Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

3 Tipe Kelapa Sawit | Petani Hebat



Advertisements

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari

Dura,
Pisifera, dan
Tenera.

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.

Hasil tanaman

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.

Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Incoming search terms:

Sejarah Kelapa Sawit | Petani Hebat



Advertisements

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia ), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit

mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).

Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.
Manfaat dan Keunggulan Tanaman Kelapa Sawit

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik, dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan arang aktif.

Kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (seperti kacang kedele, kacang tanah dan lain-lain), sehingga harga produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (22 tahun) juga akan turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg / th setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsimsi per kapita.

Peranan Kelapa Sawit dalam Perekonomian Indonesia

Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya) mempunyai peran yang cukup strategis, karena : (1) Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Ini penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat sehinga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masarakat. (2) Sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak. (3) Dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Sejarah sawit indonesia tercatat bahwa sampai pertengahan tahun 1970 an minyak kelapa merupakan pemasok utama dalam kebutuhan minyak nabati dalam negeri. Baik minyak goreng maupun industri pangan lainnya lebih banyak menggunakan minyak kelapa dari pada minyak sawit. Produksi kelapa yang cenderung menurun selam 20 tahun terakhir ini menyebabkan pasokannya tidak terjamin, sehingga timbul krisis minyak kelapa pada awal tahun 1970. Di sisi lain, produksi minyak kelapa sawit cenderung meningkat sehingga kedudukan minyak kelapa digantikan oleh kelapa sawit, terutama dalam industri minyak goreng. Dari segi perolehan devisa, selama beberapa tahun terkhir ini kondisinya kurang baik. Volume ekspor selama dekade terakhir ini memang selalu meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak selalu diikuti oleh peningkatan dalam nilainya. Hal ini terjdi karena adanya fluktuasi harga di pasaran Internasional.

Ciri-ciri Fisiologi Kelapa Sawit

Daun

Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.

Batang

Batang tanaman kelapa sawit diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.

Akar

Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Bunga

Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Buah

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah.

Buah terdiri dari tiga lapisan:

a) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.

b) Mesoskarp, serabut buah

c) Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit



Advertisements



Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai sekitar 15 °LU-15 °LS. Untuk ketinggian pertanaman kelapa sawit yang baik berkisar antara 0-500m dpl. Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan sekitar 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit sekitar 29-30 °C. Intensitas penyinaran matahari yang baik tanaman kelapa sawit sekitar 5-7 jam/hari.

Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90 % untuk pertumbuhan tanaman. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Untuk nilai pH yang optimum di dalam tanah adalah 5,0–5,5. Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah, Semakin besar respon tanaman, semakin banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi (Arsyad,2012).

Tanah sedikit mengandung unsur hara tetapi memiliki kadar air yang cukup tinggi. Sehingga cocok untuk melakukan kebun kelapa sawit karena memiliki kemampuan tumbuh yang baik, memiliki daya adaptif yang cepat terhadap lingkungan (Adriadi,2012). Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari sekitar 15°. Kemampuan tanah dalam meyediakan hara mempunyai perbedaan yang sangat menyolok dan tergantung pada jumlah hara yang tersedia, adanya proses fiksasi dan mobilisasi, serta kemudahan hara tersedia untuk mencapai zona perakaran tanaman (Arsyad,2012). Minyak sawit ditanam sebagai industri tanaman perkebunan, sering (terutama di Indonesia) pada hutan hujan baru dibersihkan atau hutan rawa gambut bukan pada lahan yang sudah terdegradasi atau bekas lahan pertanian (Mukherjee,2009).

Incoming search terms:

Jenis-jenis Kelapa Sawit | Petani Hebat



Advertisements

Jenis Dari Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan tebal tipisnya cangkang dan daging buah tanaman kelapa sawit, yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Dura

Jenis dura memiliki ciri-ciri yaitu: tebal cangkangnya sekitar 2-8 mm, kemudian tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar cangkang. Pada daging buah relatif tipis, daging biji besar dengan kandungan minyak rendah, banyak digunakan sebagai induk betina dalam program pemuliaan.

2. Pisifera

Jenis pisifera memiliki ciri-ciri yaitu: tebal cangkangnya sangat tipis (bahkan hampir tidak ada), kemudian daging buah lebih tebal dari pada daging buah jenis Dura, daging biji sangat tipis, tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain, dengan persilangan diperoleh jenis Tenera. Pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk tanaman komersial, tetapi digunakan sebagai induk jantan.

