Agen Sorax Sadap Latex – Sorax Sachet – Agen Sorax - Jual Sorax Perangsang Getah Karet Harga Murah

Harga CPO Naik 0,61% | Indonesian Palm Oil Magazine

NEW DELHI – Harga minyak sawit mentah (CPO) naik sebesar 0,61 % menjadi Rs444,70 /10 kg dalam perdagangan berjangka hari Kamis (26/3/2015), sebagai spekulator menciptakan posisi baru karena menjemput permintaan di pasar spot .

Business Standard mengutip, pada multi Commodity Exchange, minyak sawit mentah untuk pengiriman April naik Rs2,70, atau 0,61 % ke Rs 444,70 /10 kg dalam omset bisnis 69 lot.

Demikian pula, minyak sawit mentah untuk pengiriman kontrak Maret naik Rs2,10, atau 0,48 % ke Rs 438,30 per 10 kg dalam 24 lot. (T3)

Petani Sawit Desak Pemerintah Kucurkan Dana Rp 38,8 T

07 Februari 2015

JAKARTA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) kembali meminta pemerintah untuk mengucurkan dana sedikitnya Rp 38,8 triliun bagi program peremajaan tanaman atau replanting sawit milik rakyat. Pasalnya, saat ini, terdapat 2,5 juta hektare (ha) perkebunan sawit rakyat yang harus diremajakan karena usia tanamannya sudah di atas 25 tahun. Adapun permintaan dana tersebut berasal dari perolehan bea keluar (BK) yang secaraa kumulatif pada 2011-2014 mencapai Rp 100 triliun.

Sekjen Apkasindo Asmar Arsjad mengungkapkan, peremajaan tanaman diperlukan guna mendongkrak produktivitas sawit rakyat. Saat ini, produktivitas tanaman kelapa sawit rakyat hanya 2 ton per ha untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) atau 12 ton per ha untuk tandan buah segar (TBS) dengan rendemen 18-20%. Padahal, perkebunan sawit milik perusahaan besar dan BUMN mampu menghasilkan 5-6 ton per ha untuk CPO atau 25-30 ton per ha untuk TBS dengan rendemen 21-25%.

“Kalau produktivitas sawit rakyat tidak dinaikkan, target produksi CPO 50 juta ton pada 2020 sulit tercapai. Untuk itu, kami minta Rp 38,8 triliun dari dana BK untuk replanting agar produktivitas sawit rakyat naik,” kata Asmar saat dihubungi Radarpena, Jumat, (6/1).

Asmar menuturkan, peran perkebunan sawit rakyat hendaknya tidak dianggap sepele. Saat ini dari total luas lahan perkebunan sawit nasional seluas 10,2 juta ha, 45% atau hampir 5 juta ha dikuasai oleh petani sawit. Kontribusi petani sawit rakyat setiap tahunnya atas produksi CPO nasional lebih dari 10 juta ton, meski produktivitasnya minim.

Mengacu pada data yang dilansir Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi minyak sawit nasional pada 2014 diyakini mencapai 31,5 juta ton atau naik sekitar 5% dari tahun sebelumnya yang mencapai 30 juta ton. Sedangkan tahun ini diperkirakan mencapai 33 juta ton. “Petani sawit membutuhkan perhatian, kembalikan sebagian dana BK yang Rp 100 triliun untuk petani sawit, untuk replanting,” ujar Asmar.

Dia mengungkapkan, Indonesia bisa meniru Malaysia yang juga mengembalikan penerimaan negara dari sawit untuk industri itu sendiri. Malaysia menerapkan skema pungutan untuk tandan buah segar (TBS) sawit (cess) sebesar USD 3,28 per ton. Selain untuk peremajaan perkebunan, dana itu juga digunakan untuk riset dan penelitian sawit.

“Saat ini memang BK diberlakukan 0%, tapi itu kan sementara. Intinya harus ada keberpihakan dari pemerintah. Kami sudah sering ajukan soal masalah ini, tapi tidak direspons. Dana BK hanya mengendap di APBN,” ungkap Asmar.

