Advertisements
Sebuah upaya mengurangi bahkan menghilangkan froaud adalah sebuah usaha yang terus dilakukan oleh perusahaan perkebunan. Karena perusahaan perkebunan adalah usaha padat karya yang didalamnya adalah orang orang menjalankan roda organisasi, bukan mesin yang dengan mudah dikendalikan sesuai keinginan pengusaha.
Salah satu resiko dalam operasional perusahaan adalah bentuk penyalahgunaan dan penyimpangan standar operasional program (SOP) yang disebabkan oleh karekter dari manusia. Karena hal ini menyangkut unsur karekter manusia sebagai penyebab utama terjadinya penyimpangan, maka resiko penyimpangan ini disebut sebagai human fraud. Dalam hal ini unsur tanggung jawab dan integritas pekerja tampaknya sudah luntur sehingga berakibat terhambatnya operasional perusahaan perkebunan, karena kurangnya pengawasan atau pengendalian internal. Sudah sewajarnya pencegahan terjadinya resiko operasional menjadi prioritas utama.
Satu hal yang menjadi catatan bersama bahwa proses pencegahan terjadinya human fraud seharusnya difokuskan pada empat hal yaitu, bagaimana budaya kontrol ditanamkan untuk menciptakan pemicu agar proses internalisasi budaya kontrol menjadi bagian semua tingkat karyawan dari tingkat pengawas sampai tingkat level tertinggi sebuah perusahaan. Kedua, mendeteksi faktor pemicu untuk mengurangi human fraud. Ketiga, bagaimana secara mendasar proses pengawasan dan kontrol internal terus dilakukan secara kontinyu oleh perusahaan perkebunan.
Perusahaan tidak akan bisa berjalan dengan baik jika tidak mempunyai sistem kontrol yang baik. Tanpa sistem kontrol yang baik, aktivitas-aktivitas perusahaan berjalan sendiri-sendiri tanpa ada yang mengarahkan dan mengkoordinasikannya. Dengan demikian juga efisiensi dan efektivitas perusahaan sangat bergantung pada berfungsi tidaknya sistem kontrol tersebut.
Di dalam budaya perusahaan yang baik hendaknya diterapkan sistem kontrol yang biasa disebut social control system. Sistem kontrol ini tidak terlalu banyak melibatkan orang lain untuk memonitor apa saja yang dilakukan oleh seseorang tetapi yang terlibat langsung dalam pengendalian adalah orang yang bersangkutan melalui komitmen dan kesepakatan dengan orang-orang sekitar berkaitan dengan sikap dan perilaku yang dianggap memadai. Disinilah budaya organisasi memainkan perannya dalam menciptakan social control system.
Dalam upaya tersebut maka sangat diperlukan membangun sebuah budaya kontrol dari segenap lapisan. Model kontrol seperti ini menggunakan asumsi bahwa sistem pengendalian dengan kontrol bisa berjalan dengan baik jika orang yang dimonitor menyadari bahwa pimpinannya atau siapa saja yang berwenang memberi perhatian terhadap apa yang dikerjakan bawahannya dan atasan akan melakukan teguran manakala terjadi penyimpangan terhadap yang dilakukan bawahannya. DalaM praktik, sistem pengendalian formal biasanya didesain untuk mengukur kinerja berupa outcome atau perilaku orang-orang yang terlibat dalam proses aktivitas. Adanya budaya tersebut akan mengantarkan perusahaan berjalan sesuai dengan standai operasional yang sudah ditentukan.