3. Tenera

Jenis tenera ciri-ciri antara lain: tebal cangkangnya tipis 0,5-4 mm, terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung, daging buah ini sangat tebal, tandan buah lebih banyak (tetapi ukurannya lebih kecil), merupakan hasil persilangan Dura dengan Pisifera. Jenis tenera merupakan yang paling banyak ditanam dalam perkebunan dengan skala besar di sekitar. Umumnya jenis ini menghasilkan lebih banyak tandan buah.

Kelapa sawit memiliki karakteristik tertentu sesuai dangan orijinnya. Persilangan antara Dura (D) dan Pisifera (P) menghasilkan bahan tanaman komersial jenis Tenera (T atau DP). Karakteristik Tenera merupakan rekombinasi antara sifat sifat Dura dan Pisifera. Tetua Dura yang digunakan sebagai materi dasar persilangan sebagian besar berasal dari Dura Deli sedangkan tetua Pisifera berasal dari berbagai orijin (Raisawati,2010).

Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Kandunganya



Advertisements

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini mengembangkan teknologi pengomposan yang telah dipatenkan dengan menggunakan bahan baku limbah kelapa sawit (Patent No. S00200100211, Guritno et al., 2001 dalam PPKS, 2008). Teknologi ini memungkinkan tercapainya “zero waste” pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS), yang berarti semua limbah di PKS akan terolah sehingga tidak ada lagi limbah yang dibuang ke lingkungan. Kompos TKKS tersebut telah dimanfaatkan baik untuk tanaman kelapa sawit itu sendiri, tanaman pangan maupun tanaman hortikultura (PPKS, 2008).

TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama 1 jam, maka akan dihasilkan sebanyak 23 ton (Yunindanova, 2009).

Kandungan nutrisi kompos tandan kosong kelapa sawit: C 35%, N 2,34%, C/N 15, P 0,31%, K 5,53%, Ca 1,46%, Mg 0,96%, dan Air 52%. Kompos TKKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia (Widiastuti dan Panji, 2007). 

Peningkatan pertumbuhan akar dalam tanah yang ditambahkan dengan pupuk atau bahan organik sisa-sisa pembusukan, dapat meningkatkan produksi akar-akar cabang dalam tanah yang diaplikasikan pupuk tersebut. Setiap penambahan pupuk dapat mendorong seluruh pertumbuhan tanaman dan secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan akar pada seluruh kedalaman perakaran normal dan bahkan mendorong perakaran lebih dalam (Muslim, 2009).

Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pemberian bahan organik tanah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, asam oksalat dan asam tatrat akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.

Title : Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Kandunganya
Description : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) saat ini mengembangkan teknologi pengomposan yang telah dipatenkan dengan menggunakan bahan baku limb…
Rating : 5

Incoming search terms:

Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit | Petani Hebat

Pohon Kelapa Sawit terdiri dari dua spesies Arecaceae atau famili Palma yang digunakan untuk pertanian komersil untuk menghasilkan minyak kelapa sawit. Pohon kelapa sawit afrika, Elaeis guineensis Jacq, berasal dari Afrika Barat di antara Angola dan Gambia, sedangkan pohon kelapa sawit amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Adapun klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Palmaceae
Sub keluarga : Cocoideae
Genus

Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia yang beriklim panas, namun sebelum memutuskan untuk mulai membuka lahan, perlu diketahui kesesuaian lahan agar tanamana kelapa sawit dapat tumbuh secara optimal.

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

1. Curah Hujan

Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah di atas 2.000 mm dan merata sepanjang tahun. hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun. Apabila hujan tidak turun lebih lama lagi, makaakan berpengaruh terhadap produksi buah.

2. Penyinaran Matahari 

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai

Filum Chordata | Petani Hebat



Advertisements

Filum Chordata

Filum Chordata mempunyai banyak anggota, namun tidak semuanya berperan sebagai hama tanaman. Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai hama adalah Kelas Mamalia (hewan menyusui) dan kelas Aves (burung).

Dari kelas mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang berperan sebagai hama misalnya burung pipit (Lonchura leucogastroides (Horsf. dan Moore)).