Asmar menuturkan, petani sawit, terutama petani swadaya, saat ini harus berjuang sendiri untuk melanjutkan usahanya. Semula petani sawit juga mengharapkan dana replanting dari dana revitaliasi perkebunan, namun ternyata program itu justru mandek. Petani sawit sendiri sebenarnya memiliki program 35/26 untuk membantu pemerintah mengejar target produksi 50 juta ton CPO pada 2020. Ini adalah program peningkatan produktivitas sawit rakyat menjadi 35 ton per ha untuk TBS dengan rendemen 26%.

Dalam program tersebut, replanting bisa dilakukan dengan tiga cara, yakni replanting bertahap, interplanting, dan replanting total. “Karena kami tidak punya dana, kami pun hanya melakukan replanting bertahap. Itupun banyak petani yang terpaksa menggunakan benih sawit tak bersertifikat alias palsu,” ujar Asmar.

Menurut dia, tahun ini ekspansi perkebunan sawit rakyat nyaris tidak ada karena sejumlah regulasi yang menghambat. Regulasi itu di antaranya Inpres Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Juga PP No 71 Tahun2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

“Ekspansi menjadi pilihan yang sulit. Kami memilih melakukan intensifikasi meskipun juga sulit. Hal yang sama kami rasa juga terjadi pada industri sawit secara umum,” ungkap Asmar.

Selain kedua regulasi tersebut, kata Asmar, petani sawit juga terbebani oleh pemberlakuan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pada Pasal 98 dari UU tersebut dinyatakan bahwa kawasan perkebunan sawit rakyat yang berada dikawasan hutan akan dijual untuk kemudian hasilnya diserahkan kepada dinas sosial. Dalam pasal lainnya juga disebutkan bahwa pembeli TBS dari kebun sawit yang berada di kawasan hutan akan dikenai penjara lima tahun dan denda Rp 5 miliar bagi individu. Sedangkan bagi pelaku korporasi sanksinya lebih berat lagi.

“Tolong sebutkan kebun sawit rakyat mana yang di kawasan hutan. Para petani sudah memiliki lahan tersebut sejak puluhan tahun yang lalu,” kata Asmar.

Sebelumnya, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Gamal Nasir mengatakan, agar tidak semua biaya replanting perkebunan sawit dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). “Mitra kebun rakyat dengan perusahan perkebunan besar. Saya kira tidak ada ruginya perusahaan lakukan itu. Karena keterbatasan APBN,” ucap Gamal.

Menurut Gamal, akan ada perusahaan perkebunan besar yang melakukan hal tersebut di Provinsi Riau. Pada provinsi tersebut, sang perusahaan rencananya akan merelakan alokasi anggaran perusahaan untuk replanting sawit rakyat.

Namun sayangnya, itu belum terwujud karena pihak petani sawit rakyat meminta anggaran untuk biaya hidup. “Sinar Mas juga akan lakukan model pembiayaan di Riau. Tapi masalah biaya masih belum putus, karena beban kredit ditambah beban biaya hidup,” jelas Gamal.

Meskipun demikian, pihaknya mengaku tengah mengupayakan pengajuan untuk biaya replanting tersebut kepada Kementerian Keuangan. Apabila pengajuan dana tersebut dapat disetujui, maka Kementan akan berencana meng-cover biaya yang hidup. “Menteri Pertanian minta persetujuan Menteri Keuangan. Sedang dalam pembahasan,” kata Gamal.

Editor: Rizki Daniarto

Sumber :

http://radarpena.com/read/2015/02/07/15517/18/1/Petani-Sawit-Desak-Pemerintah-Kucurkan-Dana-Rp-388-T

Berita/Artikel Menarik Lain Yg Wajib Dibaca :

Berikut Harga TBS Jambi Periode 27 Maret – 2 April | Indonesian Palm Oil Magazine

JAMBI – Berdasarkan hasil keputusan rapat tim penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit Dinas Perkebunan Provinsi Jambi untuk periode 27 Maret – 2April 2015, harga TBS usia tiga tahun kembali anjlok sebesar Rp55,71/kg menjadi Rp1.310,88/kg dari pekan sebelumnya Rp1.365,59/kg.

Sementara untuk usia empat tahun Rp1.396,42/kg, usia lima tahun sebesar Rp 1.460,92/kg, usia enam tahun Rp 1.522,15/kg, usia tujuh tahun  Rp1.560,60/kg, dan usia delapan tahun Rp 1.593,50/kg.

