untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah
teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat
kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian
lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).
sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukan masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut
berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang
dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif,
atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman
yang lebih sesuai
kesesuaian lahan
untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah
teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.
penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat
ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data
sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman
yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang
akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan.
terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya
kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila
komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. Struktur klasifikasi
kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut
tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.
ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable)
dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat
kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia
pada masing-masing skala pemetaan, kelas
semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong
ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1),
cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong
ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan
tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas
Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
Tabel Klasifikasi Kesesuian Lahan
Tabel
Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Modifikasi Sistem FAO, 1976)
pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan
parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan
karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.
(Djaenudin et al., 2003) dengan beberapa
modifikasi disesuaikan dengan kondisi setempat atau referensi lainnya, dan
dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detail (skala peta
1:50.000). Untuk evaluasi lahan pada skala 1:100.000-1:250.000 dapat mengacu
pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000) (Puslittanak,
1997).
bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan
karakteristik lahan (FAO, 1976).
Tabel Pola Kajian Kesesuaian Lahan
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah
bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan
laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi
matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel berikut :
penelitian Perkebunan Marihat)
udara (tc) yang digunakan dalam penilaian kelas kesesuaian lahan, ditentukan
dari karakteristik Rata-rata Temperatur udara alam sekitarnya
(Rerata)
DJAENUDIN et
al. (2000)
Klimatologi Data Klimatologi dan Curah Hujan yang mewakili calon lokasi
Pembangunan Perkebunan di dapat dari stasiun BMG terdekat. Data data ini
diperlukan untuk mengantisipasi bulan basah dan bulan kering juga tingkat curah
hujan pada calon lokasi perkebunan dengan indikator tingkat curah hujan rata
kelayakan tanaman kelapa sawit, juga intensitas penyinaran matahari perharinya.
Neraca Air Pengambilan data Neraca Air (water balance)
suatu lokasi, akan memberi gambaran suatu daerah dalam keadaan kelebihan atau
kekurangan air secara hidrologi dalam waktu tertentu. Neraca Air dapat
digolongkan ke dalam Neraca Air Lokal dan Neraca Air Regional. Neraca Air
Lokal diperlukan untuk mengetahui ketersedian air pertanian dari suatu kawasan
terbatas pada kondisi hidrologi yang sama, sedangkan Neraca Air Regional
diterapkan untuk suatu daerah aliran sungai yang menggambarkan keseimbangan
sumberdaya airnya, untuk mengetahui terjadinya defisit atau surplus
ketersediaan air.
Jumlah curah hujan yang baik adalah 2.00 – 2500
mm/thn, tidak terdapat deficit air dan hujan agak merata sepanjang tahun. Hal
ini bukan berarti kurang dari 200 mm tidak baik, karena kebutuhan efekti
tanaman kelapa ssawit hanya 1.300 – 1500 mm, yang terpenting adalah tidak terdapat
defisit air 2500 mm. Lebih dari 2.500 mm juga bukan tidak baik asal saja curah
hujan tidak terlalu banyak misalnya lebih dari 180 hari (Lubis 1992).
Kesesuaian Curah Hujan Tanaman Kelapa Sawit
dengan kondisi bulan kering t dengan tingkat kriteria sepertitable di bawah ini
Kering Tanaman Kelapa Sawit
data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat) 1993
tanah
tanah merupakan faktor penting untuk kehidupan dan sangat menarik untuk dikaji.
Fungsi utama dari kelembaban tanah adalah mengontrol pembagian air hujan yang turun
ke bumi menjadi run off ataupun infiltrasi. Kelembaban tanah sangat penting untuk studi
potensi air dan studi neraca air.
tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang
menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan
pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman,
terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase
tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan
karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7
sering jenuh air dan kekurangan oksigen.
Karakterisitik lahan
dari variabel Ketersediaan Oksigen (oa) yang digunakan dalam penilaian kelas
kesesuaian lahan, ditentukan dari kondisi Drainase, yaitu:
dan World Agroforestry Centre
agak baik, agak terhambat dan sangat terhambat

5. MEDIA
PERAKARAN
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm)
yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti
disajikan pada Tabel berikut, atau berdasarkan data hasil analisis di
laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar
dibawah ini
kelas tekstur
Tabel Kelas dan Tekstur sifat Lahan
Pyramida
Textur Tanah

kasar
lapisan tanah
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi, jika
bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, makan bagian tersebut
yang dipakai sebagai batas kedalaman tanah, sebaliknya, jika bagian yang telah
mengalami pelapukansangat dalam, maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut
tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi.
dibatasi kedalam sekitar 2,0 m, kedalaman ini sangat berbeda dengan kedalaman
tanah dibidang ketehnikan yang dapat mencapai puluhan meter (Islamo dan Utomo,
1995) Kedalaman tanah berhubungan dengan ketebalan lapisan atas dan lapisan
bawah sampai lapisan batuan induk, tanah dangkal merupakan masalah terbesar
dalam managemen lahan dan perkembangannya. Tanah dengan kedalaman dangkal akan
membatasi ketersediaan air dan pertumbuhan akar, demikian juga pada areal yang
datar dengan permeabilitas rendah akan mungkin tergenang secara musiman (Baja,
2002)
Gambut
diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari
tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan
tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut
dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila
diremas kandungan seratnya < 15%.
Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk,
sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas
bahan seratnya 15 – 75%.
Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan
asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya
masih tersisa.
kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan
mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur
biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau
laut.
mesotrofik
adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa
sedang
gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin
mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari
pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik (Radjagukguk 1997)
Karakterisitik lahan
dari variabel Kondisi Gambut ditentukan dari 3 (tiga) karakteristik berikut,
yaitu:
Gambut
vegetasi hutan rawa air payau (mangrove) atau hutan rawa air tawar. Faktor
penting yang berpengaruh terhadap pembentukan gambut adalah iklim, topografi
dan sifat kimia dari air tanah. Oleh sebab itu, sebagian besar gambut yang ada
terbentuk di daerah subtropiks yakni jika:
Tanaman dapat tumbuh dan mengalami akumulasi pada kondisi tergenang, penyediaan hara untuk tanaman dimungkinkan karena air tergenang masih kaya unsur mineral, maka akan terbentuk gambut bansin atau fen peat;
Penyebaran curah hujan tahunan melebihi evaporasi tanah maka akan terbentuk kubah gambut. Gambut di kawasan tropik bahan penyusunnya berasal dari tumbuhan berkayu yang mempunyai waktu regenerasi sangat panjang. (Noor, 2001).
dengan Sisipan/Pengkayaan Bahan Mineral:
Adalah Penilaian terhadap lahan
termasuk tanah gambut tetapi dengan sisipan /pengkayaan bahan mineral dengan
ketebalan yang ditetapkan sesuai table berikut
: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Kematangan Gambut
Adalah Penilaian terhadap tanah dengan tingkat
kematangan gambut dengan tingkat criteria sebagai berikut table di bawah ini
: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
Retensi hara merupakan kemampuan untuk
memegang dan melepaskan hara, dalam retensi hara ini dipengaruhi oleh, Kapasitas tukar kation (KTK) dan Reaksi
Tanah. Karakterisitik
lahan dari variabel Retensi Hara (nr) ditentukan dari 4 (empat) karakteristik
berikut, yaitu:
lebih besar dari 16 cmol
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1
Lebih kecil atau sama
dengan 16 cmol, maka kelas kesesuaian lahan S2.
Nilai kejenuhan
basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation (KTK) yang
ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium, magnesium, dan
natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah.
Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB.
Laju pelepasan kation terjerab bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan
basa tanah. Kejenuhan basa tanah berkisar 50%-80% tergolong mempunyai kesuburan
sedang dan dikatakan tidak subur jika kurang dari 50% (Tan, 1991).
kejenuhan basa:
Lebih dari 50% maka termasuk
kelas kesesuaian lahan S1;
Antara 35% s/d 50%, maka
termasuk kelas kesesuaian lahan S2; dan
Kurang dari 35%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan
S3.
adalah suatu parameter penunjuk keaktifan ion H+ dalam suatu larutan , yang
berkesetimbangan dengan H- tidak terdesosiasi dari senyawa-senyawa dapat larut
dan tidak larut yang ada didalam sistem. Jadi intensitas keasaman dari suatu
sistem dinyatakan dengan ph dan kapasitas keasaman dinyatakan dengan takaran H+
terdesosiasi ditambah H- tidak terdesosiasi dalam sistem. Sistem tanah yang
dirajai oleh ion-ion H+ akan bersuasana asam.
Penyebaba keasaman tanah adalah ion H+
dan Al3+ yang berada dalam larutan tanah dan kompleks jerapan. Kedua kation ini
mempengaruhi keasaman tanah dengan cara berbeda. Perbedaan itu berkaitan dengan
sumber dan watak muatan yang menjerap kation-kation itu.(Buckman dan
Brady,1972)
Tanah Berdasarkan Kelas Lahan
Sumber
data, PPM ( Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
kandungan C-organik tanah:
Lebih dari 0,4% maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1
Sama dengan 0,4%, maka termasuk kelas kesesuaian lahan
S2.
dari variabel Toksisitas (xc) ditentukan dari karakteristik: Salinitas (dS/m),
yaitu apabila salinitas:
Kurang dari 4 (dS/m)
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
Antara 4 dS/m s/d 6
dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
Antara 6 dS/m s/d 8
dS/m, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
Lebih dari 8 dS/m,
maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.
Sodisitas (xn) ditentukan dari karakteristik: Prosentase Alkalinitas atau
Prosentase ESP, yaitu apabila prosentase alkalinitas
Kurang dari 15%, maka
termasuk kelas kesesuaian lahan S1;
Antara 15% s/d 20%,
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;
Antara 20% s/d 25%,
maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan
Lebih dari 25%, maka
termasuk kelas kesesuaian lahan N.
Bahaya Sulfidik (xs) ditentukan dari karakteristik: Kedalaman Sulfidik (cm),
yaitu:
Lebih dari 100 cm, maka termasuk kelas
kesesuaian lahan S1;
Antara 75 cm s/d 100 cm, maka termasuk
kelas kesesuaian lahan S2;
Antara 40 cm s/d 75 cm, maka termasuk
kelas kesesuaian lahan S3; dan
Kurang dari 40 cm, maka termasuk kelas
kesesuaian lahan N.
bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara
memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill
erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi
tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan
memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan
tanah yang tidak tererosi
dan relief muka bumi seperti pada table berikut :
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
dari variabel Kelerengan ditentukan dari karakteristik lereng relief muka bumi
berdasarkan kelas lahan untuk kelayakan kesesuaian lahan
Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
ditentukan dari karakteristik bahaya erosi pengikisan permukaan tanah.
Permukaan Tanah
Sumber data, PPM (
Pusat penelitian Perkebunan Marihat)
banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui
wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol
Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya
banjir)
Sumber
: Balai Penelitian Tanah dan
World Agroforestry Centre
PENGHITUNGAN KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT
Kondisi Fisik Lahan Sebagai Factor Pembatas
Perkebunan Marihat)