1. Tupai (Callosciurus notatus)

Tupai banyak merusak buah kelapa dengan cara mengerat, baik pada waktu siang maupun malam. Tubuh tupai berwarna kelabu sampai hitam pada bagian perut sampai kepalanya, dan di bagian punggung berwarna hitam pada pangkal dan kuning di ujung. Tupai betina mempunyai 6 pasang kelenjar susu dan satu tahun mampu beranak 8 kali (Kalshoven,1981).

Tupai menyerang buah kelapa yang sudah tua, dengan ciri serangan terdapat lubang bekas gigitan pada ujung buah dengan sisi yang rapi/rata (Rukmana dan Saputra, 1997).

2. Tikus (Rattus-rattus spp.)

Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama dari golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan tanaman yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi pada areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen. Disamping itu tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981).

Pada umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian, pertanaman sampai di tempat penyimpanan. Tikus aktif menyerang tanaman pada malam hari. Tikus yang lapar akan memakan hampir semua benda yang dijumpainya. Jika makanan cukup tersedia, tikus akan memilih jenis makanan yang paling disukai, seperti padi yang sedang bunting, dan jagung muda. Pada saat makanan banyak tersedia, perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat (Rukmana dan Saputra, 1997).

Menurut Priyambodo (1995), terdapat 8 spesies tikus yang berperan sebagai hama, yaitu :

a. Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer (Rob. & Kl.))

b. Tikus rumah (Rattus rattus diardi (Jent.))

c. Tikus cokelat/tikus riul (Rattus rattus norvegicus Berk.)

d. Mencit rumah (Mus musculus)

e. Tikus pohon (Rattus tiomanicus Miller)

f. Tikus huma/ladang (Rattus exulans Peale)

g. Tikus wirok (Bandicota indica Bechst.)

h. Mencit ladang (Mus caroli)

Pada umumnya tekstur rambut/bulu tikus agak kasar, kecuali pada mencit yang lembut dan halus. Hidung tikus berbentuk kerucut, kecuali tikus wirok dan tikus cokelat hidungnya berbentuk kerucut terpotong. Tikus wirok, tikus cokelat, tikus sawah, dan mencit ladang, disebut hewan terestrial dengan ciri-ciri : ekor pendek, panjangnya sama dengan panjang tubuh, ujung jari halus, tonjolan pada telapak kaki kecil dan halus. Sedangkan tikus pohon, tikus rumah, tikus huma, dan mencit rumah, disebut hewan arboreal dengan ciri-ciri : ekor panjang lebih panjang dari ukuran tubuh, ujung jari kasar, tonjolan pada telapak kaki besar dan kasar. Tikus pohon merupakan hama utama kelapa, biasanya melubangi buah kelapa yang masak/tua dengan lubang tidak teratur di dekat tangkai (Priyambodo, 1995).

Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman pertanian menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

a. Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer).

Tikus sawah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 270 mm – 370 mm.
Berat badan rata-rata ± 130 gram.
Panjang ekor ± 95 persen panjang badan (dari kepala sampai pangkal ekor).
Tikus betina mempunyai 12 puting susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
Warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan perutnya berwarna keputih-putihan.

b. Tikus rumah (Rattus rattus diardi).

Tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm – 370 mm.
Panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor).
Tikus betina mempunyai puting susu 10 buah, yaitu terdiri dari dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
Warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua kelabu.
Makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia, atau makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan di gudang atau tanaman-tanaman yang berada di kebun dekat rumah.

c. Tikus pohon (Rattus tiomanicus).

Ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai berikut :

Ekor lebih panjang 110 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor).
Jumlah puting susu betina 10 buah yaitu terdiri atas dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
Warna bulu badan pada bagian punggung kemerah-merahan, sedangkan pada bagian perut hampir seluruhnya putih.
Tikus ini sering menyerang buah kelapa, kakao, dan kopi.

3. Kelelawar (Pteropus vampyrus)

Kelelawar merusak tanaman dengan cara memakan buah-buahan yang sudah masak di pohon, seperti buah pisang, mangga, pepaya, durian, dan jambu-jambuan. Waktu penyerangan kelelawar pada umumnya terjadi malam hari (Rukmana dan Saputra, 1997).

4. Musang (Paradoxurus hermaphroditus)

Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah, namun dapat menimbulkan kerugian bagi para petani. Binatang ini menyukai buah-buahan yang sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan segala jenis tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam (Rukmana dan Saputra, 1997).

5. Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus)

Landak biasanya membuat sarang pada tebing-tebing berupa lubang-lubang atau gua kecil seperti tikus. Aktif pada malam hari dan menyerang akar tanaman umbi-umbian, dapat pula menyerang jagung, ketela pohon, nenas, dan tebu (Kalshoven, 1981).

Satwa liar yang dapat berperan sebagai hama antara lain : gajah (Elephas maximus L.), babi hutan (Sus vitatus), banteng (Bos sondaicus), rusa (Rusa timorensis), beruang (Helarctos malayanus) (Triharso, 1994). Bahkan hewan ternak seperti kambing, domba, dan sapi yang tidak diikat atau dimasukkan ke dalam kandang dapat berpotensi sebagai hama.

Binatang yang termasuk ke dalam golongan aves (burung) pada umumnya tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta kakinya bersisik. Anggota bagian depan pada burung yang berupa sayap digunakan untuk terbang. Meskipun demikian, ada golongan burung yang tidak bisa terbang, misalnya kasuari, kiwi, dan unta (Rukmana dan Saputra, 1997).

Menurut Harahap dan Tjahjono (1994) beberapa jenis burung/aves yang berpotensi sebagai hama adalah sebagai berikut :

a. Burung pipit haji (Lonchura maja leucocephala Raffles)

Nama lainnya adalah bondol uban. Kepalanya berwarna putih keabu-abuan seperti sorban haji. Bulu tubuhnya berwarna hitam kecoklatan. Warna leher putih dan secara bertahap berubah warna menjadi coklat merah ke arah bagian dadanya. Matanya berwarna coklat hitam. Ukurannya sebesar burung gelatik. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.

Daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain mengikuti pola penyebaran pertanaman padi. Penyebaran secara vertikal belum diketahui.

Burung pipit haji ini hidup berkelompok. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rumput-rumputan lainnya. Dalam satu sarang terdapat lima ekor burung. Bentuk sarang seperti tabung memanjang, lebih kecil dari sarang burung manyar. Pada umumnya pipit haji membuat sarang bersama-sama pada satu pohon atau tempat sampai berjumlah puluhan. Burung ini bertelur dua kali setahun. Jumlah telur yang dihasilkan 4-5 butir tiap kali bertelur.

Kerusakan ditimbulkan oleh gerombolan burung pada saat padi sedang menguning. Pada umumnya gerombolan burung ini terdiri atas kurang dari 50 ekor dan datang berkali-kali.

b. Pipit jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield dan Moore) 

Burung pipit ini berbentuk hampir sama dengan pipit haji, tetapi tanpa warna pada kepala. Tubuh bagian atas dan sayapnya berwarna merah coklat, lehernya hitam, perut putih, mata coklat, paruh hitam dan ekor kehitam-hitaman. Panjang tubuh sampai ke ujung ekornya kurang lebih 9 – 10 cm. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.

Daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain mengikuti pola penyebaran pertanaman padi. Penyebaran secara vertikal belum diketahui.

Burung pipit ini membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau rumput-rumputan lainnya. Hidupnya selalu bergerombol dan lebih sering berpasangan. Bersarang tidak saja dalam hutan, tetapi juga di dekat rumah peduduk bahkan pada pohon-pohon yang rendah. Dalam satu sarang terdapat 5 ekor burung. Masa bertelur sepanjang tahun. Dalam satu kali masa bertelur dapat menghasilkan 4-6 butir telur. Saat mengeram mereka tidak terganggu oleh suara manusia, cahaya lampu dan sebagainya.

Burung menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan, atau pekarangan terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Pada saat padi menguning burung pipit ini datang bergerombol berkali-kali untuk makan padi yang sudah masak. Di Jawa burung ini pernah menjadi hama padi yang sangat potensial. Demikian pula di Nusa Tenggara Timur, burung pipit ini termasuk hama potensial pada pertanaman padi.

c. Burung pipit bertungging putih (Lonchura striata Linnaeus)

Warna bulu burung ini coklat kehitaman dengan tungging berwarna putih dan bercak di dada berwarna kuning tua. Ekor berwarna kuning tua dan bintik-bintik putih. Pada umumnya sebesar burung gelatik atau burung gereja. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.