Sedangkan usia sembilan tahun tercatat sebesar Rp1.625,06/kg, usia 10 tahun keatasRp1.674,69/kg. Kemudian harga rata-rata minyak sawit mentah (CPO) menjadi Rp7.390,46/kg dan untuk inti sawit (PK) menjadi Rp 5.207,33/kg. (T3)

29 Taipan Sawit Kuasai Lahan Hampir Setengah Pulau Jawa

Jum’at, 13 Februari 2015

TEMPO.CO, Jakarta – Sebanyak 25 grup perusahaan kelapa sawit menguasai lahan seluas 5,1 juta hektare atau hampir setengah Pulau Jawa yang luasnya 128.297 kilometer persegi. Dari 5,1 juta hektare (51.000 kilometer persegi), sebanyak 3,1 juta hektare telah ditanami sawit dan sisanya belum ditanami. Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini sekitar 10 juta hektare.

“Kelompok perusahaan itu dikendalikan 29 taipan yang perusahaan induknya terdaftar di bursa efek, baik di Indonesia dan luar negeri,” kata Direktur Program Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia, Rahmawati Retno Winarni, Jumat, 13 Februari 2015. Lembaga TuK dan Profundo merilis hasil riset dengan judul “Kendali Taipan atas Grup Perusahaan Kelapa Sawit di Indonesia”.

Penelitian yang dilakukan sejak tahun lalu itu mendapatkan data bahwa kekayaan total mereka pada 2013 sebesar US$ 71,5 miliar atau Rp 922,3 triliun. Angka konservatif ini diperoleh dari kajian yang dibuat Forbes dan Jakarta Globe. Sebagian besar kekayaan tersebut didapat dari bisnis perkebunan sawit, dan beberapa bisnis lainnya.

Menurut Rahmawati Retno Winarni atau Wiwin, pemilihan 25 grup bisnis sawit terbesar itu didasari data dari laporan tahunan, website perusahaan, kajian Thomson dan Bloomberg, serta lembaga lainnya. Ada 11 perusahaan yang terdaftar di bursa efek di Jakarta, lalu 6 di bursa efek Singapura, 3 di Kuala Lumpur, dan satu perusahaan di bursa efek London.

Namun perusahaan terbuka tersebut, kata Wiwin, tidak sungguh-sungguh dimiliki publik, karena taipan adalah pemegang saham yang dominan, dengan penguasaan 20-80 persen saham. “Kepemilikan saham dilakukan melalui ‘perusahaan cangkang’ di negara-negara ramah pajak,” kata dia.

Siapa para taipan–yang dalam bahasa Jepang artinya tuan besar–yang menguasai kelompok perusahaan sawit itu? Mereka adalah Grup Wilmar (dimiliki Martua Sitorus dkk), Sinar Mas (Eka Tjipta Widjaja), Raja Garuda Mas (Sukanto Tanoto), Batu Kawan (Lee Oi Hian asal Malaysia), Salim (Anthoni Salim), Jardine Matheson (Henry Kaswick, Skotlandia), Genting (Lim Kok Thay, Malaysia), Sampoerna (Putera Sampoerna), Surya Dumai (Martias dan Ciliandra Fangiono), dan Provident Agro (Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga Uno).

Lalu Grup Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo (George Tahija), Bakrie (Aburizal Bakrie), BW Plantation-Rajawali (Peter Sondakh), Darmex Agro (Surya Darmadi), DSN (TP Rachmat dan Benny Subianto), Gozco (Tjandra Gozali), Harita (Lim Hariyanto Sarwono), IOI (Lee Shin Cheng, Malaysia), Kencana Agri (Henry Maknawi), Musim Mas (Bachtiar Karim), Sungai Budi (Widarto dan Santosa Winata), Tanjung Lingga (Abdul Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi, Stefanus Joko, dan Budhi Istanto), dan Triputra (TP Rachmat dan Benny Subianto).

