Kemampuan Grup Salim bangkit dari keterpurukan patut diacungi jempol. Dibawah kepemimpinan Anthony Salim, lini bisnisnya semakin kuat di sektor telekommunikasi, infrastruktur, produk makanan,and sumber daya alam.
Di masa pemerintahan Soeharto, presiden yang berkuasa 32 tahun lamanya, Grup Salim menjadi “anak emas” pemerintah yag diberikan kemudahan dan dukungan bisnis sangat kuat. Bisnisnya menggurita di sektor perbankan (BCA), otomotif (Indomobil), makanan (Indofood), tepung terigu (PT Bogasari Flour Mills), rokok (Djarum), semen (PT Indocement Tunggal Perkasa) sampai perkebunan (Salim Plantation). Kedekatan Sudono Salim, pemilik Grup Salim, sudah terbangun semasa Soeharto Panglima Komando Daerah Militer Jawa Tengah tahun 1950-an.
Seiring runtuhnya kejayaan Soeharto berdampak kepada redupnya bisnis Grup Salim. Beberapa anak usaha andalan seperti BCA, Djarum, Indomobil dan Indocement harus dilego akibat jatuhnya perekonomian Indonesia. Penjualan aset dilakukan lantaran hutangnya senilai Rp 50 triliun lebih. Namun, dua perusahan tetap dipertahankan Grup Salim yaitu PT Indofood Sukses Makmur dan PT PT Bogasari Flour Mills.
Dalam bisnis kelapa sawit, Salim Plantation termasuk salah perusahaan swasta yang cukup lama bergelut di bisnis ini. Bukan saja pengelola bisnis perkebunan melainkan memproduksi produk turunan seperti minyak goreng (Bimoli) dan margarin (Simas dan Palmia). Dari tahun 1972, Salim Plantation sudah dibangun yang diperkirakan luas lahannya 220 ribu hektare pada 1998. Nilai asetnya kala itu diperkirakan Rp 6 triliun lebih. Untuk melunasi hutang, bisnis perkebunan Salim sebagian dijual Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada Guthrie Bhd (sekarang bernama Sime Darby). Nilai penjualan waktu itu sebesar Rp 3 triliun.
Jatuhnya Salim Grup tidak membuat bisnis keluarga ini mati. Pelan tapi pasti, Anthony Salim membangun dinasti bisnisnya dan kembali ke Indonesia. Sekitar 2002, Salim Grup dapat bernapas lega setelah keluarnya Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Surat ini merujuk Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 yang kala itu jabatan presiden dipegang Megawati Soekarnoputri.
Lima tahun kemudian, Salim Grup –– sekarang lebih dikenal Grup Indofod –– melalui PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) mengambilalih mayoritas saham PT London Sumatera Plantations tbk (LSIP) pada 2007. Jumlah saham yang dibeli 56,4 persen dari First Durango Singapore Pte Ltd dan Ashmore Funds. Dana akusisi ini mencapai Rp 8 triliun yang dikucurkan lewat anak usaha INDF yaitu PT Salim Ivomas Pratama (SIMP) dan Indofood Agri Resources Ltd (Indoagri). Kala itu, bisnis Lonsum tidak terbatas sawit melainkan komoditas lain seperti karet, teh, dan kakao.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi Januari-Februari 2015)