Daerah penyebaran adalah India, Kepulauan Andaman, Nicober, Cina Selatan, Taiwan dan Sumatra, pada ketinggian 50 – 600 mdpl.

Sarang dibuat dari daun alang-alang, batang padi atau batang rumput-rumput lainnya, berbentuk genta dengan lubang membuka ke bawah. Sarangnya dibuat pada pepohonan di tengah atau di pinggir sawah dan semak-semak yang berdekatan dengan persawahan. Dalam satu sarang biasanya terdapat 5-6 ekor burung.

Burung ini mempunyai potensi sebagai hama padi karena selalu datang secara bergerombol mencari makanan berupa butiran-butiran padi.

d. Burung peking (Lonchura punctata punctata (Horsf dan Moore))

Panjang tubuh burung peking 10 – 11 cm. Warna punggung, dagu dan leher merah coklat. Bulu dada dan perut berwarna putih dengan pinggir coklat hitam. Mata berwarna coklat merah.

Burung peking hidup bergerombol, bersarang pada pohon-pohon tinggi, misalnya pada pohon-pohon aren. Pada satu pohon terdapat lebih dari satu sarang. Sarang terbuat dari rumput-rumputan, kadang-kadang bersarang diantara buah pisang. Di daerah Nusa Tenggara Timur, burung ini juga berpotensi sebagai hama pada pertanaman padi.

e. Bebek manila (nama lokal di NTT)

Merupakan jenis binatang yang biasa hidup di laut, sungai dan di danau. Ciri-cirinya antara lain adalah bulu berwarna hitam, warna bulu pada bagian perut agak kehitaman, paruhnya mirip dengan bebek/itik peliharaan dan bentuknya mirip dengan ayam.

Dengan adanya kebiasaan petani di daerah Nusa Tenggara Timur menggunakan sistem tabela yaitu langsung menebar benih padi pada areal yang telah diolah tanpa tahap pembibitan, hal ini dapat memberi pelaung bagi bebek manila untuk memakan biji padi tersebut terutama pada saat air dalam keadaan kering. Disamping itu juga menyerang bibit padi yang baru tumbuh atau yang masih muda.

Disamping jenis-jenis burung di atas juga terdapat beberapa burung yang mengganggu tanaman padi, tetapi bukan merupakan hama potensial di Nusa Tenggara Timur. Jenis-jenis burung tersebut, misalnya : burung perkutut (Geopeli striata Linnaeus), manyar bintik (Amandava sp.), gelatik (Pada oryzivora Linnaeus), bondol hijau (Erythrura prasina Sparman), burung gereja (Passer montanus malacensis Dubois) dan burung baya (Ploceus philippinus Linnaeus).

Incoming search terms:

Ganoderma Pada Tanaman Kelapa Sawit dan Pengendalianya



Advertisements

Kelapa sawit ( Elaeis guineensis ) merupakan tanaman penghasil minyak tertinggi. Seperti tanaman lain, kelapa sawit juga rentan terhadap serangan sejumlah penyakit, salah satu penyakit yang paling penting di kelapa sawit adalah Busuk Pangkal Batang atau Basal Stem Rot (BSR).

Penyakit BSR, yang disebabkan oleh jamur spesiesGanoderma, adalah penyakit yang paling serius pada kelapa sawit khususnya di Malaysia dan Indonesia, sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Jamur Ganoderma dapat ditemukan dan tersebar di seluruh dunia, tumbuh subur pada tanaman tahunan, termasuk jenis pohon jarum dan palem-paleman. Beberapa spesies Ganoderma adalah jamur pembusuk kayu, beberapa jenis bersifat patogen dan merugikan terhadap tanaman yang bernilai ekonomi tinggi dan tanaman tahunan.

Gejala Penyakit BSR pada Tanaman Kelapa Sawit

Pada tanaman kelapa sawit muda, gejala penyakit BSR yang dapat diamati dari luar adalah adanya daun yang menguning pada satu sisi, atau adanya bintik-bintik kuning dari daun yang lebih pendek, yang kemudian diikuti dengan nekrosis .

Pada daun yang baru membuka nampak lebih pendek dibandingkan daun normal lalu mengalami klorosis dan bahkan mengalami nekrosis. Seiring penyakit ini terus berkembang, tanaman kelapa sawit nampak pucat keseluruhan, pertumbuhan lambat dan daun tombak yang tersisa tidak membuka.

Gejala serupa juga dapat diamati pada tanaman dewasa dimana beberapa daun tombak tidak terbuka dan kanopi daun umumnya pucat. Daun yang terserang kemudian mati dimana nekrosis dimulai pada daun yang paling tua dan merambat meluas ke atas ke arah mahkota daun. Tanaman kemudian mati dimana daun kering terkulai pada ujung pelepah pada batang .

Umumnya apabila gejala pada daun terus diamati, biasanya akan ditemukan bahwa setidaknya satu setengah bagian jaringan batang bawah telah mati diserang jamur. Apabila kelapa sawit muda terinfeksi, biasanya bakal mati dalam waktu 6-24 bulan sejak munculnya gejala pertama, tetapi tanaman kelapa sawit yang dewasa yang terinfeksi bakal mati 2-3 tahun kemudian.

Jaringan dasar batang yang terinfeksi nampak busuk kering. Pada penampang batang yang terkena, nampak bahwa jaringan kayu yang busuk berwarna coklat terang, ditandai dengan adanya daerah yang tidak beraturan yang berwarna gelap dan tepi luar dari daerah gelap tersebut ada zona berwarna kuning yang juga tidak beraturan. Zona kuning tersebut ditemukan antara tepi jaringan yang sakit dan jaringan sehat,serta terdapatnya instilah kata zona gelap yang sempit ini adalah ‘garis hitam’, dan di dalam baris tersebut melekat sekelompok sel hifa yang membengkak pada kondisi dorman/istirahat. Jaringan kayu busuk yang berwarna coklat terang menyebabkan tanaman tumbang dan meninggalkan jaringan yang terinfeksi Ganodema di tanah. Selanjutnya, basidiomata Ganoderma akan tumbuh berkembang terutama pada musim hujan. Jika tanaman kelapa sawit yang terinfeksi tetap berdiri, nampak bahwa batangnya hampa atau keropos.

Akar kelapa sawit yang terinfeksi nampak sangat rapuh dimana jaringan internal pada akar mengering dan menjadi tepung. Jaringan korteks pada akar nampak berwarna coklat dan mudah hancur dan ‘stele’ akar menjadi hitam. Pada akar tua yang terinfeksi, jamur Ganoderma nampak seperti lapisan putih mirip tikar pada permukaan bagian dalam eksodermis.

Basidiomata Ganoderma atau sporofora bisa ‘ya’ atau bisa ‘tidak’ berkembang sebelum gejala daun muncul. Basidiomata tumbuh pada dasar/pangkal batang dari kelapa sawit yang akarnya terinfeksi Ganoderma, dan munculnya basidiomata inilah gejala yang paling diagnostik terhadap penyakit BSR. Saat munculnya basidiomata tergantung pada lamanya waktu pembusukan dari dalam ke arah pinggiran batang.

Basidiomata awalnya muncul kecil sekali, lalu jaringan jamur yang berkembang membentuk seperti tombol putih dan kemudian dengan cepat menjadi basidiomata dewasa yang bervariasi dalam bentuk, ukuran dan warna. Permukaan atas basidiomata berwarna terang ke gelap coklat, dengan sedikit bercahaya dan nampak mengkilap. Di bawah permukaannya berwarna keputihan dan memiliki banyak pori-pori kecil. Umumnya basidiomata berdekatan satu sama lain nampak tumpang tindih dan membentuk semakin besar berstruktur. Keberadaan basidiomata dapat memberi petunjuk praktis terhadap keberadaan pusat penyakit dalam batang kelapa sawit. Ketika kelapa sawit mati, kolonisasi basidiomata akan terbentuk dengan cepat ke seluruh batang tubuh tanaman kelapa sawit.

Cara Pengendalian Ganoderma dengan Ganofend

NB : Secara umum belum ada yang bisa sukses untuk pemberantasanya, karna belum ditemukan cara pengendalian yang lebih efektif

Kumbang Tanduk dan Cara Pengendalianya



Advertisements

Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros (L)) diklasifikasikan ke dalam ordo Coleoptera, famili Scarabidae dan subfamili Dynastinae. Kumbang ini merupakan hama utama yang menyerang kelapa sawit dan sangat merugikan di Indonesia, khususnya di areal replanting yang saat ini sedang dilakukan secara besar-besaran di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada areal replanting, banyak tumpukan bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan sebagai tempat berkembang biak hama ini.