Di antara mereka, kelompok perusahaan yang paling besar memiliki lahan sawit adalah Grup Sinar Mas, Grup Salim, Grup Jardine Matheson, Grup Wilmar, dan Grup Surya Dumai. Riset yang dilakukan TuK Indonesia dan Profundo menemukan bahwa ke-25 kelompok perusahaan ini menguasai 62 persen lahan sawit di Kalimantan (terluas di Kalimantan Barat, diikuti Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur). Kemudian 32 persen di Sumatera (terluas di Riau diikuti Sumatera Selatan), 4 persen di Sulawesi, dan 2 persen di Papua.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Tanah Air memang besar-besaran. “Dalam 5 tahun pertumbuhannya 35 persen,” kata Jan Willem van Gelder, Direktur Profundo, lembaga riset ekonomi yang berkedudukan di Amsterdam. Pada 2008, luas perkebunan sawit sebanyak 7,4 juta hektare dan saat ini mencapai 10 juta hektare. “Rata-rata setahun pertambahannya 520.000 hektare atau seluas Pulau Bali.”

Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Norman Jiwan, menjelaskan ekspansi dalam skala yang luar biasa tersebut menciptakan masalah lingkungan dan sosial yang serius. Hal itu dimulai dari konversi sejumlah besar hutan yang berharga, terancam punahnya habitat spesies yang dilindungi, dan emisi gas rumah kaca karena pengembangan lahan gambut.

Belum lagi, banyak masyarakat kehilangan akses terhadap tanah yang sangat penting untuk hidupnya. “Padahal tanah itu bagian dari kelangsungan hidup, hak hukum atau adat selama beberapa generasi,” kata Norman. Selain itu, konflik lahan sering kali terjadi antara warga dengan pengelola perkebunan.

UNTUNG WIDYANTO

Sumber :

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/13/206642351/29-Taipan-Sawit-Kuasai-Lahan-Hampir-Setengah-Pulau-Jawa

Hama-hama Pada Kelapa Sawit (Buku 1 Serangga Hama pada Kelapa Sawit) – PPKS

Buku : Hama-hama Pada Kelapa Sawit (Buku 1 Serangga Hama pada Kelapa Sawit) – PPKS

Ada banyak hama-hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit. Tentu para petani/para pekebun kelapa sawit dituntut agar mempunyai pengetahuan tambahan sehingga mampu untuk mempelajari karakteristik, sifat-sifat, akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hama pada kelapa sawit tersebut, ini bertujuan agar mampu menanggulangi masalah tersebut.

Buku saku ini akan membantu kita dengan memberi informasi mengenai serangga-serangga hama yang menyerang kelapa sawit baik di pembibitan ataupun di lapangan. Buku ini sangat sesuai untuk praktisi di lapangan.

Kode: BS004

Dimensi: 9.5 x 14cm (29 halaman full color)

Harga: Rp. 30.000,

 

Hasil kebun kelapa sawit kurang memuaskan, cobalah pilih dan baca buku-buku ini

Produksi TBS Rohul Terkerek Naik | Indonesian Palm Oil Magazine

PASIRPANGARAIAN –Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Rokan Hulu, menyatakan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik petani di Rohul mengamali peningkatan, meskipun sempat turun pada beberapa pakan lalu lantaran cuaca yang ekstrim.

“Selain karena faktor cuaca ekstrim, mungkin pupuk juga masih kurang,” ujar Kepala Dishutbun Rohul, Sri Hardono kepada Riauterkini, Kamis (26/3/2015).

Meskipun produksi mulai naik, namun katanya, harga TBS kelapa sawit petani mengalami penurunan karena harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global sedang turun. (T3)

Menelusuri Jejak Taipan Kelapa Sawit di Indonesia

Sabtu, 28 Februari 2015

Transformasi untuk Keadilan (TUK) Indonesia mengadakan riset terhadap 25 grup usaha kelapa sawit yang dikendalikan oleh para taipan berdasarkan lahan kelapa sawit yang dikuasai oleh mereka di Indonesia.

Taipan berasal dari kata dalam bahasa Jepang “taikun” yang secara harfiah berarti “tuan besar”.

“Riset ini dilakukan untuk membahas bagian mana dari sektor minyak sawit Indonesia yang didominasi oleh kelompok usaha yang dikendalikan oleh taipan serta siapa saja yang mengendalikan grup-grup bisnis tersebut,” kata Direktur Program TUK Indonesia Rahmawati Retno Winarni dalam Workshop Media atas Kajian TUK Indonesia “Taipan di Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia” di Jakarta.

Ia menjelaskan, dari 25 induk perusahaan sawit tersebut, sebanyak 21 perusahaan telah terdaftar di bursa saham, antara lain 11 di Jakarta, enam di Singapura, tiga di Kuala Lumpur, dan satu di London.

“Hanya empat perusahaan yang dimiliki secara pribadi, salah satunya adalah Triputra Agro Persada yang berencana untuk mendaftar di bursa saham,” katanya.

Menurut Rahmawati, meskipun kebanyakan 21 perusahaan tersebut telah terdaftar di bursa saham, tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki publik.

“Dalam arti bahwa kepemilikan mereka tersebar di sejumlah besar investor swasta dan kelembagaan,” tuturnya.

Berdasarkan penelitiannya, perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya dikendalikan oleh taipan dan keluarga meraka, bisa satu atau beberapa orang di setiap perusahaan.

“Taipan tersebut belum tentu memiliki saham mayoritas, tetapi mereka selalu memiliki saham terbesar yang memberikan kemampuan untuk mengendalikan manajemen dan strategi perusahaan,” tuturnya.

Selain itu, kata Rahmawati berdasarkan data dari Forbes dan Jakarta Globe, total kekayaan dari 25 grup bisnis tersebut diperkirakan mencapai 69,1 miliar dolar AS.

“Bahkan, bila dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 878 miliar dolar AS pada tahun 2012, jelas bahwa taipan-taipan tersebut mengontrol kekayaan yang sangat besar,” tuturnya.

Apabila dibandingkan dengan APBN 2014 sebesar Rp 1.800 triliun, kata dia, kekayaan bersih mereka setara dengan 45 persen APBN Indonesia, sesuai dengan kurs yang berlaku Juli 2014.

Kontrol Lahan

Rahmawati mengatakan, 25 grup usaha kelapa sawit juga telah mengontrol 3,1 juta hektare lahan kebun kelapa sawit di Indonesia.

“Data tersebut berdasarkan statistik yang disajikan oleh grup bisnis kelapa sawit itu sendiri, antara lain dalam laporan tahunannya,” kata Rahmawati.

Ia menjelaskan areal seluas 3,1 juta hektare tersebut sama dengan 31 persen total area yang ditanami kelapa sawit di Indonesia saat ini sebesar 10 juta hektare.

“Grup kelapa sawit yang paling mendominasi dalam luasan wilayah tanam adalah Sinar Mas, Salim, Jardine Matheson, Wilmar, dan Surya Dumai,” katanya.

Menurut Rahmawati, dalam lima tahun terakhir, daerah yang dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat sebesar 35 persen dari 7,4 juta hektare pada tahun 2008 menjadi 10 juta hektare pada tahun 2013.

“Ini setara dengan peningkatan sebesar 520.000 hektare per tahun. Artinya, area dengan luas mendekati Pulau Bali diubah menjadi perkebunan kelapa sawit setiap tahun,” tuturnya.

Berdasarkan riset dari TUK Indonesia, dari seluruh wilayah Indonesia, sekitar 62 persen lahan kelapa sawit yang dikendalikan 25 grup bisnis berada di Kalimantan dikuasai.

“Kalimantan Barat adalah provinsi dengan penguasaan lahan terbesar para taipan sebesar 1,2 juta hektare. Kemudian ada Kalimantan Tengah satu juta hektare, Kalimantan Timur 594.000 hektare, dan Kalimantan Selatan 158.000 hektare,” katanya.

Sementara itu, untuk daerah lain berdasarkan riset TUK Indonesia, antara lain terletak di Sumatera sebesar 32 persen, Sulawesi 4 persen, dan 2 persen di Papua.

Menarik Pinjaman Bank

TUK Indonesia, lembaga swadaya masyarakat bidang isu lingkungan dan sumber daya alam, menyebutkan dari 2009 sampai 2013, bank-bank memberikan pinjaman dengan nilai 11,3 miliar dolar AS untuk 25 kelompok bisnis kepala sawit di Indonesia.

“Lembaga keuangan dalam dan luar negeri juga perlu mengakui bahwa proses konsentrasi bank tanah dan kekuasaan di sektor kelapa sawit di tangan sekelompok elite. Selanjutnya, difasilitasi oleh dana dari bank dan investor eksternal untuk mempercepat ekspansi mereka,” kata Rahmawati.

Menurut dia, bank-bank tersebut juga telah menjadi penjamin untuk emisi saham dan obligasi grup bisnis tersebut dengan nilai total 2,3 miliar dolar AS.

“Bank Mandiri sebagai bank domestik terbesar yang memberikan pinjaman atau pembiayaan tersebut, sedangkan untuk bank asing, antara lain HSBC (Inggris), OCBC (Singapura), dan CIMB (Malaysia),” katanya.

Bank-bank penting lain yang memberikan jaminan adalah RHB (Malaysia), Morgan Stanley (Amerika Serikat), dan Goldman Sachs (Amerika Serikat).

Uang Ilegal

Sementara itu, Peneliti Kebijakan Ekonomi Forum Pajak Berkeadilan (FPB), Wiko Saputro mengatakan Indonesia merupakan negara peringkat ketujuh dalam aliran uang ilegal sebesar Rp 2.254 triliun dalam 10 tahun terakhir.

“Aliran uang ilegal tersebut salah satu penyebabnya karena praktik pengemplangan pajak dan penghindaran pajak,” kata Wiko di Jakarta.

Ia menjelaskan praktik-praktik tersebut sering terjadi pada sektor kelapa sawit yang merugikan negara sebesar Rp 45,9 triliun.

“Salah satu indikatornya adalah maraknya praktik tax evasion dan tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit,” katanya.

Berikut 25 grup kelapa sawit yang dikendalikan para taipan berdasarkan riset TUK Indonesia, antara lain Wilmar, Sinar Mas, IOI, Raja Garuda Mas, Batu Kawan, Salim, Jardine Matheson, Musim Mas, Surya Damai, Genting, Darmex Agro, dan Hanta.

Selanjutnya, ada Tiga Pilar Sejahtera, DSN, Sungai Budi, Kencana Agri, Triputra, Sampoerna Agro, Anglo-Eastern, Bakrie, Tanjung Lingga, Austindo, Rajawali, Provident, dan Gozco. [Ant/N-6]Menelusuri Jejak Taipan Kelapa Sawit di Indonesia

Sumber :

http://sp.beritasatu.com/home/menelusuri-jejak-taipan-kelapa-sawit-di-indonesia/79651

Berita/Artikel Menarik Lainnya :

Hama-hama Pada Kelapa Sawit (Buku 2 Hama-hama Vertebrata Pada Kelapa Sawit) – PPKS

Buku : Hama-hama Pada Kelapa Sawit (Buku 2 Hama-hama Vertebrata Pada Kelapa Sawit) – PPKS

Ada banyak hama-hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit. Tentu para petani/para pekebun kelapa sawit dituntut agar mempunyai pengetahuan tambahan sehingga mampu untuk mempelajari karakteristik, sifat-sifat, akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hama pada kelapa sawit tersebut, ini bertujuan agar mampu menanggulangi masalah tersebut.

Pada buku ke 2 ini di bahas mengenai hama-hama berupa hewan vertebrata yang sering menyerang dan merusak kelapa sawit baik di pembibitan ataupun di lapangan.

Kode: BS005
Dimensi: 9.5 x 14cm (20 halaman full color)
Harga: Rp. 20.000,-

Sumber :

http://kliniksawit.com/buku-klinik-sawit/86-hama-vertebrata-kelapa-sawit.html

 

Jika masih belum menemukan solusi untuk keberhasilan perkebunan kelapa sawit, cobalah klik di sini untuk melihat daftar buku-buku  yang mungkin bisa membantu.

Jadi Negosiator PP Gambut, KLHK Minta Masukan Pengusaha Sawit | Indonesian Palm Oil Magazine

 PEKANBARU – Sejumlah pengusaha kelapa sawit di Provinsi Riau menuntut pemerintah untuk melakukan revisi PP nomor 71 tahun 2014 tentang pengelolaan lahan gambut.

Menanggapi tuntutan tersebut, Sekretaris Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Hadi Daryanto meminta agar pengusaha tersebut memberikan rekomendasi masukan kongrit akan revisi PP gambut itu.

Ia menjelaskan, dalam hal ini pemerintah tidak bisa memberatkan kepada aspek tersebut. Dengan kata lain, pemerintah hanya sebagai negosiator kepentingan pengusaha, NGO dan masyarakat.

“Kita mintalah pengusaha sawit memberikan masukan kongrit. Jika PP itu dirubah, nilai positifnya apa negatifnya apa,” jelasnya

Menurut Adi, sebagaimana Bertuah Pos melansir, saat ini pemerintah masih memberikan kesempatan bagi pelaku usaha sawit Riau untuk mendiskusikan hal tersebut. Masukan-masukan dari pengusaha itu nantinya akan diperbincang dalam internal kementerian. (T3)

Bekerja di Perkebunan Sawit Jadi Alternatif TKI

Rabu, 4 Maret 2015

BEKASI – Bekerja di perkebunan kelapa sawit jadi pilihan bagi para tenaga kerja Indonesia di tengah sempitnya lapangan kerja.

Pasalnya selain hidup tenang dari kebisingan kota, bekerja di perkebunan sawit pun bisa menciptakan kemapanan dan karir yang terus menanjak.

Rozi Ariandi, salah satu alumni Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi (CWE) menngatakan ketenangan dari kebisingan kota itu terlihat ketika dirinya bekerja dalam suasana perkebunan sawit yang sangat erat dengan lingkungan hidup sehat dan asri ketimbang bekerja di perkotaan yang penuh dengan polusi.

”Setiap hari kalau bekerja di perkotaan, kita juga dihadapkan dengan macet berjam-jam,” ujar Rozi, Rabu (4/3/2015).

‎Dengan bekerja di perkebunan sawit, sekarang Rozi sudah merasakan kemapanan karena apa yang telah dimimpikannya sejak kecil, sekarang bisa tercapai.

Saat ini, jelas dia, dengan posisi menjadi Kepala‎ Tata Usaha di salah satu perusahaan sawit nasional (PT Citra Sawit Lestari), ia sudah bisa membeli rumah, kendaraan, dan kebutuhan keluarga lainnya.

”Jadi memang memberikan masa depan yang cerah,” ungkapnya.

Ia menuturkan pengalamannya sejak baru-baru kuliah memang belum mengerti apa yang dimaksud dengan budidaya kelapa sawit. Namun, setelah tiga tahun kuliah, akhirnya ia baru paham bahwa budidaya kelapa sawit memiliki prospek lapangan pekerjaan yang cerah.

Ia berpesan agar mereka yang ingin melanjutkan pendidikan dari SMA dan sederajat kelak ‎dapat memilih perguruan tinggi yang sudah bekerja sama dengan perusahaan perkebunan sawit, sehingga setelah lulus, langsung bisa ditempatkan bekerja.

Alumni Politeknik Kelapa Sawit CWE lainnya, Heki Aprilyanto, senada. Ia mewanti-wanti agar lulusan SMA dan sederajat bisa memilih perguruan tinggi yang memang komitmen untuk mengurangi pengangguran di Indonesia sekaligus memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.

”Dengan begitu bisa bantu memajukan perekonomian Indonesia,” ujar dia.

Menurut Direktur Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Stephanus Nugroho Kristono, di masa mendatang, kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk perkebunan kelapa sawit memang mendesak.‎ Sebab, banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang kerap butuh tenaga terampil dan terdidik.

Ia memperkirakan kebutuhan SDM untuk regenerasi tenaga kerja kelapa sawit yang telah berusia lanjut yakni 4.850 hingga 6.420 tenaga terdidik dan terlatih setiap tahunnya.

Ribuan tenaga kerja itu antara lain akan mengisi berbagai posisi seperti general manajer, manajer kebun, manajer pabrik, asisten kepala, kepala tata usaha‎, asisten kebun, asisten pabrik, asisten traksi, pengukuran dan alat berat, asisten hama dan penyakit, serta mandor kebun. (fid)

(ful)

Sumber :

http://news.okezone.com/read/2015/03/04/337/1113694/bekerja-di-perkebunan-sawit-jadi-alternatif-tki