JAKARTA, SAWITINDONESIA – Usulan beberapa pengusaha yang meminta CPO Fund untuk menyubsidi biodiesel, dinilai tidaklah tepat. Pasalnya, dana yang bersumber pungutan ekspor ini lebih cocok dialokasikan membantu peremajaan tanaman dan kegiatan riset.
Hal ini disampaikan Achmad Mangga Barani, Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategi Berkelanjutan (FP2SB), di Jakarta. Menurutnya, pemanfaatan CPO Fund bagi kegiatan peremajaan tanaman sawit dan riset itu sudah sesuai amanat UU 39/2014 mengenai Perkebunan.
“Tapi kalau dipakai subsidi untuk biodiesel ya nanti dulu, karena subsidi ini bagian dari tugas pemerintah. Jangan sampai prioritasnya kepada biodiesel,” ujar Mangga Barani.
Dalam kesempatan terpisah, Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Perekonomian, menjelaskan CPO fund memang akan dipakai untuk program pencampuran biodiesel sebesar 15 persen ke produk bahan bakar minyak (BBM). Dana ini dipakai menutupi selisih harga pembelian biodiesel yang lebih tinggi daripada MOPS solar.
Sebelumnya dalam pertemuan Kementerian Perdagangan pada Senin kemarin, Gandi Sulistiyanto, Managing Director Sinarmas Grup, mengatakan CPO supporting fund bagian dari dukungan pelaku usaha kepada industri hilir biodiesel.
“Dengan adanya fund ini adalah self subsidi setelah ini pemerintah tidak akan beri subsidi lagi untuk BBN. Yang ada adalah dukungan industri hulu berikan supporting fund kepada industri hilirnya,” jelas Gandi.
Achmad Mangga Barani menyebutkan alokasi dana biodiesel dari supporting fund ini juga kurang tepat. “Karena impor solar saja disubsidi, tapi biodiesel kenapa tidak malahan kena pungutan ekspor juga,” paparnya.
Dalam konsep pungutan ekspor yang dikemukakan beberapa waktu oleh Kementerian Perekonomian, bahwa CPO akan dikenakan pajak ekspor sebesar US$ 50 per ton dan produk turunan CPO seperti olein dan biodiesel kena US$ 30 per ton.