Siklus Hidup

Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 27oC-29oC dengan kelembapan relatif 85-95% (Bedford, 1980). Satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan.

Kumbang ini mempunyai telur yang berwarna putih kekuningan dengan diameter 3 mm. Bentuk telur biasanya oval kemudian mulai membengkak sekitar satu minggu setelah peletakan dan menetas pada umur 8-12 hari. Stadia larva terdiri atas 3 instar, dan berlangsung dalam waktu 82-207 hari. Larva berwarna putih kekuningan, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung membentuk setengah lingkaran dengan panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Ooi, 1988). 

Prepupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari larva instar terakhir dan menjadi berkerut serta aktif bergerak ketika diganggu. Lama stadia prepupa berlangsung 8-13 hari. Pupa berwarna cokelat kekuningan, berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Kumbang berwarna cokelat gelap sampai hitam, mengkilap, panjang 35-50 mm dan lebar 20-23 mm dengan satu tanduk yang menonjol pada bagian kepala (Wood, 1968). Jantan memiliki tanduk yang lebih panjang dari betina sedangkan betina mempunyai banyak rambut pada ujung ruas terakhir abdomen dan jantan tidak (Wood, 1968). Umur betina lebih panjang dari umur jantan.

Biologi dan Ekologi

Kumbang akan meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang telah melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit (Dhileepan, 1988). Adanya tanaman kacangan penutup tanah akan menghalangi pergerakan kumbang dalam menemukan tempat berkembang biak. Liew dan Sulaiman (1993) mengamati bahwa tanaman penutup tanah setinggi 0,6-0,8 m mengurangi perkembangbiakan kumbang tanduk.

Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada sistemunderplanting merupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar dibandingkan dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva perhektar) (Samsudinet al., 1993).

Kerusakan Dan Pengaruhnya Di Lapangan

Kumbang O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal TM.

Pada areal replanting kelapa sawit, serangan kumbang dapat mengakibatkan tertundanya masa berproduksi sampai satu tahun, dan tanaman yang mati dapat mencapai 25%. Masalah kumbang tanduk saat ini semakin bertambah dengan adanya aplikasi tandan kosong kelapa sawit pada gawangan maupun pada sistem lubang tanam besar. Aplikasi mulsa tandan kosong sawit (TKS) yang kurang tepat dapat mengakibatkan timbulnya masalah kumbang tanduk di areal kelapa sawit tua.

Kumbang terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja sampai agak malam (sampai dengan jam 21.00 WIB), dan jarang dijumpai pada waktu larut malam. Dari pengalaman diketahui bahwa kumbang banyak menyerang kelapa pada malam sebelum turun hujan.

Makanan kumbang dewasa adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui pangkal batang sampai pada titik tumbuh. Daun yang telah membuka memperlihatkan bentuk seperti huruf V terbalik atau karakteristik potongan serrate (Sadakhatula dan Ramachandran, 1990). Serangan yang berkali-kali pada tanaman dapat menyebabkan kematian dan menjadi rentan masuknya kumbang Rhyncophorus bilineatus (Coleoptera: Curculionidae) (Sivapragasam et al., 1990), juga bakteri ataupun jamur, sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal. Tanaman dapat mengalami gerekan beberapa kali, sehingga walaupun dapat bertahan hidup, pertumbuhannya terhambat dan mengakibatkan saat berproduksi menjadi terlambat.

Pengendalian

Pengendalian Biologi

Pengendalian kumbang tanduk O. rhinoceros secara biologi menggunakan beberapa agensia hayati diantaranya jamur Metarhizium anisopliae dan Baculovirus oryctes. Jamur M. anisopliaemerupakan jamur parasit yang telah lama digunakan untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini efektif menyebabkan kematian pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang tampak 2-4 minggu setelah aplikasi. Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20 g/m2 (dalam medium jagung) pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1 kg/batang kelapa sawit yang telah ditumbang. Baculovirus oryctes juga efektif mengendalikan larva maupun kumbang O. rhinoceros.

Incoming search terms: