivalen namun struktur setiap sumbu itu sendiri berupa campuran. Setiap sumbu terdiri dari bagian bawah yang vertikal dan bagian ujung yang horizontal, dan kedua bagian itu dipisahkn oleh lengkungan. Berikut ini diberikan dua model yang dikenal:

Model Champagnat, batang berupa simpodium. Bagian distal setiap kolumner melengkung karena terlalu berat dan tidak didukung oleh jaringan penyokong yang cukup. Filotaksis spiral terdapat pada sumbu. Bagian distal dapat menghasilkan beberapa sumbu yang juga melengkung. Contoh: Sambucus nigra (Caprifoliaceae), Thunbergia erecta (Acanthaceae), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima, Caesalpinieae).
Model Troll, batang berupa simpodiuum, semua sumbu berarah plagiotrop sejak dini, sehingga semua sumbu bersifat horizontal, sifat dorsifentral, filotaksis distik atau cenderung distik. Pohon berbunga setelah dewasa. Pembentukan batang yang tegak terjadi setelah daun gugur. Contoh flamboyan (Delonix regia, Caesalpinioideae). Sumbu-sumbu pertama ortotrop namun sumbu berikutnya akan berbeda dan setelah dewasa sumbu baru yang dihasikan hamyalah plagiotrop. Contoh lain sirsak (Annona muricata, Annonaceae) dan daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea, Caesalpinioideae).[ps]

Incoming search terms: